Sabtu, 30 November 2013

RELASI GENDER DALAM AGAMA HINDU

RELASI GENDER DALAM AGAMA HINDU

Makalah Revisi Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Relasi Gender dalam Agama-agama
Dosen Pembimbing     : Hj. Siti Nadroh, MA
Oleh :
Rini Farida (1111032100057)
Mila Kamilah (1111032100051)


JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
BAB I
Pendahuluan
Kesetaraan merupakan sendi utama proses demokrastisasi karena menjamin terbukanya akses dan peluang bagi seluruh elemen masyarakat. Tidak tercapainya cita-cita demokrasi seringkali dipicu oleh perlakuan yang diskriminatif dari mereka yang dominan baik secara struktural maupun secara kultural. Perlakuan diskriminatif ini merupakan konsekusensi logis dari suatu pandangan yang bias dan posisi asimetris dalam relasi sosial. Perlakuan diskriminatif dan ketidaksetaraan tersebut dapat menimbulkan kerugian dan menurunkan kesejahteraan hidup bagi pihak-pihak yang termarginalisasi dan tersubordinasi.

Jumat, 29 November 2013

Indian Diversity Zoroastrians The People Of Iran

Ritual dalam agama ini lebih mengedepankan kepentingan laki-laki, dimana laki-laki dianggap penerus garis keturunan atau yang biasa dikenal dengan patriarkhal. dapat dikunjungi kesitus http://www.youtube.com/watch?v=oKq5pN-sG0E

Perbedaan Gender Mitos PDF Files And Ebooks - FindMePDF

Perbedaan Gender Mitos PDF Files And Ebooks - FindMePDF

Tokoh Pewayangan Perempuan


      Dewi Sukesi, putrid raja rasaksa Sumali di Alengka dengan Dewi Danuwati, Danuwati putri raja Mathili. Walaupun berujud rasaksa namun Prabu Sumali berwatak pandita keturunan batara Brama. Putrinyapun cantik dan berbudi luhur, tidak ada yang mengira putrid seorang rasaksa. Oleh Sindusastra digambarkan :

Kesetaraan Gender dalam Al-kitab pdf

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.gkj.or.id%2Fpdf.php%3Fid%3D797&ei=q0yZUpHAA6OAiQfi4IGICA&usg=AFQjCNH5TVQHIBx-gzb44Pvqfzw1SrofYA&sig2=s6XvZBYL3SqzDdLh8MCFew&bvm=bv.57155469,d.aGc

Gender dalam perspektif Islam

http://hunafa.stain-palu.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/8-Gusnarib-Wahab.pdf

Analisis Penafsiran Ayat-Ayat Gender

ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT GENDER:
PERBANDINGAN ANTARA TAFSIR TAHLILI DAN TAFSIR FEMINIS



Oleh:
Ifa Nurrafiqah

ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT GENDER:
PERBANDINGAN ANTARA TAFSIR TAHLILI DAN TAFSIR FEMINIS



Relasi Gender Dalam Agama Yahudi

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Syarat pada Matakuliah Relasi Gender dalam Agama-Agama
Oleh:
Ika Wahyu. S
1111032100039
Ratna Hildia. A
11110321000



  
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2013




I
Pendahuluan
Setiap agama mengalami evolusi sikap-sikap terhadap perempuan secara historis, begitu pula dengan Yahudi. Kultur keagamaan Israel yang bersifat al-kitabi mempunyai rentang waktu mungkin 1000 tahun (1200-200 SM), tetapi masih banyak tradisi-tradisi yang terekam dalam Bible Ibrani. Puncak kematangan kultur Israel berpusat pada monoteisme yang kuat dengan berdasarkan pada keyakinan bahwa Tuhan yang benar-benar Esa telah menjadikan orang-orang Israel sebagai manusia-manusia pilihan-Nya.
Orang Yahudi menekankan prokreasi (reproduksi) dan kehidupan keluarga karena mereka telah melakukan suatu perjanjian  dimana perjanjian itu berupa aturan-aturan yang menyerupai kontrak yang dibuat antara Tuhan dan Musa, sebagai wakil rakyat (lihat keluhan exodus dan Deuteronomy). Perjanjian tersebut memberi mereka suatu identitas yang istimewa dan suatu alasan yang istimewa pula untuk bertahan hidup.[1]
            
A.    Gambaran Proses Penciptaan dalam Al-Kitab
Genesis, 1: 2-2:4,[2]
“ 1:2 Now the earth was unformed and void, and darkness was upon the face of the deep; and the spirit of God hovered over the face of the waters. A 1:3 And God said: 'Let there be light.' And there was light. 1:4 And God saw the light, that it was good; and God divided the light from the darkness ”.[3]
Genesis, 2: 4b-25,[4]
B 2:21 And the LORD God caused a deep sleep to fall upon the man, and he slept; and He took one of his ribs, and closed up the place with flesh instead thereof. 2:22 And the rib, which the LORD God had taken from the man, made He a woman, and brought her unto the man. 2:23 And the man said: 'This is now bone of my bones, and flesh of my flesh; she shall be called Woman, because she was taken out of Man.' 2:24 Therefore shall a man leave his father and his mother, and shall cleave unto his wife, and they shall be one flesh. 2:25 And they were both naked, the man and his wife, and were not ashamed ”.[5]

Kamis, 28 November 2013

Yahudi Orthodox Feminism pdf

Perempuan dari Titik Nol


ISLAM DAN KESETARAN GENDER DI KALANGAN MASYARAKAT MUSLIM INDONESIA



Nama: Ratna Hildya Astuti
Nim: 1111032100033
Responding paper topic 6

Periode 1912 -1928 yaitu sejak berdirinya organisasi wanita yang pertama “ Poetei Mardika” sampai diselenggarakannya Kongres Perempuan Inndonesia yang pertama. Masa ini di tandai oleh apa yang dinamakan kebangkitan nasional dalam arti bahwa nampak kesadaaran bahwa bangsa pribumi yang berada di bawah penjajahan asing harus mengadakan persatuan-persatuan dalam kalanagan sendiri untuk meninggikan derajatnya. Dalam kalanagan wanita periode ini merupakan periode  pemupukan kesadaran untuk berorganisasi mengadakan usaha-usaha memajukan wanita
Negara dan Ideologi Ibuisme Masa Orde Lama dan Orde Baru
Di masa kemerdekaan dan masa Orde Lama, gerakan perempuan terbilang cukup dinamis dan memiliki bergaining cukup tinggi. Dan kondisi semacam ini mulai tumbang sejak Orde Baru berkuasa. Bahkan mungkin perlu dipertanyakan: adakah gerakan perempuan di masa rejim orde baru? Bila mengunakan definisi tradisonal di mana gerakan perempuan diharuskan berbasis massa, maka sulit dikatakan ada gerakan perempuan ketika itu. Apalagi bila definisi tradisonal ini dikaitkan dengan batasan a la Alvarez yang memandang gerakan perempuan sebagai sebagai sebuah gerakan sosial dan politik dengan anggota sebagian besar perempuan yang memperjuangkan keadilan gender. Dan Alvarez tidak mengikutkan organisasi perempuan milik pemerintah atau organisasi perempuan milik parpol serta organisasi perempuan di bawah payung organisasi lain dalam definisinya ini.

Gerakan Perempuan Islam dan Perjuangan Ketidakadilan Gender di Mesir



Nama: Ratna Hildya Astuti
Nim: 1111032100033
Respondik pepar Islam dan Kesetaraan Gender
Gerakan Perempuan Islam dan Perjuangan Ketidakadilan Gender  di Mesir
Perempuan dalam peradaban Mesir dihormati dan dihargai. Bahkan perempuan sangat mempunyai peranan yang sangat penting, Bangsa Mesir mempercayakan Negara kepada kaum perempuan, Mereka mampu menguasai Mesir, secara individu maupun kolektif. Mereka menyusun undang-undang, mengadakan hubungan luar negeri dan menciptakan para politisi yang baik. Peradaban Mesir merupakan satu-satunya peradaban yang memberikan status hukum yang sah kepada kaum perepuan dan diakui oleh Negara. Peradaban Mesir juga adalah peradaban yang satu-satunya menjamin hak-hak penuh bagi kaum perempuan untuk bermasyarakat sebagaimana halnya kaum laki-laki. Jadi perempuan Mesir tidak direndahkan derajat kemanusiaannya seperti terjadi pada kaum perempuan dalam peradaban kuno lainnya. Seorang penulis yang berkebangsaan Perancis Alexandre Moret berkata bahwa kaum perempuan dalam peradaban Mesir kuno tidak disia-siakan dan tidak ditolak. “Malah sebaliknya perempuan di peradaban Mesir sangat  dihargai  dengan penuh  hormat. Bahkan Kaum Fir’aun memuja dan menghormati kaum perempuan karena menganggapnya sebagai alasan utama untuk kelangsunga hidup, perkembangbiakan, dan penyatuan bangsa.

Kondisi perempuan pra Islam



Nama: Ratna Hildya Astuti
Nim: 1111032100033
Responding Paper Topik 4
Kondisi perempuan pra Islam
Posisi perempuan pada masa pra Islam sama sekali tidak berdaya bahkan mungkin dapat dimisalkan sebagai harta benda yang bisa diperjualbelikan dan diwariskan. Sementara laki-laki menguasai seluruh hak-hak yang sebenarnya milik perempuan. Setelah Islam datang, kedudukan wanita diangkat setara dengan laki-laki. Namun ironisnya, keadaan kaum perempuan tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, yakni masih merupakan subordinat laki-laki. Hal itu barangkali disebabkan oleh persepsi masyarakat terhadap mereka masih bersifat skeptis atau bias interpretation terhadap nash-nash (Alquran dan hadis) yang berbicara tentang perempuan. Masyarakat Islam klasik kelihatannya belum bisa menerima kesetaraan gender dalam arti yang sebenarnya, misalnya kurang diberdayakannya wanita dalam aktivitas sosial apalagi dalam kancah politik. Umumnya ulama klasik tidak mengizinkan perempuan untuk diangkat sebagai pemimpin pada semua ini.

Sejarah Feminisme

Nama: Ratna Hildya Astuti
Prody: Perbandingan Agama VB
RESPONDING PAPER
Sejarah Feminisme[1]
Lahirnya gerakan Feminisme yang dipelopori oleh kaum perempuan terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki perkembangan yang sangat pesat. Diawali dengan kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa dimana Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoracet sebagai pelopornya. Menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negaranegara penjajahan Eropa dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood.
Pengertian Feminisme[2]
Seiring dengan pergerakannya untuk memperjuangkan emansipasi wanita, dan menghapuskan gender, feminisme bisa dikatakan sebagai sebuah ideology yang berusaha melakukan pembongkaran system patriarki, mencari akar atau penyebab ketertindasan perempuan serta mencari pembebasannya. Dengan kata lain feminisme adalah teori untuk pembebasan wanita. Seperti yang pernyataan berikut ini;

Kesetaraan Gender Menurut Nassirudin Umar

http://digilib.uin-suka.ac.id/3950/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

Relasi gender Dalam Keluarga

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/197110221998022-LILIS_WIDANINGSIH/Relasi_Gender-Lilis.pdf

Analisis Relasi Gender


http://todaypdf.org/analisis-relasi-gender.pdf-id6009348


Rabu, 27 November 2013

Relasi Gender Dalam Agama Budha

Oleh:
Ika Wahyu. S
1111032100039/ PA/B

Peran gender dalam masyarakat, dibangun secara social budaya. Kekuasaan dan kewenangan ditentukan oleh tradisi dan adat dalam masyarakat tersebut. Ketika Budha hadir status perempuan menurun karena dominasi para Brahmana. Kemudian seiring waktu Budhisme pada masa sekarang menekankan pada peran dan status perempuan, bukan hanya dengan menambah perannya sebagai seorang ibu, istri, dan anak perempuan, namun juga dengan membuka jalan baru bagi perempuan untuk menjadi seorang akademisi, pemimpin komunitas, petapa pengelana, dan pencari kebebasan setaraf dengan laki-laki.
Dalam kehidupan bermasyarakat, Sang Budha tidak membedakan peran serta laki-laki dan perempuan. Mereka mempunyai peran yang setara dan adil. Seperti juga laki-laki, seorang perempuan dapat menjadi majikan, atasan atau guru (Brahmana) sesuai dengan khotbah Sang Budha.

Relasi Gender Menurut Agama Hindu

Oleh:
Ika Wahyu. S
1111032100039/PA
Tujuan hidup umat manusia menurut ajaran Agama Hindu ada empat, yang dalam bahasa Sansekerta disebut Catur Parusharta (empat tujuan utama), yaitu Dharma, Arta, Karna, dan Moksa. Pengertian gender dalam Agama Hindu merupakan hubungan sosial yang membedakan perilaku antara perempuan secara proporsional menyangkut  moral, etika, dan budaya, bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan bertindak sesuai dengan ketentuan sisial, moral, etika dan budaya dimana mereka berada. Ada yang pantas dikerjakan oleh laki-laki ditinjau dari sudut sosial, moral, dan udaya, tetapi tidak pantas dikerjakan oleh perempuan, demikian pula sebaliknya. Sesuai dengan ajaran Agama Hindu, Gender bukan merupakan perbedaan social antara laki-laki dan perempuan.

TEORI FEMINIS Sejarah dan Keragaman Pemikiran Feminis


Disusun untuk Memenuhi Syarat pada Matakuliah Relasi Gender dalam Agama-Agama
Oleh :
Fahmi Dzilfikri
(1111032100030)
Hodari
(1111032100031)




JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2013

I.                   Pendahuluan
Miss world, belum lama ini sering diperbincangkan media, baik cetak maupun elektronik. Antra pro-kontra mempunyai argumennya masing-masing. Tak kalah menarik, tokoh sosial, politik, dan agama yang ada di Indonesia, tidak ingin ketinggalan dalam menyikapi atau merespon ajang kecantikan dunia yang akan diadakan di Bali, Indonesia.
Makalah ini, memang tidak membahas mengenai “Miss World” itu sendiri, melainkan tentang gerakan yang memperjuangkan hak-hak wanita dalam bahasa kerennya Feminisme. Diantara argumen yang menolak Miss World ini, mereka (perempuan) merasa dieksploitasi secara legal. Dengan demikian apakah gerakan ini disebut feminisme? Lalu apakah yang dimaksud dengan feminisme dan sejarahnya? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap perempuan?
II.                Pengertian dan Sejarah Feminisme
A.    Pengertian Feminisme
Sejarah perkembangan budaya masyarakat dan pemikiran manusia ternyata telah menyadarkan manusia untuk menggugat setiap nilai lama yang mereka anggap tidak relevan lagi. Inilah salah satu aspek yang menyebabkan manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena ia menyadari entitas dirinya.[1]

Selasa, 26 November 2013

PEREMPUAN, AGAMA DAN TRANSFORMASI SOSIAL DALAM AGAMA KRISTEN

oleh:
Ika Wahyu. S
1111032100039/ PA/B
Dalam Kitab Suci menyatakan superioritas laki-laki atas perempuan, dan pada bagian lain mengimplikasikan kesederajatan. Bagian-bagian yang sering digunakan sebagai landasan untuk mencemarkan perempuan mencakup penciptaan Hawa dari rusuk Adam (Kajadian 2:21-23) dan ukuran-ukuran yang tidak sama bagi laki-laki dan perempuan dalam Hukum Kekudusan dalam Kitab Imamat, yang menetapkan bahwa seorang anak laki-laki dilahirkan, maka sang ibu najis selama tujuh hari, namun sebaliknya setelah kelahiran seorang anak perempuan lahir sang ibu najis selama empat elas hari (Imamat 12).
Perempuan-perempuan berteologi berdasarkan fakta dan pengalaman dibawah Firman Allah serta tindakannya menuju kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu, advokasi bagi kesetaraan (equalitas) dan persahabatan, serta upaya menuju suatu cara hidup baru yang setara (equal) dalam struktur dan system gereja dan masyarakat merupakan agenda perjuangan para teolog feminis. Dengan demikian teologi feminis, adalah teologi yang didorong untuk melakukan advokasi terhadap kesetaraan (equality) dan kemitraan (partnership) yang di dalamnya perempuan dan laki-laki mengupayakan transformasi dan pembebasan harkat dan martabat (dignity) manusia yang tertindas dalam kehidupan gereja dan masyarakat luas. Sehingga perempuan atau laki-laki yang sadar akan situasi penindasan kaum perempuan dalam segala bidang kehidupan, maka mereka akan bertindak secara bertanggung jawab untuk mengubah situasi itu.

Perempuan dalam Agama Kristen

Oleh:
Ika Wahyu Susanti
1111032100039/ PA/B

Kaum perempuan dari perspektif Kristen. Pertama, tulisan Marianne Katoppo berjudul Nabiah Miryam Pejuang Perempuan. Kedua, tulisan Nasikun bertajuk Kedudukan Perempuan dalam Agama dan Masyarakat; Mengapa sering tidak Seiring. Dan Ketiga, artikel pendeta. Widdwissoeli M.S tentang Perempuan menurut Alkitab. Marianne Katoppo menyuguhkan hikayat tokoh Miryam versi AlKitab sebagai tokoh perempuan yang perkasa dan menjadi model percontohan dalam teologi Kristen.[1]
Dalam agama Katholik misalnya, kedudukan perempuan sangat ditinggikan. Nasikun menuliskan, dalam Injil Lukas, Umat Katolik mempunyai sumber keyakinan mengenai kedudukan yang sangat mulia kaum perempuan di dalam keimanan mereka, terlebih terhadap Bunda Maria sebagai Bunda Allah. Namun, dia menyimpulkan bahwa baik secara teoritis maupun empiris, diskriminasi seksual justru terjadi bahkan hampir dalam semua lapisan masyarakat. Pola diskriminasi ini memiliki akar-akar ideologisnya yang menempatkan perempuan di pinggiran struktur sosial masyarakat. Dari sudut pandang lain, pendeta Widdwissoeli menjelaskan bagaimana pemahaman manusia (perempuan) menurut Alkitab. Seperti disebutkan dalam Kitab Kejadian pasal 1 dan 2, khususnya kejadian 1:26-27. Dari kejadian 1:26-27 itu kita memperoleh kesaksian yang jelas, bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Manusia adalah makhluk dan Allah adalah penciptanya. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk lainnya, karena manusia diciptakan menurut gambaran Allah. Manusia yang diciptakan, tulisnya, adalah laki-laki dan perempuan.

Islam dan Kesetaran Gender di Kalangan Masyarakat Muslim Indonesia

Oleh:
Ika Wahyu Susanti 
1111032100039/PA/B

Membahas mengenai gerakan Islam dan Kesetaran Gender di Kalangan Masyarakat Muslim Indonesia, dapat diklasifikasikan dalam lima periode sejarah di Indonesia yaitu:
        I.            Pada masa Kolonial Belanda
Organisasi pertama perempuan adalah Gerakan Poetri Mardika pada tahun 1912 di Jakarta atas bantuan Budi Utomo. Tujuan dari gerakan ini adalah memberi bantuan, bimbingan, dan penjelasan kepada gadis pribumi dala menuntut pelajaran. Melalui gerakan perempuan diharapkan berani muncul dimuka umum, mehilangkan rasa rendah diri dan meningkatkan derajatnya. Walaupun gerakan ini tidak berumur panjang namun pengaruhnya cukup besar pada kaum perempuan pribmi yang berpendidikan.[1]
Kemudian muncul berbagai gerakan perempuan di berbagai daerah antara lain: Pawiyatan Wanito di Magelang (1915); Wanito Hadi di Jepara (1915); dll. Pada umumnya gerakan-gerakan ini muncul dengan tujuan untuk mempererat persaudaraan untuk bersama-bersama mengusahakan kemajuan perempuan, meningkatkan kepandaian, mencari kesempatan lebih banyak untuk gadis pribumi dalam memperoleh pendidikan, memperoleh kesejahteraan perempuan dan keadilan dalam masyarakat.
Di Minahasa berdiri organisasi PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya) pada tanggal 8 Juli 1917 pelopornya yaitu Maria Walanda Maramis (1872-1924). Perhatian organisasi ini adalah pada bidang pendidikan dengan mendirikan Sekolah Rumah Tangga PIKAT, sekolah ini menampung gadis-gadis yang baru menyelesaikan studinya di sekolah desa. Sekolah ini terus berkembang tanpa mendapatkan hambatan dari pemerintah Hindia-Belanda.

PEREMPUAN, AGAMA, DAN PERUBAHAN SOSIAL DALAM ISLAM

Makalah Disusun untuk Memenuhi Syarat pada Matakuliah Relasi Gender dalam Agama - agama
Dosen Pembimbing : Siti Nadroh, M.A.
Oleh :
Dede Ardi Hikmatullah
NIM : 1111032100037
Ida Zubaedah
NIM : 1111032100032



JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013

A.  PENDAHULUAN
Dalam pengantar sebuah buku bertemakan kesetaraan gender, Quraish Shihab menyatakan bahwa dalam pandangan agama Islam, segala sesuatu diciptakan Allah dengan kodrat. Kodrat manusia merupakan keseluruhan sifat-sifat asli dan kemampuan dan bakat asli yang dimiliki manusia sejak diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak dalam kandungan Ibu hingga mati. Begitupun dengan laki-laki atau perempuan, sebagai individu dan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan memiliki kodratnya masing-masing. Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan memang tidak dapat disangkal, namun itulah kodrat. Dan perbedaan itu pun sebatas pada segi biologis saja. Sementara di sisi lain, dapat dipastikan bahwa tidak ada perbedaan dalam tingkat kecerdasan dan kemampuan berpikir antara laki-laki dan perempuan dan peran social yang diberikan masyarakat untuk perempuan dan laki-laki nah itulah yang disebut dengan gender, jadi disini jelas sekali perbedaan antar gender dan kodrat.
Berkenaan dengan kedudukan laki-laki dan perempuan, Quraish Shihab juga menyatakan bahwa jenis laki-laki dan perempuan itu sama di hadapan Allah. Memang ada ayat al-Qur’an yang menegaskan bahwa: “Para lak-laki (suami) adalah pemimpin para perempuan (isteri)”. Namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarkannya kepada kesewenang-wenangan, karena dari satu sisi al-Qur’an memerintahkan untuk tolong-menolong antara laki-laki dan perempuan dan dari sisi lain al-Qur’an memerintahkan pula agar suami dan misteri hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan mereka bersama. Jika demikian halnya, maka pada hakikatnya hubungan suami dan isteri, laki-laki dan perempuan, adalah hubungan kemitraan. Dari sini dapat dimengerti mengapa ayat-ayat al-Qur’an menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan sebagai hubungan saling menyempurnakan yang tidak dapat terpenuhi kecuali atas dasar kemitraan.
Dulu, keadaan perempuan memang sangat “mengkhawatirkan”. Sebagai contoh, di mata orang-orang Yunani zaman dulu, perempuan sering dilecehkan dan diejek. Bagi mereka, perempuan sama rendahnya dengan barang dagangan yang bisa diperjualbelikan di pasar. Perempuan juga tidak mendapatkan hak bagian harta pusaka dan harta warisan, dan tidak berhak menggunakan hartanya sendiri.[1] Begitu pun di mata orang-orang Romawi zaman dulu, perempuan dianggap sebagai ‘hamba’ laki-laki dan sebagai barang dagangan murah yang dapat dipergunakan sekehendak hati. Hidup perempuan menjadi milik ayahnya, kemudian suaminya, kemudian anak-anaknya.[2] Dan tidak jauh berbeda, di zaman Arab Jahiliyah, perempuan sangat sedikit sekali mendapatkan penghormatan. Perempuan banyak dianiaya, dikucilkan, dan diperjualbelikan. Seorang suami kadang ‘menukar’ istri mereka dengan istri orang lain, dan mereka sering sekali membunuh bayi-bayi perempuan karena dianggap ‘aib’. Lalu kemudian Islam datang dengan membawa ‘perubahan’, khususnya dalam hal kesetaraan kedudukan perempuan dan laki-laki. Nabi Muhammad, sebagai tokoh sentral dalam perubahan ini, memang dihadapkan pada berbagai macam hambatan. Namun, karena misi ajaran-ajaran yang dibawanya berisi pembebasan dari berbagai penindasan, maka secara peralahan Islam mampu mencapai ‘kesuksesan’.
Harus diakui bahwa memang agama Islam tidak merinci pembagian kerja antar laki-laki dan perempuan. Islam hanya menetapkan tugas-tugas pokok masing-masing, sembari menggariskan prinsip kesejajaran dan kemitraan atas dasar musyawarah dan tolong-menolong.
Dalam makalah ini akan diuraikan secara ringkas bagaimana perempuan dan perubahan sosial dalam Islam. Di dalamnya juga mencakup pembicaraan mengenai kondisi perempuan pra Islam, peran perempuan dalam membangun masyarakat muslim di masa awal Islam, dan terakhir mengenai pengulangan marginalisasi perempuan dalam sejarah Islam pasca Nabi Muhammad

B.  PEREMPUAN, AGAMA, DAN PERUBAHAN SOSIAL DALAM ISLAM
Gender, sebagaimana halnya kelompok etnis, dalam banyak masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan status seseorang. Dapat dimaklumi bahwa persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan sosial, karena sistem patriarki yang berkembang luas dalam berbagai masyarakat menempatkan perempuan pada posisi yang tidak diuntungkan secara kultural, struktural, dan ekologis. Sebagai akibat dari pertumbuhan dan mobilitas penduduk, urbanisasi dan revolusi industri menimbulkan berbagai perubahan sosial, termasuk dalam kedudukan sosial bagi laki-laki dan perempuan.[3]
Menurut Johnson, seperti yang dikutip Nasaruddin dalam bukunya “Argumen Kesetaraan Gender Perspektif al-Qur’an”, ada beberapa hal yang dapat menjadi indikator penghambat perubahan sosial dalam kaitannya dengan tuntutan persamaan hak laki-laki dan perempuan, yaitu:

“Islam dan Kesetaran Gender”

Oleh: Ika Wahyu Susanti
1111032100039/ PA/B

·         Gerakan Perempuan Islam dan Perjuangan Ketidakadilan Gender  di Mesir
      Gerakan-gerakan yang menggugat ketidak adilan gender di Mesir umumnya bertumpu pada satu semangat yaitu persamaan hak peningkatan status dan peran status social perempuan. Sejarah gerakan feminism di Mesir muncul pada akhir abad 19 hingga awal abad 20.[1] Pada revolusi 1919 mencuat semua rakyat Mesir termasuk perempuan bergerak turun ke jalan menuntut kemerdekaan Mesir dari Inggris. Pada era 1920-an Huda Sya’rawi mendirikan organisasi wanita pertama di Mesir yaitu Al-Ittihad al-Nisa’I al-Misri (Persatuan Wanita Mesir)[2] atau the Egyptian Feminist Union (EFU). Fokus perjuangannya adalah hak-hak politik perempuan, perubahan hukum status perseorangan yang mencakup pengendalian perceraian, poligami(the personal satus law), persamaan akses pendidikan baik di tingkat lanjutan maupun perguruan tinggi, dan berbagai pengembangan tentang kesempatan professional bagi perempuan. Namun demikian, aktivitas pergerakan perempuan tersebut diwarnai ketegangan dengan gerakan nasionalisme.[3]
Pada periode 1945-1959 muncul organisasi perempuan, yaitu Bint el-Nile (Daughter of the Nile) yang dipimpin oleh Doria Shafik. Pergerakan ini sebagai suatu yang baru dan menyegarkan gerakan feminis, bertujuan untuk memproklamirkan hak-hak politik secara penuh bagi perempuan. Namun, pergerakan perempuan mulai menyusut terjadi pada masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser (1952-1970) ditandai dengan pengendalian ruang gerak organisasi perempuan. Organisasi perempuan melemah karena respon pemerintahan Nasser sangat respek atas isu-isu perempuan, persoalan kesetaraan gender, dan bersamaan dengan revisi undang-undang buruh yang berhubungan dengan pendidikan tinggi dan lembaga-lembaga kursus, serta adanya jaminan negara atas hak perempuan untuk memilih.[4]

TEORI FEMINIS, Keragaman Pemikiran Feminis

Oleh: Ika Wahyu Susanti
1111032100039/ PA B

Ø  Feminis berasal dari kata latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Kata feminisme dikreasikan pertama kali oleh aktivis sosialisutopis, Charles Fourier pada tahun 1837.[1]
Ø  Feminisme dalam pengertian yang lebih luas adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.
Ø  Sejarah Feminisme terbagi kepada tiga gelombang:[2]
                      I.        The First Feminist Wave : Votes for Women
Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles Fourier pada tahun 1837. Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul the subjection of women (1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme pada gelombang pertama.
                     II.        The Second Feminist Wave : The Personal Is Political