Revisi makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah
Pemikiran Modern dalam Islam
Oleh:
Ika Wahyu Susanti
1111032100039
Martia
Awaliah
1111032100059
Waslan
1111032100017
PERBANDINGAN AGAMA– B FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir, suara muslimah mulai marak di dengungkan. Namun
jika kita melihat islam abad 20, suara pria sangat mendominasi, dari modernisme
islam seperti Muhammad Abduh dan gerakan Salafiyyanya pada awal abad 20 sampai tulisan-tulisan
dan kegiatan para aktivis dan gerakan-gerakan islam kontemporer dari tulisan
dan pidato ulama sampai pidato dan tulisan banyak professional Muslim yang
berpendidikan yang semakin menggunakan simbolisme dan retorika islam untuk
mengkritik masyarakat mereka dan untuk merencanakan masa depan yang lebih
berakar islam. Maryam Jameelah adalah salah satu di antara sedikit perempuan
yang melewati dinding pemisah gender. Selama beberapa decade ia telah menjadi
suara yang lantang dalam mempertahankan islam tradisional. Buku dan artikelnya
yang banyak jumlahnya telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, antara lain Urdu,
Arab, Persia, Turki, Bengali, dan Indonesia.
Dunia
mengenal tokoh yang satu ini sebagai seorang intelektual serta penulis ternama
di bidang agama, filsafat, maupun sejarah. Maryam Jameela, demikian nama
muslimnya. Ia telah menghasilkan sejumlah karya yang cukup penting dalam
khazanah pemikiran Islam, antara lain Islam and Western Society : A
Refutation of the Modern Way of Life; Islam and Orientalis; Islam in Theory and
Practice; dan 'Islam and the Muslim Woman Today'.
Bibliografi Maryam Jameelah
Maryam Jameelah, merupakan orang Yahudi Amerika[1], pada
tanggal 23 mei 1934, di New Rochelle, New York.[2]
Buyutnya beremigrasi dari Jerman ke Amerika pada abad 19. Dia dibesarkan di
Westchester, New York. Orang tuanya merupakan seorang Yahudi tidak taat yang
beberapa tahun kemudian memutuskan hubungan dengan Judaisme, lalu bergabung
dalam masyarakat Budaya Etis (Ethical Culture society) dan akhirnya gereja
Unitarian.
Margaret atau biasa dipanggil Peggy
adalah anak yang tidak biasa dalam beberapa hal, anak yang kepribadian dan
orientasi intelektual/ keagamaanya sering berlawanan dengan norma dan harapan
budayanya sendiri. Secara sosial dan psikologis, Maryam seringkali tidak cocok
dengan banyak aspek dari budayanya. Meskipun dianggap sebagai anak yang cerdas
dan berbakat, sejak kecil ia mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri secara
sosial: di sekolah, diperkemahan musim panas, dan disituasi sosial yang lain.
Walaupun ia punya teman di awal-awal masa sekolah dan diperkemahan musim panas,
ia tidak pernah terlihat cocok atau mempertahankan pertemanannya itu.
Guru-gurunya sering membuat pengecualian untuk kepribadian dan minatnya. Pada
waktu ia menyampaikan minatnya untuk kembali ke perkemahan di mana ia merasa
senang, kepala sekolah menolak usulannya karena mengetahui “kebiasaan
nyentriknya” dan kebutuhannya terhadap pengawasan penuh. Akibatnya, Margaret
merasa terasing dari masyarakat dan sering mengalami penolakan sosial. Dalam
surat yang ditulis untuk Margaret beberapa tahun kemudian, ibunya menggambarkan
anak perempuannya itu sebagai gadis yang menarik dan sangat cerdas tetapi juga
“sangat gelisah, sensitif, tegang, dan penuntut.” Sifat-sifat masalah ini terus
memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan Margaret, perkembangan
diri, intelektual, dan keagamaannya.
Pada tahun pertama sekolah, Margaret
Marcus kelihatan terpesona dengan “timur” dan semakin bersikap kritis terhadap
budaya Barat. Lukisan, bacaan sejarah dan politik, serta selera musiknya lebih
global dari Barat: Cina, Timur Tengah, Asia Selatan. Dengan latar belakang
Yahudi, ia mempunyai minat khusus dan tertarik pada orang Arab dan Muslim, dari
politik sampai budayanya. Kesukaannya pada opera dan music klasik Barat di masa
kecil pada umur belasan berganti dengan kekaguman pada musk Arab, sejarah Arab
dan Muslim, serta politik. Dibesarkan dalam masyarakat, budaya, dan keluarga
yang pada umumnya mendukung pendirian Israel dan sering kali menjelekkan Arab
Islam, bagaimanapun ia merasa terguncang oleh Zionisme dan sangat menaruh
perhatian terhadap kemalangan orang-orang Arab Palestina.
Margaret masuk universitas New York pada tahun 1953. Dalam periode
kehidupan inilah, pecarian akan identitas dan keagamaannya mencapai puncaknya.
Krisis identitasnya ditunjukan dalam banyak cara. Sebagai mahasiswa tahun
pertama, studinya diiringi kembali dengan usaha singkat untuk memperoleh kembali warisan Yahudinya serta merangkul
Judaisme ortodoks. Ia juga bergabung dalam organisasi pemuda Zionis hanya untuk
menyimpulkan bahwa: “apa yang sama antara aku dengan mereka? Tidak ada! Sama
sekali tidak ada!” Margaret kemudian bertengkar sebentar dengan gerakan Bahai.
Akhirnya karena simpati pemimpin Bahai terhadap Zionisme dan tuduhannya bahwa,
“kamu adalah salah satu di antara pelarian yang membenci orang-orangmu sendiri
melebihi benci terhadap orang kafir” yang menyebabkan Margaret hengkang.
Pada musim panas tahun 1953,
Margaret menderita gangguan kegelisahan. Saat ini merupakan waktu yang sangat
sulit baginya:
Meskipun
saya baru memasuki umur 19 tahun, bagi
saya seolah-olah hidup saya sudah hampir berakhir. Saya takut, capek, tertekan
dan putus asa karena tidak menemukan apapun kecuali penolakan demi penolakan
jika saya berusaha menemukan tempat saya dalam masyarakat. Saya terombang
ambing, tidak tahu apa yang harus saya lakukan kemudian atau kemana hendak
pergi? Judaisme tereformasi, Yudaisme Ortodox, Budaya Etis atau Bahai tidak
menghiburku dalam kemalangan ini.[3]
Pada titik waktu inilah ia menoleh lagi ke islam, menenangkan
dirinya dengan membaca Quran. Dalam hal ini terdapat dua intelektual Yahudi
punya pengaruh yang besar atas kembalinya Margaret ke islam pada tahun 1955,
Muhammad Asad, orang austria yang masuk islam, dan profesor abraham Katsh,
seorang rabbi yang mengajar di universitas New York. Asad (leopol weiss) adalah
intelektual muslim yang disegani dan penasihat pemerintah-pemerintah muslim.
Margaret menemukan cerita tentang pergantian agamanya . the road to mecca
(jalan ke mekkah) yang terbukti menjadi sumber inspirasi yang besar dan
ketetapan hati untuk menjadi muslim. Ironisnya, kuliah Ibrahim Katsh tentang judaisme
dalam islam yang mempelajari pengaruh Yahudi pada Quran dan perkembangan awal
islam tidak membuat Margaret percaya keabsahan tema kuliah itu tapi berpengaruh
sebaliknya: “meskipun Profesor Katsh telah berupaya membuktikan pada para
mahasiswanya mengapa Yudaisme lebih unggul dari islam, secara paradoks, ia
telah mengubah saya ke posisi sebaliknya.” Margaret berkesimpulan: “dan saya
masih Yahudi atau paling tidak semua orang mengira begitu tetapi di dalam hati
saya bukan lagi Yahudi.”[4]
Selain mempelajari Islam secara formal, Maryam juga membaca
literatur sejarah bangsa Arab. Dalam literature sejarah Maryam menemukan bahwa
Islam besar dan agung bukan karena bangsa Arab, melainkan justru orang Arab
menjadi beradab karena Islam.[5] Kemudian
ketetapan hatinya untuk menjadi seorang muslim baru terpenuhi pada tahun 1961.
Kesehatan Margaret memburuk, dia menjadi lebih suka menyendiri dan akhirnya
dimasukan rumah sakit jiwa karena shizofrenia antara tahun 1957 dan 1959.
Setelah keluar, Margaret aktif
berkecimpung dalam perkumpulan-perkumpulan dan misi Islam di New York serta
berkorespondensi dengan pemimpin-pemimpin Islam di luar negeri, terutama dengan
Maulana Abul Ala Maududi, pemimpin Jama’ati Islam Pakistan (Islam Society).
Keputusannya untuk secara resmi memeluk Islam dan korespondensinya dengan
Maududi menandai titik balik yang menentukan arah tunggal hidup dan usahanya.
Pada tanggal 24 mei 1961, Margaret
Marcus menjadi muslim dengan membaca Syahadat dan memakai nama Maryam Jameelah.
Ia menganggap pergantian agamanya bukan sebagai penolakan terhadap Yudaisme,
melainkan lebih merupakan berpalingnya ke islam di mana ia menemukan terpenuhinya misi dan wahyu Ibrahim. Memikirkan
pergantian agamanya, ia melihat dirinya meninggalkan Yudaisme modern yang
sekularisme dan meterialisme modernnya telah mengungguli aspek-aspek
religiusnya, karena wahyu islam yang lebih revolusioner dan universal: “saya
tidak memeluk islam karena kebencian terhadap warisan nenek moyang atau
masyarakat saya. Itu bukanlah keinginan untuk menolak melainkan keinginan untuk
memenuhi. Bagi saya, itu berarti transisi dari sekarat dan picik menuju
kepuasan beragama yang dinamis dan revolusioner dengan supremasi universalnya.”[6]
Selama tahun berikutnya, peristiwa-peristiwa dalam hidupnya tampak menyatu dan
menjadi jawaban bagi rasa keterasingan dan kecemasan atas masa depannya.
Perpindahan agama Maryam Jameelah dan berlanjutnya ketidakmampuan untuk
mendapat pekerjaan dan menyesuaikan diri dengan masyarakat Amerika, serta
ayahnya yang mau pensiun yang berarti hilangnya sokongan keuangannya akhirnya
menggerakannya menerima undangan Maulana Maududi untuk beremigrasi ke Pakistan:
“saya tidak punya keberanian untuk memutus pertalian dengan masa lalu saya,
tetapi sekarang keadan saya disini sudah tidak bisa di toleransi lagi dan saya
tahu saya tidak akan bisa berfungsi dalam masyarakat ini, sekarang saya yakin
bahwa satu-satunya penyelamatan bagi saya adalah pergi dan tinggal di negara
muslim.”[7]
Dalam keputusan ini ia didukung banyak teman muslimnya di New York dan juga
para pemimpin muslim internasional ternama, seperti Maududi, orang yang
diajaknya berkorespondensi dari tahun 1960 sampai 1962, dan Dr Said Ramadan,
menantu Hasan al-banna, pendiri persaudaraan Islam Mesir. Maka dimulailah babak
kedua kehidupannya di Pakistan.
Maryam Jameelah tiba di Pakistan
pada tahun 1962 dan awalnya tinggal dengan Maulana Maududi dan keluarganya. Ia
melihat hari-hari pertamanya sebagai “periode yang paling penting dan
menentukan dalam hidupnya (1962-1964). Selama waktu ini, setelah masa remaja
yang panjang dan tidak lumrah, saya matang menjadi dewasa, tumbuh benar-benar
mandiri lepas dari orang tua, mengembangkan karier menulis, menikah dan
akhirnya menjadi seorang ibu.”[8]
Pada tahun 1963, ia menikah dengan
Muhammad Yusuf Khan, seorang pekerja penuh di Jama’ati Islaminya Maududi. Ia
menjadi isteri kedua dan memberinya empat anak. Tinggal dengan istri lain
suaminya, dalam komplek keluarga yang termasuk di dalamnya keluarga besar,
Maryam Jameelah memulai kariernya sebagai pembela islam (muslim apologist)
yang berbicara pada dunia islam maupun pada barat. Buku, artikel, dan
tinjauannya yang ditulis dalam bahasa Inggris tetapi sering diterjemahkan ke
bahasa-bahasa muslim, mengenengahkan interpretasi islam yang tradisionalis dan
reaksi polemik terhadap barat yang mewakili segmen penting orang-orang islam
dan telah menemukan banyak pengagum di dunia muslim. Selain itu Maryam Jameelah
juga merupakan seorang editor penerjemahan karya Al-Mawdudi ke dalam Bahasa
Inggris.[9]
TEMA-TEMA UTAMA DALAM TULISAN MARYAM JAMEELAH
Islam dan Modernisasi/Masyarakat Barat
Banyak
dari tulisan Maryam Jameelah ditujukan melawan pengaruh kuat barat terhadap
masyarakat-masyarakat muslim serta masalah reformasi Islam. Reaksinnya terhadap
kehidupan Barat modern sangat mempengaruhi sikapnya terhadap semua bentuk
reformasi religius. Pada dasarnya ia seorang romantis, seorang tradisionalis
yang kukuh menentang mereka yang merusakan pandangannya tentang “islam
klasikal” atau, mungkin lebih tepatnya, “tradisi islam” (ia cenderung mengambil
posisi yang sama berkaitan dengan agama-agama lain juga). Bagi Jameelah, masa
lalu bukan untuk dkritik atau dimodifikasi dengan cara subtantif tetapi secara
menyeluruh dirangkul. Ia percaya bahwa keseluruhan tradisi islam adalah secarik
kain yang utuh yang tidak bisa diubah:
Saya setuju
dengan Maulana Maududi bahwa kita wajib menerima keseluruhan islam, bukan
hanya Quran, Hadits dan Sunnah tapi juga
empat imam dan penafsir ortodoks tradisional mereka, warisan tasawuf (sufisme,
mistisisme), bersama-sama dengan semua seni dan sains yang berkembang dalam
peradaban islam, keseluruhan warisan budaya dan estetika dari budaya itu, dan
sejarah islam dari tahun 1924 pada waktu Attaturk menghapus khilafat dan
mengubah negerinya menjadi negara yang sepenuhnya sekuler.[10]
Jameelah bersikap kritis terhadap para reformis pra-modern maupun
modern. Meskipun begitu, walaupun ia mungkin mengagumi pemimpim-pemimpin dan
gerakan-gerakan kebangkitan Islam abad 18 yang menuntut hak untuk
mengesampingkan interpretasi islam tradisional dan kembali langsung ke wahyu,
ia telah secara konsisten bersikap kritis terhadap usaha mereka untuk menolak
atau mereformasi interpretasi/ajaran atau institusi islam tradisional.
Modernisasi dan Westernisasi
Bagi Maryam Jameelah, masalah
modernisasi dan perubahan, suatu pemberhalaan baru, memukul jantung hati islam:
“pemujaan terhadap Allah dan penyerahan diri pada kehendakNya melalui ketaatan
sepenuh hati pada wahyu Ilahi dengan cepat berganti pada pemujaan baru terhadap
hal yang rendah ketika kita semakin menuhankan perubahan, modernisasi,
pembangunan dan kemajuan”[11]
Maryam percaya bahwa modernnisasi berarti westernisasi dan di dalamnya ada
evolusi, relativisme dan sekularisme. Hubungan islam dengan modernisasi dan
pembangunan tidak hanya merupakan masalah intelektual dan teologikal, tetapi
bagi orang-orang islam adalah masalah hidup dan mati yang menantang dan
mengancam keyakinan islam yang paling dasar.
Bagi Maryam Jameelah, peradaban
barat modern terlahir sebagai perpaduan antara ideologi sekuler kristen
post-reformasi (sekularisme kristen) dan nasionalisme sempit tradisi Yahudi.
Pemahaman dan analisisnya tentang modernisasi berdasar pada persangkaan bahwa
kesejarahan kristen dan imperialisme budaya dan politik tidak terpisahkan.
Keburukan modernisasi dan
westernisasi dalam hal penjajahan budaya terjadi tidak hanya di dunia Muslim
tapi juga di seluruh dunia non-Eropa. Westernisasi Asia, Afrika, dan Amerika
latin telah menyebabkan sterilitas intelektual dan identitas budaya yang tidak
harmonis. Lain dengan islam, budaya kontemporer menunjukan tidak adanya nilai-nilai
moral dan spiritual yang universal.
Jameelah percaya bahwa Westernisasi
merupakan kekuatan yang paling jahat dan merusak dalam dunia muslim,
peninggalan kolonialisme eropa dan proses universal terulang diseluruh dunia
non-Barat: “Reaksi untuk melepaskan diri dari tangan imperialisme Barat,
perkembangan Westernisasi adalah cerita yang sama, terulang dengan monotonitas
yang menyedihkan di mana-mana di antara semua masyarakat non-Eropa”[12]
Menurut Maryam Jameelah
westernisme adalah proses pengambil alihan secara Mutlak apa yang ada di Barat sebagai
negara yang maju dan modern ke dalam dunia Islam, baik dari segi filsafat Barat
yang bertumpu pada Materialisme, maupun dari segi kebudayaan dan peradaban yang
dihasilkan dari filsafatnya tersebut. Karena itu apapun bentuk modernisasi yang dilakukan di negara
- negara Islam pada akhirnya melaju ke muara pemberontakan secara radikal
terhadap agama, sehingga memunculkan sebuah proses sekularisasi, karena konsep mate
rialisme Barat bertentangan dengan
ajaran Islam. Dalam pandangan Mariam Jameelah pada intinya modernisasi merupakan
proses sekularisasi dan westernisasi, ia menolak pembaharuan seperti itu. Pembaharuan
dalam Islam bukanlah pembaharuan dalam pengertian pemberontakan terhadap ajaran
agama.Tetapi memperbaharui atau reformasi (menata kembali) cara pandang terhadap
agama, cara berpikir dan penghayatan terhadap ajaran agama yang disesuaikan
dengan semangat dan perkembangan zaman.[13]
Perempuan
Masalah perempuan islam dan peran
mereka dalam masyarakat menjadi contoh utama bagi perhatian dan pembelaan
Maryam Jameelah Terhadap islam melawan pengaruh Barat dan juga elit muslim.
Status dan peran perempuan telah menjadi nilai dan perhatian utama dalam
sejarah dan masyarakat islam. Arti penting ini tercermin dalam hukum keluarga
Muslim (perkawinan, perceraian dan warisan) yang menjadi jantung hukum islam
(syariah). Pada abad 20 banyak negara muslim memperkenalkan perundang-undangan reformasi yang mempengaruhi perkawinan (perkawinan anak-anak dan
poligami), perceraian dan pewarisan. Reformasi ini sering di undang-undangkan atau diperintahkan dari
atas oleh elit berorientasi barat. Meskipun disetujui, undang-undang itu
sebenarnya tidak sepenuhnya diterima dan dipahami oleh para pemimpin agama yang
lebih tradisional dan para pengikut mereka, dan pada tahun-tahun terakhir telah
menjadi subyek perdebatan dan pertikaian. Republik islam Iran mencabut
reformasi hukum keluarga modern syah dan di Pakistan pemerintahan yang
berturut-turut telah ditekan oleh para pemimpin keagamaan untuk melakukan hal
yang sama dengan ordonansi Undang-undang keluarga pakistan.
Perlakuan Maryam Jameelah terhadap
islam dan perempuan selama ini konsisten dan gigih. Mulai tahun 1976 ia
membicarakan feminis barat dan juga perempuan islam. Dengan menggabungkannya
pada visinya tentang islam klasik dan kebenciannya terhadap reformasi modern
sebagai produk dari pelaku westernisasi muslim, Jameelah sekali lagi memerankan
dirinnya sebagai pembela ortodoxy. Memang ia sungguh-sungguh memulai
membuktikan keunggulan ajaran-ajaran islam tentang poligami perceraian dan
purdah (pemisahan jenis kelamin). Dengan menuduh bahwa undang-undang keluarga
telah dirusak dibanyak negara muslim, jameelah menyebut reformasi sebagai
terbudaknya mental terhadap nilai-nilai peradaban barat.” Ia menganggap
kebiasaan–kebiasaan muslim ini sebagai berakar tanpa pernah berubah pada dan
diperintah oleh Quran dan Sunah Nabi. Ia bersikeras bahwa
kebencian barat terhadap purdah disebabkan oleh sifat kontradiksi antara islam
dan sekularisme barat dan khususnya “tingginya individualisme yang mendominasi
masyarakat modern sampai tingkat dimana perzinahan dianggap tidak buruk sama
sekali.” Kritik-kritik modern (Barat dan Muslim) yang sama terhadap purdah
ditolak dengan cara yang mirip karena menganjurkan reformasi yang berdasar pada
“nilai-nilai budaya yang sesat” yang benar-benar mengacaukann peran pria dan perempuan.
Jameelah menolak mereka yang berusaha membebaskan perempuan dengan menghapuskan
jilbab atau yang menganjurkan pendidikan campur pria perempuan, pemberian hak
suara, kerja di luar rumah, dan partisipasi
perempuan di kehidupan publik sebagai penyebar suatu kemodernan,
cita-cita Barat yang mengganggap kehormatan dan respek bukan berasal dari
dipenuhinya peran tradisional (islam) perempuan sebagai istri atau ibu tetapi
berasal dari kemamuan perempuan modern (barat) untuk melakukan dengan berhasil
fungsi-fungsi pria dan dalam waktu yang sama mempertontonkan kecantikan
fisiknya. Ia percaya, pemikiran-pemikiran seperti itu berlawanan dengan islam
dimana peran seorang perempuan bukanlah kotak suara tetapi pemeliharaan rumah
tangga dan keluarga, sedangkan para pria adalah aktor-aktor di panggung
sejarah, fungsi perempuan adalah untuk menjadi pembantu pria yang tersembunyi
dari pandangan umum dibalik layar.”[14]
Jameelah meninjau pengaruh gerakan feminis di Barat dan secara selektif
mengutip komentator Barat seperti Max Lerner (“kita hidup dimasyarakat
Babilonia”) untuk mendukung kesimpulannya bahwa konsekuensi-konsekuensi sosial
gerakan feminis dan idenya yang disebut “emansipasi perempuan” adalah epidemik
kejahatan, ingkar hukum dan diturutkannya keinginan terhadap seks haram sebagai
akibat dari benar-benar hancurnya keluarga.
Sumbangan Maryam Jameelah pada
pemahaman diri muslim menjangkau mulai dari paruh terakhir abad 20 sampai awal
milenium baru. Di dunia yang didominasi penerjemah-penerjemah islam pria, ia adalah
satu diantara banyak perempuan islam yang menegaskan haknya untuk
menginterpretasikan Islam serta mengkritik sarjana-sarjana muslim maupun
non-muslim. Ia menjadi suara konservatif yang tulisan-tulisan produktifnya
menjangkau banyak isu-isu utama yang dihadapi orang-orang Islam. Jika
pembelaannya terhadap tradisi membuatnya banyak mempunyai pengagum, kritik dan
penolakannya terhadap reformis Islam dan juga Barat mengurangi pengaruh
Jameelah. Sekarang ini dibagian dunia Islam semakin banyak perempuan yang
mencari jalan baru pemberdayaan, pendefinisian ulang Islam dan hubungan gender.
Bagi banyak orang, jameelah mewakili konservatisme sesungguhnya yang berusaha
mereka gantikan, yang bagaimanapun adalah suatu
orientasi yang masih menikmati dukungan luas dibanyak bagian dunia
Islam. Apapun hasil akhirnnya, Maryam Jameelah telah memainkan peran seorang
pelopor sebagai intelektual Muslim aktivis yang membuat ia benar-benar salah
satu dari pemikir Islam kontemporer.
Kesimpulan
Berdasarkan bibliografi di muka
dapat di tarik benang merah bahwa Maryam Jamellah merupakan seorang Yahudi
Reform yang bersifat liberal. Maryam Jameelah mengenal Islam melalui proses
yang panjang, pada tahun 1961 ia menjadi seorang mualaf. Beberapa alasan Maryam
Jameelah memeluk agama Islam yaitu:
·
Maryam Jameelah
merupakan pemeluk Yahudi yang mengakui bahwa Tuhan itu satu atau bisa disebut
dengan monoteisme. Sehingga ia percaya bahwa Islam adalah cabang dari Yahudi.
·
Maryam Jameelah
menganggap bahwa bangsa Arab adalah kaum semitik seperti Yahudi dengan nenek
moyang yang sama, hal ini didasarkan pada abad ke-18 dan 19 bahwa bangsa Arab
berhasil mempertahankan keutuhan warisan rumpun Semitnya itu.[15]
·
Menurut Maryam
Jameelah semakin jauh ia mempelajari Islam semakin meyakinkannya bahwa bukan saja
merupakan satu-satunya jalan menuju kebenaran dan kesempurnaan jiwa tetapi obat
paling manjur untuk menyembuhkan penyakit jiwa.[16]
·
Maryam Jameelah
merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di
perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam. Tetapi Maryam Jameelah
justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan
kebenaran pada Islam.[17]
Kemudian hasil telaah yang ia dapatkan ia curahkan kepada Abu A’la Al-Mawdudi.
·
Maryam Jameelah
berpaham sangat tertutup (ortodox), karena ia takut Al Maududi marah bila
Maryam menentang pendapatnya.
Kelemahan Maryam Jameelah:
·
Menurut Maryam
Jameelah, masa lalu bukan untuk di kritik atau di modifikasi dengan cara
subtantif tetapi secara menyeluruh.
·
Tidak begitu
memahami Bahasa Arab termasuk Al Quran.
·
Maryam adalah
seorang yang anti terhadap Kristen, karena Islam dan Yahudi anti Kristen.
Pemikiran pembaharuan Maryam
Jameelah dapat di golongkan menjadi tiga tema yaitu:
1.
Islam dan
Modernisasi / Masyarakat Barat
ü Menurut Jameelah, masa lalu bukan untuk dkritik atau dimodifikasi
dengan cara subtantif tetapi secara menyeluruh dirangkul. Karena ia percaya
bahwa keseluruhan tradisi islam adalah satu kesatuan yang tidak dapat dirubah
maupun dipisahkan.
ü Maryam Jameelah bersikap
kritis terhadap usaha orang-orang yang menolak atau mereformasi
interpretasi/ajaran atau institusi islam tradisional.
2. Modernisasi dan Westernisasi
ü Menurut Maryam Jameelah modernisasi dan
westernisasi adalah sesat.
ü Menurut Maryam bahwa modernnisasi berarti westernisasi dan di
dalamnya ada evolusi, relativisme dan sekularisme. Dimana hal-hal tersebut
menantang dan mengancam keyakinan Islam yang paling dasar.
ü Bagi Maryam Jameelah, peradaban modern barat terlahir sebagai
perpaduan antara ideology sekular Kristen dan nasionalisme sempit tradisi Yahudi,
yang didasarkan pada kesejarahan Kristen dan imperialisme budaya dan politik
tak terpisahkan.
3. Perempuan
ü Dalam semua tulisan Maryam Jameelah mengenai Islam, ia berdiri di
pihak ortodoks (tradisional).[18]
ü Maryam Jameelah menganggap kebiasaan–kebiasaan muslim talah
mengakar tanpa pernah berubah pada dan diperintah oleh Quran dan Sunah Nabi.
ü Kebencian barat terhadap purdah disebabkan oleh sifat kontradiksi
antara islam dan sekularisme barat dan khususnya “tingginya individualisme yang
mendominasi masyarakat modern sampai tingkat dimana perzinahan dianggap tidak
buruk sama sekali.
ü Jameelah menolak mereka yang berusaha membebaskan perempuan dengan
menghapuskan jilbab atau yang menganjurkan pendidikan campur pria perempuan,
pemberian hak suara, kerja di luar rumah, dan partisipasi perempuan di kehidupan publik sebagai
penyebar suatu kemodernan.
ü Maryam percaya peran seorang
perempuan bukanlah kotak suara tetapi pemeliharaan rumah tangga dan keluarga, sedangkan
para pria adalah aktor-aktor di panggung sejarah, fungsi perempuan adalah untuk
menjadi pembantu pria yang tersembunyi dari pandangan umum dibalik layar.
4.
Beberapa kritikan
Maryam Jameelah terhadap tokoh-tokoh pembaharu lainnya dikarenakan para tokoh
tersebut berfikir apolojetik yang disebabkan oleh dua hal yaitu: penalaran seperti ini merupakan
hasil dari kesalahpahaman dan kejahilannya tentang Islam; ataupun karena hasil
alami dari mentalitas orang yang kalah sehingga secara buta mereka terima nilai
budaya yang dominan sebagai kriteria tertinggi. Akibatnya, peradaban Barat
telah menjadi juri penilai atas kelebihan dan "kesalahan" Islam,
bukan sebaliknya.[19]
ü Sayyid Amir Ali, ia mengatakan bahwa bukunya The
Spirit of Islam yang terkenal itu adalah sesungguhnya suatu “Semangat
Kekafiran”.[20]
ü Maulana Abul Kalam Azad, seorang tokoh Universitas
Islam Aligarch, disebutnya sebagai
pelopor nasionalisme dan sekularisme di India Muslim.
ü Muhammad Abduh yang oleh kebanyakan kaum Muslim
dipandang sebagai perintis kebangkitan Islam, dituduh Jameelah sebagai pembawa
bencana besar kepada umat karena telah mengkompromikan ajaran-ajaran Islam
dengan imperialisme Inggris, dan telah membuka lebar pintu Mesir untuk masuknya
Westernisme.
ü Maryam Jameelah mengkritik buku Reinterpretation of Islam
karangan Asaf A. Fyzee. Maryam memperingatkan bahwa Islam akan mengalami nasib
yang sama dengan Yudaisme bila pengikut-pengikut modernnya berusaha mengubah
kepercayaan dan praktek-praktek keislaman.[21]
ü Kritik terhadap buku "Islam in Modern History" yang
ditulis oleh Prof. Wilfred Cantwell Smith, Direktur Islamic Institute di McGill
University, Montreal. Maryam menentang bagian demi bagian argumentasinya yang
mengatakan bahwa sekularisme dan westernisme itu cocok dengan Islam dan bahwa
"pembaharuan" Kemal Ataturk di Turki menawarkan model yang paling
baik untuk ditiru oleh negara-negara Islam lainnya.[22]
Daftar Pustaka
v Esposito. John L. & John O.Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam
Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002
v Jameelaah. Maryam. Islam and the Muslim Woman Today. Lahore:
Muhammad Yusuf Khan. 1976
v Jameelah. Maryam, Islam and Western Society. New Delhi: Adam
Publishers. 1982
v Jameelah. Maryam. Islam in
Theory and practice. Lahore: Muhammad Yusuf Khan. 1976
v Jameelah. Maryam. “This stranger, My Child,”in memoirs of childhood: (1945-1962): The Story of One Western Convert’s Quest for
the Truth .Lahore: Muhammad Yusuf Khan. 1982
v Jameelah Maryam Papers, The New York Public Library Humanities
and Social Sciences Library Manuscripts and Archives Division, Manuscripts
and Archives Division Staff April 2000 rev. 2005
v Jameelah Maryam . Menjemput Islam. Bandung: Al Bayan. 1992
v Jameelah Maryam. Islam dan Orientalisme. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 1997
v Jameelah Maryam.
Islam dan Modernisme, penterj. A. Jaenuri dan Syafiq A. Mughni Surabaya:
Usaha Nasional, t.th
v Jameelah Maryam. Maryam Jameelah pdf. http://azkamiru.files.wordpress.com/2010/01/maryamjamilah.pdf. Kamis 3 Oktober 2013.
pukul 22.05
v Khan Mohammad Yusuf. Surat Menyurat Maryam
Jamilah Maududi. penterj. Fathul Uman. Bandung: Mizan. 1983
v Mohammad Herry, dkk. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20.
Jakarta: Gema Insani. 2006
v Nurcholish Madjid. Pemikiran Islam di Kanvas
Peradaban. Jakarta: Edisi Digital. 2012
v Redaksi KSC. Maryam
Jameela : Masuk Islam Usai Diterpa Propaganda Yahudi. Republika Online,
2010. Kamis 3 Oktober 2013. pukul 21.00
[1] Yahudi
memiliki tiga macam yaitu: Yahudi Ortodox; Yahudi Konserfatif; Yahudi Reform.
Maryam Jameelah merupakan penganut Yahudi Reform yang bersifat liberal dan
lebih terbuka, hal ini dapat diliha dari diperbolehkannya seorang Yahudi
memakan Babi.
[2] John L.Esposito
& John O.Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002), h. 45
[3] Maryam
Jameelah, “This stranger, My Child,”in
memoirs of childhood: (1945-1962):
The Story of One Western Convert’s
Quest for the Truth (Lahore: Muhammad Yusuf Khan, 1982), h. 91
[4] Ibid, h. 108
[5] Herry
Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani, 2006), 220
[6] Maryam
Jameelah, Islam in Theory and practise(Lahore:
Muhammad Yusuf Khan, 1976), p.11
[7] Ibid, p. 193
[8] Maryam
Jameelah, At Home In Pakistan
(1962-1989) (Lahore: Muhamad Yusuf Khan 1990), preface
[9]
Maryam Jameelah Papers, The New York Public Library Humanities and Social
Sciences Library Manuscripts and Archives Division, (Manuscripts and
Archives Division Staff April 2000 rev. 2005), pdf, h. 1
[10] John
L.Esposito & John O.Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, h.
51
[11] Maryam
Jameelah, Islam and Western Society,(New Delhi: Adam Publishers, 1982),
h. 289
[12] Maryam
Jameelah, Islam and Western Society, h. 12-13
[13] Maryam
Jameelah, Islam dan Modernisme, penterj. A. Jaenuri dan Syafiq A. Mughni
(Surabaya: Usaha Nasional, t.th). hlm. 24-25.
[14] Maryam
Jameelaah, Islam and the Muslim Woman Today, (Lahore: Muhammad Yusuf
Khan, 1976), h. 9
[15] Maryam
Jameelah, Islam dan Orientalisme, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1997), h. x
[16] Maryam
Jameelah, Islam dan Orientalisme, h. xi
[17]Redaksi KSC, Maryam Jameela : Masuk Islam Usai Diterpa
Propaganda Yahudi, (Republika Online, 2010), h. 2, Kamis 3 Oktober 2013,
pukul 21.00
[18] Maryam
Jameelah, Menjemput Islam, (Bandung: Al-Bayan, 1992), h. 142
[19] Mohammad Yusuf Khan, Surat Menyurat Maryam
Jamilah Maududi, penterj. Fathul Uman, (Bandung: Mizan, 1983)
[20] Nurcholish Madjid, Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban,
(Jakarta: Edisi Digital, 2012), h. 1841
[21] Maryam
Jameelah, Menjemput Islam, (Bandung: Al Bayan, 1992), h. 142
[22] Maryam
Jameelah, Maryam Jameelah pdf, http://azkamiru.files.wordpress.com/2010/01/maryamjamilah.pdf, h. 4, Kamis 3
Oktober 2013, pukul 22.05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar