Selasa, 03 Desember 2013

Maryam Jameelah



Revisi makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Pemikiran Modern dalam Islam

Oleh:
Ika Wahyu Susanti
1111032100039
Martia Awaliah
1111032100059
Waslan
1111032100017





PERBANDINGAN AGAMA– B FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013


Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir, suara muslimah mulai marak di dengungkan. Namun jika kita melihat islam abad 20, suara pria sangat mendominasi, dari modernisme islam seperti Muhammad Abduh dan gerakan Salafiyyanya pada awal abad 20 sampai tulisan-tulisan dan kegiatan para aktivis dan gerakan-gerakan islam kontemporer dari tulisan dan pidato ulama sampai pidato dan tulisan banyak professional Muslim yang berpendidikan yang semakin menggunakan simbolisme dan retorika islam untuk mengkritik masyarakat mereka dan untuk merencanakan masa depan yang lebih berakar islam. Maryam Jameelah adalah salah satu di antara sedikit perempuan yang melewati dinding pemisah gender. Selama beberapa decade ia telah menjadi suara yang lantang dalam mempertahankan islam tradisional. Buku dan artikelnya yang banyak jumlahnya telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, antara lain Urdu, Arab, Persia, Turki, Bengali, dan Indonesia.

Dunia mengenal tokoh yang satu ini sebagai seorang intelektual serta penulis ternama di bidang agama, filsafat, maupun sejarah. Maryam Jameela, demikian nama muslimnya. Ia telah menghasilkan sejumlah karya yang cukup penting dalam khazanah pemikiran Islam, antara lain Islam and Western Society : A Refutation of the Modern Way of Life; Islam and Orientalis; Islam in Theory and Practice; dan 'Islam and the Muslim Woman Today'.

Bibliografi Maryam  Jameelah
Maryam Jameelah, merupakan orang Yahudi Amerika[1], pada tanggal 23 mei 1934, di New Rochelle, New York.[2] Buyutnya beremigrasi dari Jerman ke Amerika pada abad 19. Dia dibesarkan di Westchester, New York. Orang tuanya merupakan seorang Yahudi tidak taat yang beberapa tahun kemudian memutuskan hubungan dengan Judaisme, lalu bergabung dalam masyarakat Budaya Etis (Ethical Culture society) dan akhirnya gereja Unitarian.
            Margaret atau biasa dipanggil Peggy adalah anak yang tidak biasa dalam beberapa hal, anak yang kepribadian dan orientasi intelektual/ keagamaanya sering berlawanan dengan norma dan harapan budayanya sendiri. Secara sosial dan psikologis, Maryam seringkali tidak cocok dengan banyak aspek dari budayanya. Meskipun dianggap sebagai anak yang cerdas dan berbakat, sejak kecil ia mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri secara sosial: di sekolah, diperkemahan musim panas, dan disituasi sosial yang lain. Walaupun ia punya teman di awal-awal masa sekolah dan diperkemahan musim panas, ia tidak pernah terlihat cocok atau mempertahankan pertemanannya itu. Guru-gurunya sering membuat pengecualian untuk kepribadian dan minatnya. Pada waktu ia menyampaikan minatnya untuk kembali ke perkemahan di mana ia merasa senang, kepala sekolah menolak usulannya karena mengetahui “kebiasaan nyentriknya” dan kebutuhannya terhadap pengawasan penuh. Akibatnya, Margaret merasa terasing dari masyarakat dan sering mengalami penolakan sosial. Dalam surat yang ditulis untuk Margaret beberapa tahun kemudian, ibunya menggambarkan anak perempuannya itu sebagai gadis yang menarik dan sangat cerdas tetapi juga “sangat gelisah, sensitif, tegang, dan penuntut.” Sifat-sifat masalah ini terus memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan Margaret, perkembangan diri, intelektual, dan keagamaannya.
            Pada tahun pertama sekolah, Margaret Marcus kelihatan terpesona dengan “timur” dan semakin bersikap kritis terhadap budaya Barat. Lukisan, bacaan sejarah dan politik, serta selera musiknya lebih global dari Barat: Cina, Timur Tengah, Asia Selatan. Dengan latar belakang Yahudi, ia mempunyai minat khusus dan tertarik pada orang Arab dan Muslim, dari politik sampai budayanya. Kesukaannya pada opera dan music klasik Barat di masa kecil pada umur belasan berganti dengan kekaguman pada musk Arab, sejarah Arab dan Muslim, serta politik. Dibesarkan dalam masyarakat, budaya, dan keluarga yang pada umumnya mendukung pendirian Israel dan sering kali menjelekkan Arab Islam, bagaimanapun ia merasa terguncang oleh Zionisme dan sangat menaruh perhatian terhadap kemalangan orang-orang Arab Palestina.
            Margaret masuk universitas  New York pada tahun 1953. Dalam periode kehidupan inilah, pecarian akan identitas dan keagamaannya mencapai puncaknya. Krisis identitasnya ditunjukan dalam banyak cara. Sebagai mahasiswa tahun pertama, studinya diiringi kembali dengan usaha singkat untuk memperoleh  kembali warisan Yahudinya serta merangkul Judaisme ortodoks. Ia juga bergabung dalam organisasi pemuda Zionis hanya untuk menyimpulkan bahwa: “apa yang sama antara aku dengan mereka? Tidak ada! Sama sekali tidak ada!” Margaret kemudian bertengkar sebentar dengan gerakan Bahai. Akhirnya karena simpati pemimpin Bahai terhadap Zionisme dan tuduhannya bahwa, “kamu adalah salah satu di antara pelarian yang membenci orang-orangmu sendiri melebihi benci terhadap orang kafir” yang menyebabkan Margaret hengkang.
            Pada musim panas tahun 1953, Margaret menderita gangguan kegelisahan. Saat ini merupakan waktu yang sangat sulit baginya:
Meskipun saya  baru memasuki umur 19 tahun, bagi saya seolah-olah hidup saya sudah hampir berakhir. Saya takut, capek, tertekan dan putus asa karena tidak menemukan apapun kecuali penolakan demi penolakan jika saya berusaha menemukan tempat saya dalam masyarakat. Saya terombang ambing, tidak tahu apa yang harus saya lakukan kemudian atau kemana hendak pergi? Judaisme tereformasi, Yudaisme Ortodox, Budaya Etis atau Bahai tidak menghiburku dalam kemalangan ini.[3]
Pada titik waktu inilah ia menoleh lagi ke islam, menenangkan dirinya dengan membaca Quran. Dalam hal ini terdapat dua intelektual Yahudi punya pengaruh yang besar atas kembalinya Margaret ke islam pada tahun 1955, Muhammad Asad, orang austria yang masuk islam, dan profesor abraham Katsh, seorang rabbi yang mengajar di universitas New York. Asad (leopol weiss) adalah intelektual muslim yang disegani dan penasihat pemerintah-pemerintah muslim. Margaret menemukan cerita tentang pergantian agamanya . the road to mecca (jalan ke mekkah) yang terbukti menjadi sumber inspirasi yang besar dan ketetapan hati untuk menjadi muslim. Ironisnya, kuliah Ibrahim Katsh tentang judaisme dalam islam yang mempelajari pengaruh Yahudi pada Quran dan perkembangan awal islam tidak membuat Margaret percaya keabsahan tema kuliah itu tapi berpengaruh sebaliknya: “meskipun Profesor Katsh telah berupaya membuktikan pada para mahasiswanya mengapa Yudaisme lebih unggul dari islam, secara paradoks, ia telah mengubah saya ke posisi sebaliknya.” Margaret berkesimpulan: “dan saya masih Yahudi atau paling tidak semua orang mengira begitu tetapi di dalam hati saya bukan lagi Yahudi.”[4]
Selain mempelajari Islam secara formal, Maryam juga membaca literatur sejarah bangsa Arab. Dalam literature sejarah Maryam menemukan bahwa Islam besar dan agung bukan karena bangsa Arab, melainkan justru orang Arab menjadi beradab karena Islam.[5] Kemudian ketetapan hatinya untuk menjadi seorang muslim baru terpenuhi pada tahun 1961. Kesehatan Margaret memburuk, dia menjadi lebih suka menyendiri dan akhirnya dimasukan rumah sakit jiwa karena shizofrenia antara tahun 1957 dan 1959.
            Setelah keluar, Margaret aktif berkecimpung dalam perkumpulan-perkumpulan dan misi Islam di New York serta berkorespondensi dengan pemimpin-pemimpin Islam di luar negeri, terutama dengan Maulana Abul Ala Maududi, pemimpin Jama’ati Islam Pakistan (Islam Society). Keputusannya untuk secara resmi memeluk Islam dan korespondensinya dengan Maududi menandai titik balik yang menentukan arah tunggal hidup dan usahanya.
            Pada tanggal 24 mei 1961, Margaret Marcus menjadi muslim dengan membaca Syahadat dan memakai nama Maryam Jameelah. Ia menganggap pergantian agamanya bukan sebagai penolakan terhadap Yudaisme, melainkan lebih merupakan berpalingnya ke islam di mana ia menemukan  terpenuhinya misi dan wahyu Ibrahim. Memikirkan pergantian agamanya, ia melihat dirinya meninggalkan Yudaisme modern yang sekularisme dan meterialisme modernnya telah mengungguli aspek-aspek religiusnya, karena wahyu islam yang lebih revolusioner dan universal: “saya tidak memeluk islam karena kebencian terhadap warisan nenek moyang atau masyarakat saya. Itu bukanlah keinginan untuk menolak melainkan keinginan untuk memenuhi. Bagi saya, itu berarti transisi dari sekarat dan picik menuju kepuasan beragama yang dinamis dan revolusioner dengan supremasi universalnya.”[6] Selama tahun berikutnya, peristiwa-peristiwa dalam hidupnya tampak menyatu dan menjadi jawaban bagi rasa keterasingan dan kecemasan atas masa depannya. Perpindahan agama Maryam Jameelah dan berlanjutnya ketidakmampuan untuk mendapat pekerjaan dan menyesuaikan diri dengan masyarakat Amerika, serta ayahnya yang mau pensiun yang berarti hilangnya sokongan keuangannya akhirnya menggerakannya menerima undangan Maulana Maududi untuk beremigrasi ke Pakistan: “saya tidak punya keberanian untuk memutus pertalian dengan masa lalu saya, tetapi sekarang keadan saya disini sudah tidak bisa di toleransi lagi dan saya tahu saya tidak akan bisa berfungsi dalam masyarakat ini, sekarang saya yakin bahwa satu-satunya penyelamatan bagi saya adalah pergi dan tinggal di negara muslim.”[7] Dalam keputusan ini ia didukung banyak teman muslimnya di New York dan juga para pemimpin muslim internasional ternama, seperti Maududi, orang yang diajaknya berkorespondensi dari tahun 1960 sampai 1962, dan Dr Said Ramadan, menantu Hasan al-banna, pendiri persaudaraan Islam Mesir. Maka dimulailah babak kedua kehidupannya di Pakistan. 
            Maryam Jameelah tiba di Pakistan pada tahun 1962 dan awalnya tinggal dengan Maulana Maududi dan keluarganya. Ia melihat hari-hari pertamanya sebagai “periode yang paling penting dan menentukan dalam hidupnya (1962-1964). Selama waktu ini, setelah masa remaja yang panjang dan tidak lumrah, saya matang menjadi dewasa, tumbuh benar-benar mandiri lepas dari orang tua, mengembangkan karier menulis, menikah dan akhirnya menjadi seorang ibu.”[8]
            Pada tahun 1963, ia menikah dengan Muhammad Yusuf Khan, seorang pekerja penuh di Jama’ati Islaminya Maududi. Ia menjadi isteri kedua dan memberinya empat anak. Tinggal dengan istri lain suaminya, dalam komplek keluarga yang termasuk di dalamnya keluarga besar, Maryam Jameelah memulai kariernya sebagai pembela islam (muslim apologist) yang berbicara pada dunia islam maupun pada barat. Buku, artikel, dan tinjauannya yang ditulis dalam bahasa Inggris tetapi sering diterjemahkan ke bahasa-bahasa muslim, mengenengahkan interpretasi islam yang tradisionalis dan reaksi polemik terhadap barat yang mewakili segmen penting orang-orang islam dan telah menemukan banyak pengagum di dunia muslim. Selain itu Maryam Jameelah juga merupakan seorang editor penerjemahan karya Al-Mawdudi ke dalam Bahasa Inggris.[9]

TEMA-TEMA UTAMA DALAM TULISAN MARYAM JAMEELAH
Islam dan Modernisasi/Masyarakat Barat
Banyak dari tulisan Maryam Jameelah ditujukan melawan pengaruh kuat barat terhadap masyarakat-masyarakat muslim serta masalah reformasi Islam. Reaksinnya terhadap kehidupan Barat modern sangat mempengaruhi sikapnya terhadap semua bentuk reformasi religius. Pada dasarnya ia seorang romantis, seorang tradisionalis yang kukuh menentang mereka yang merusakan pandangannya tentang “islam klasikal” atau, mungkin lebih tepatnya, “tradisi islam” (ia cenderung mengambil posisi yang sama berkaitan dengan agama-agama lain juga). Bagi Jameelah, masa lalu bukan untuk dkritik atau dimodifikasi dengan cara subtantif tetapi secara menyeluruh dirangkul. Ia percaya bahwa keseluruhan tradisi islam adalah secarik kain yang utuh yang tidak bisa diubah:
Saya setuju dengan Maulana Maududi bahwa kita wajib menerima keseluruhan islam, bukan hanya  Quran, Hadits dan Sunnah tapi juga empat imam dan penafsir ortodoks tradisional mereka, warisan tasawuf (sufisme, mistisisme), bersama-sama dengan semua seni dan sains yang berkembang dalam peradaban islam, keseluruhan warisan budaya dan estetika dari budaya itu, dan sejarah islam dari tahun 1924 pada waktu Attaturk menghapus khilafat dan mengubah negerinya menjadi negara yang sepenuhnya sekuler.[10]
Jameelah bersikap kritis terhadap para reformis pra-modern maupun modern. Meskipun begitu, walaupun ia mungkin mengagumi pemimpim-pemimpin dan gerakan-gerakan kebangkitan Islam abad 18 yang menuntut hak untuk mengesampingkan interpretasi islam tradisional dan kembali langsung ke wahyu, ia telah secara konsisten bersikap kritis terhadap usaha mereka untuk menolak atau mereformasi interpretasi/ajaran atau institusi islam tradisional.

Modernisasi dan Westernisasi
            Bagi Maryam Jameelah, masalah modernisasi dan perubahan, suatu pemberhalaan baru, memukul jantung hati islam: “pemujaan terhadap Allah dan penyerahan diri pada kehendakNya melalui ketaatan sepenuh hati pada wahyu Ilahi dengan cepat berganti pada pemujaan baru terhadap hal yang rendah ketika kita semakin menuhankan perubahan, modernisasi, pembangunan dan kemajuan”[11] Maryam percaya bahwa modernnisasi berarti westernisasi dan di dalamnya ada evolusi, relativisme dan sekularisme. Hubungan islam dengan modernisasi dan pembangunan tidak hanya merupakan masalah intelektual dan teologikal, tetapi bagi orang-orang islam adalah masalah hidup dan mati yang menantang dan mengancam keyakinan islam yang paling dasar.
            Bagi Maryam Jameelah, peradaban barat modern terlahir sebagai perpaduan antara ideologi sekuler kristen post-reformasi (sekularisme kristen) dan nasionalisme sempit tradisi Yahudi. Pemahaman dan analisisnya tentang modernisasi berdasar pada persangkaan bahwa kesejarahan kristen dan imperialisme budaya dan politik tidak terpisahkan.
            Keburukan modernisasi dan westernisasi dalam hal penjajahan budaya terjadi tidak hanya di dunia Muslim tapi juga di seluruh dunia non-Eropa. Westernisasi Asia, Afrika, dan Amerika latin telah menyebabkan sterilitas intelektual dan identitas budaya yang tidak harmonis. Lain dengan islam, budaya kontemporer menunjukan tidak adanya nilai-nilai moral dan spiritual yang universal.
            Jameelah percaya bahwa Westernisasi merupakan kekuatan yang paling jahat dan merusak dalam dunia muslim, peninggalan kolonialisme eropa dan proses universal terulang diseluruh dunia non-Barat: “Reaksi untuk melepaskan diri dari tangan imperialisme Barat, perkembangan Westernisasi adalah cerita yang sama, terulang dengan monotonitas yang menyedihkan di mana-mana di antara semua masyarakat non-Eropa”[12]
Menurut Maryam Jameelah westernisme adalah proses pengambil alihan secara Mutlak apa yang ada di Barat sebagai negara yang maju dan modern ke dalam dunia Islam, baik dari segi filsafat Barat yang bertumpu pada Materialisme, maupun dari segi kebudayaan dan peradaban yang dihasilkan dari filsafatnya tersebut. Karena itu  apapun bentuk modernisasi yang dilakukan di negara - negara Islam pada akhirnya melaju ke muara pemberontakan secara radikal terhadap agama, sehingga memunculkan sebuah proses sekularisasi, karena konsep mate rialisme  Barat bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam pandangan Mariam Jameelah pada intinya modernisasi merupakan proses sekularisasi dan westernisasi, ia menolak pembaharuan seperti itu. Pembaharuan dalam Islam bukanlah pembaharuan dalam pengertian pemberontakan terhadap ajaran agama.Tetapi memperbaharui atau reformasi (menata kembali) cara pandang terhadap agama, cara berpikir dan penghayatan terhadap ajaran agama yang disesuaikan dengan semangat dan perkembangan zaman.[13]

Perempuan
            Masalah perempuan islam dan peran mereka dalam masyarakat menjadi contoh utama bagi perhatian dan pembelaan Maryam Jameelah Terhadap islam melawan pengaruh Barat dan juga elit muslim. Status dan peran perempuan telah menjadi nilai dan perhatian utama dalam sejarah dan masyarakat islam. Arti penting ini tercermin dalam hukum keluarga Muslim (perkawinan, perceraian dan warisan) yang menjadi jantung hukum islam (syariah). Pada abad 20 banyak negara muslim memperkenalkan perundang-undangan  reformasi yang mempengaruhi  perkawinan (perkawinan anak-anak dan poligami), perceraian dan pewarisan. Reformasi ini sering  di undang-undangkan atau diperintahkan dari atas oleh elit berorientasi barat. Meskipun disetujui, undang-undang itu sebenarnya tidak sepenuhnya diterima dan dipahami oleh para pemimpin agama yang lebih tradisional dan para pengikut mereka, dan pada tahun-tahun terakhir telah menjadi subyek perdebatan dan pertikaian. Republik islam Iran mencabut reformasi hukum keluarga modern syah dan di Pakistan pemerintahan yang berturut-turut telah ditekan oleh para pemimpin keagamaan untuk melakukan hal yang sama dengan ordonansi Undang-undang keluarga pakistan.
            Perlakuan Maryam Jameelah terhadap islam dan perempuan selama ini konsisten dan gigih. Mulai tahun 1976 ia membicarakan feminis barat dan juga perempuan islam. Dengan menggabungkannya pada visinya tentang islam klasik dan kebenciannya terhadap reformasi modern sebagai produk dari pelaku westernisasi muslim, Jameelah sekali lagi memerankan dirinnya sebagai pembela ortodoxy. Memang ia sungguh-sungguh memulai membuktikan keunggulan ajaran-ajaran islam tentang poligami perceraian dan purdah (pemisahan jenis kelamin). Dengan menuduh bahwa undang-undang keluarga telah dirusak dibanyak negara muslim, jameelah menyebut reformasi sebagai terbudaknya mental terhadap nilai-nilai peradaban barat.” Ia menganggap kebiasaan–kebiasaan muslim ini sebagai berakar tanpa pernah berubah pada dan diperintah oleh   Quran dan Sunah Nabi. Ia bersikeras bahwa kebencian barat terhadap purdah disebabkan oleh sifat kontradiksi antara islam dan sekularisme barat dan khususnya “tingginya individualisme yang mendominasi masyarakat modern sampai tingkat dimana perzinahan dianggap tidak buruk sama sekali.” Kritik-kritik modern (Barat dan Muslim) yang sama terhadap purdah ditolak dengan cara yang mirip karena menganjurkan reformasi yang berdasar pada “nilai-nilai budaya yang sesat” yang benar-benar mengacaukann peran pria dan perempuan. Jameelah menolak mereka yang berusaha membebaskan perempuan dengan menghapuskan jilbab atau yang menganjurkan pendidikan campur pria perempuan, pemberian hak suara, kerja di luar rumah, dan partisipasi  perempuan di kehidupan publik sebagai penyebar suatu kemodernan, cita-cita Barat yang mengganggap kehormatan dan respek bukan berasal dari dipenuhinya peran tradisional (islam) perempuan sebagai istri atau ibu tetapi berasal dari kemamuan perempuan modern (barat) untuk melakukan dengan berhasil fungsi-fungsi pria dan dalam waktu yang sama mempertontonkan kecantikan fisiknya. Ia percaya, pemikiran-pemikiran seperti itu berlawanan dengan islam dimana peran seorang perempuan bukanlah kotak suara tetapi pemeliharaan rumah tangga dan keluarga, sedangkan para pria adalah aktor-aktor di panggung sejarah, fungsi perempuan adalah untuk menjadi pembantu pria yang tersembunyi dari pandangan umum dibalik layar.”[14] Jameelah meninjau pengaruh gerakan feminis di Barat dan secara selektif mengutip komentator Barat seperti Max Lerner (“kita hidup dimasyarakat Babilonia”) untuk mendukung kesimpulannya bahwa konsekuensi-konsekuensi sosial gerakan feminis dan idenya yang disebut “emansipasi perempuan” adalah epidemik kejahatan, ingkar hukum dan diturutkannya keinginan terhadap seks haram sebagai akibat dari benar-benar hancurnya keluarga.
            Sumbangan Maryam Jameelah pada pemahaman diri muslim menjangkau mulai dari paruh terakhir abad 20 sampai awal milenium baru. Di dunia yang didominasi penerjemah-penerjemah islam pria, ia adalah satu diantara banyak perempuan islam yang menegaskan haknya untuk menginterpretasikan Islam serta mengkritik sarjana-sarjana muslim maupun non-muslim. Ia menjadi suara konservatif yang tulisan-tulisan produktifnya menjangkau banyak isu-isu utama yang dihadapi orang-orang Islam. Jika pembelaannya terhadap tradisi membuatnya banyak mempunyai pengagum, kritik dan penolakannya terhadap reformis Islam dan juga Barat mengurangi pengaruh Jameelah. Sekarang ini dibagian dunia Islam semakin banyak perempuan yang mencari jalan baru pemberdayaan, pendefinisian ulang Islam dan hubungan gender. Bagi banyak orang, jameelah mewakili konservatisme sesungguhnya yang berusaha mereka gantikan, yang bagaimanapun adalah suatu  orientasi yang masih menikmati dukungan luas dibanyak bagian dunia Islam. Apapun hasil akhirnnya, Maryam Jameelah telah memainkan peran seorang pelopor sebagai intelektual Muslim aktivis yang membuat ia benar-benar salah satu dari pemikir Islam kontemporer.

Kesimpulan
            Berdasarkan bibliografi di muka dapat di tarik benang merah bahwa Maryam Jamellah merupakan seorang Yahudi Reform yang bersifat liberal. Maryam Jameelah mengenal Islam melalui proses yang panjang, pada tahun 1961 ia menjadi seorang mualaf. Beberapa alasan Maryam Jameelah memeluk agama Islam yaitu:
·         Maryam Jameelah merupakan pemeluk Yahudi yang mengakui bahwa Tuhan itu satu atau bisa disebut dengan monoteisme. Sehingga ia percaya bahwa Islam adalah cabang dari Yahudi.
·         Maryam Jameelah menganggap bahwa bangsa Arab adalah kaum semitik seperti Yahudi dengan nenek moyang yang sama, hal ini didasarkan pada abad ke-18 dan 19 bahwa bangsa Arab berhasil mempertahankan keutuhan warisan rumpun Semitnya itu.[15]
·         Menurut Maryam Jameelah semakin jauh ia mempelajari Islam semakin meyakinkannya bahwa bukan saja merupakan satu-satunya jalan menuju kebenaran dan kesempurnaan jiwa tetapi obat paling manjur untuk menyembuhkan penyakit jiwa.[16] 
·         Maryam Jameelah merasa tertantang untuk membuktikan bahwa segala yang diterimanya di perkuliahan ini lebih bernuansa kebencian kepada Islam. Tetapi Maryam Jameelah justru banyak melihat kekeliruan dalam agama Yahudi, sebaliknya menemukan kebenaran pada Islam.[17] Kemudian hasil telaah yang ia dapatkan ia curahkan kepada Abu A’la Al-Mawdudi.
·         Maryam Jameelah berpaham sangat tertutup (ortodox), karena ia takut Al Maududi marah bila Maryam menentang pendapatnya.
Kelemahan Maryam Jameelah:
·         Menurut Maryam Jameelah, masa lalu bukan untuk di kritik atau di modifikasi dengan cara subtantif tetapi secara menyeluruh.
·         Tidak begitu memahami Bahasa Arab termasuk Al Quran.
·         Maryam adalah seorang yang anti terhadap Kristen, karena Islam dan Yahudi anti Kristen.
Pemikiran pembaharuan Maryam Jameelah dapat di golongkan menjadi tiga tema yaitu:
1.      Islam dan Modernisasi / Masyarakat Barat
ü  Menurut Jameelah, masa lalu bukan untuk dkritik atau dimodifikasi dengan cara subtantif tetapi secara menyeluruh dirangkul. Karena ia percaya bahwa keseluruhan tradisi islam adalah satu kesatuan yang tidak dapat dirubah maupun dipisahkan.
ü  Maryam  Jameelah bersikap kritis terhadap usaha orang-orang yang menolak atau mereformasi interpretasi/ajaran atau institusi islam tradisional.
2.      Modernisasi dan Westernisasi
ü  Menurut Maryam Jameelah modernisasi dan westernisasi adalah sesat.
ü  Menurut Maryam bahwa modernnisasi berarti westernisasi dan di dalamnya ada evolusi, relativisme dan sekularisme. Dimana hal-hal tersebut menantang dan mengancam keyakinan Islam yang paling dasar.
ü  Bagi Maryam Jameelah, peradaban modern barat terlahir sebagai perpaduan antara ideology sekular Kristen dan nasionalisme sempit tradisi Yahudi, yang didasarkan pada kesejarahan Kristen dan imperialisme budaya dan politik tak terpisahkan.
3.      Perempuan
ü  Dalam semua tulisan Maryam Jameelah mengenai Islam, ia berdiri di pihak ortodoks (tradisional).[18]
ü  Maryam Jameelah menganggap kebiasaan–kebiasaan muslim talah mengakar tanpa pernah berubah pada dan diperintah oleh   Quran dan Sunah Nabi.
ü  Kebencian barat terhadap purdah disebabkan oleh sifat kontradiksi antara islam dan sekularisme barat dan khususnya “tingginya individualisme yang mendominasi masyarakat modern sampai tingkat dimana perzinahan dianggap tidak buruk sama sekali.
ü  Jameelah menolak mereka yang berusaha membebaskan perempuan dengan menghapuskan jilbab atau yang menganjurkan pendidikan campur pria perempuan, pemberian hak suara, kerja di luar rumah, dan partisipasi  perempuan di kehidupan publik sebagai penyebar suatu kemodernan.
ü   Maryam percaya peran seorang perempuan bukanlah kotak suara tetapi pemeliharaan rumah tangga dan keluarga, sedangkan para pria adalah aktor-aktor di panggung sejarah, fungsi perempuan adalah untuk menjadi pembantu pria yang tersembunyi dari pandangan umum dibalik layar.
4.      Beberapa kritikan Maryam Jameelah terhadap tokoh-tokoh pembaharu lainnya dikarenakan para tokoh tersebut berfikir apolojetik yang disebabkan oleh dua hal yaitu: penalaran seperti ini merupakan hasil dari kesalahpahaman dan kejahilannya tentang Islam; ataupun karena hasil alami dari mentalitas orang yang kalah sehingga secara buta mereka terima nilai budaya yang dominan sebagai kriteria tertinggi. Akibatnya, peradaban Barat telah menjadi juri penilai atas kelebihan dan "kesalahan" Islam, bukan sebaliknya.[19]
ü  Sayyid Amir Ali, ia mengatakan bahwa bukunya The Spirit of Islam yang terkenal itu adalah sesungguhnya suatu “Semangat Kekafiran”.[20]
ü  Maulana Abul Kalam Azad, seorang tokoh Universitas Islam  Aligarch, disebutnya sebagai pelopor nasionalisme dan sekularisme di India Muslim.
ü  Muhammad Abduh yang oleh kebanyakan kaum Muslim dipandang sebagai perintis kebangkitan Islam, dituduh Jameelah sebagai pembawa bencana besar kepada umat karena telah mengkompromikan ajaran-ajaran Islam dengan imperialisme Inggris, dan telah membuka lebar pintu Mesir untuk masuknya Westernisme.
ü  Maryam Jameelah mengkritik buku Reinterpretation of Islam karangan Asaf A. Fyzee. Maryam memperingatkan bahwa Islam akan mengalami nasib yang sama dengan Yudaisme bila pengikut-pengikut modernnya berusaha mengubah kepercayaan dan praktek-praktek keislaman.[21]
ü  Kritik terhadap buku "Islam in Modern History" yang ditulis oleh Prof. Wilfred Cantwell Smith, Direktur Islamic Institute di McGill University, Montreal. Maryam menentang bagian demi bagian argumentasinya yang mengatakan bahwa sekularisme dan westernisme itu cocok dengan Islam dan bahwa "pembaharuan" Kemal Ataturk di Turki menawarkan model yang paling baik untuk ditiru oleh negara-negara Islam lainnya.[22]







Daftar Pustaka

v  Esposito. John L. & John O.Voll. Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002
v  Jameelaah. Maryam. Islam and the Muslim Woman Today. Lahore: Muhammad Yusuf Khan. 1976
v  Jameelah. Maryam, Islam and Western Society. New Delhi: Adam Publishers. 1982
v  Jameelah. Maryam. Islam in Theory and practice. Lahore: Muhammad Yusuf Khan. 1976
v  Jameelah. Maryam. “This stranger, My Child,”in memoirs of childhood: (1945-1962): The Story of One Western Convert’s Quest for the Truth .Lahore: Muhammad Yusuf Khan. 1982
v  Jameelah Maryam Papers, The New York Public Library Humanities and Social Sciences Library Manuscripts and Archives Division, Manuscripts and Archives Division Staff April 2000 rev. 2005
v  Jameelah Maryam . Menjemput Islam. Bandung: Al Bayan. 1992
v  Jameelah Maryam. Islam dan Orientalisme. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1997
v  Jameelah Maryam. Islam dan Modernisme, penterj. A. Jaenuri dan Syafiq A. Mughni Surabaya: Usaha Nasional, t.th
v  Jameelah Maryam. Maryam Jameelah pdf. http://azkamiru.files.wordpress.com/2010/01/maryamjamilah.pdf.   Kamis 3 Oktober 2013. pukul 22.05
v  Khan Mohammad Yusuf. Surat Menyurat Maryam Jamilah Maududi. penterj. Fathul Uman. Bandung: Mizan. 1983
v  Mohammad Herry, dkk. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani. 2006
v  Nurcholish Madjid. Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban. Jakarta: Edisi Digital. 2012
v  Redaksi KSC.  Maryam Jameela : Masuk Islam Usai Diterpa Propaganda Yahudi. Republika Online, 2010. Kamis 3 Oktober 2013. pukul 21.00




[1] Yahudi memiliki tiga macam yaitu: Yahudi Ortodox; Yahudi Konserfatif; Yahudi Reform. Maryam Jameelah merupakan penganut Yahudi Reform yang bersifat liberal dan lebih terbuka, hal ini dapat diliha dari diperbolehkannya seorang Yahudi memakan Babi.
[2] John L.Esposito & John O.Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo     Persada, 2002), h. 45
[3] Maryam Jameelah, “This stranger, My Child,”in memoirs of childhood: (1945-1962): The Story of One Western Convert’s Quest for the Truth (Lahore: Muhammad Yusuf Khan, 1982), h. 91
[4] Ibid, h. 108
[5] Herry Mohammad, dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), 220
[6] Maryam Jameelah, Islam in Theory and practise(Lahore: Muhammad Yusuf Khan, 1976), p.11
[7] Ibid, p. 193
[8] Maryam Jameelah, At Home In  Pakistan (1962-1989) (Lahore: Muhamad Yusuf Khan 1990), preface
[9] Maryam Jameelah Papers, The New York Public Library Humanities and Social Sciences Library Manuscripts and Archives Division, (Manuscripts and Archives Division Staff April 2000 rev. 2005), pdf, h. 1
[10] John L.Esposito & John O.Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, h. 51
[11] Maryam Jameelah, Islam and Western Society,(New Delhi: Adam Publishers, 1982), h. 289
[12] Maryam Jameelah, Islam and Western Society, h. 12-13
[13] Maryam Jameelah, Islam dan Modernisme, penterj. A. Jaenuri dan Syafiq A. Mughni (Surabaya: Usaha Nasional, t.th). hlm. 24-25.

[14] Maryam Jameelaah, Islam and the Muslim Woman Today, (Lahore: Muhammad Yusuf Khan, 1976), h. 9
[15] Maryam Jameelah, Islam dan Orientalisme, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), h. x
[16] Maryam Jameelah, Islam dan Orientalisme, h. xi
[17]Redaksi KSC,  Maryam Jameela : Masuk Islam Usai Diterpa Propaganda Yahudi, (Republika Online, 2010), h. 2, Kamis 3 Oktober 2013, pukul 21.00
[18] Maryam Jameelah, Menjemput Islam, (Bandung: Al-Bayan, 1992), h. 142
[19] Mohammad Yusuf Khan, Surat Menyurat Maryam Jamilah Maududi, penterj. Fathul Uman, (Bandung: Mizan, 1983)


[20] Nurcholish Madjid, Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, (Jakarta: Edisi Digital, 2012), h. 1841
[21] Maryam Jameelah, Menjemput Islam, (Bandung: Al Bayan, 1992), h. 142
[22] Maryam Jameelah, Maryam Jameelah pdf,  http://azkamiru.files.wordpress.com/2010/01/maryamjamilah.pdf, h. 4, Kamis 3 Oktober 2013, pukul 22.05
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar