Disusun untuk Memenuhi Syarat pada Matakuliah Relasi Gender dalam
Agama-Agama
Oleh :
Fahmi Dzilfikri
(1111032100030)
Hodari
(1111032100031)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
I.
Pendahuluan
Miss world, belum lama ini sering diperbincangkan media,
baik cetak maupun elektronik. Antra pro-kontra mempunyai argumennya
masing-masing. Tak kalah menarik, tokoh sosial, politik, dan agama yang ada di
Indonesia, tidak ingin ketinggalan dalam menyikapi atau merespon ajang kecantikan
dunia yang akan diadakan di Bali, Indonesia.
Makalah ini, memang tidak membahas mengenai “Miss World” itu sendiri, melainkan tentang gerakan yang
memperjuangkan hak-hak wanita dalam bahasa kerennya Feminisme. Diantara argumen yang menolak Miss World ini, mereka (perempuan) merasa dieksploitasi secara legal.
Dengan demikian apakah gerakan ini disebut feminisme? Lalu apakah yang dimaksud
dengan feminisme dan sejarahnya? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap perempuan?
II.
Pengertian dan
Sejarah Feminisme
A.
Pengertian
Feminisme
Sejarah perkembangan budaya masyarakat dan pemikiran manusia ternyata telah
menyadarkan manusia untuk menggugat setiap nilai lama yang mereka anggap tidak
relevan lagi. Inilah salah satu aspek yang menyebabkan manusia berbeda dengan
makhluk lainnya, karena ia menyadari entitas dirinya.[1]
Kesadaran ini pula yang melatarbelakangi para pelopor gerakan feminis.
Mereka sadar bahwa selama ini jarang terjadi kesetaraan peran antara dua jenis
kelamin (pembedaan peran antara dua jenis kelamin yang lebih bersifat sosial
kultur ini kemudian lebih populer dengan istilah gender).[2]
Feminisme adalah sebuah fenomena sosial. Berbicara tentang feminis, tentu
akan berbicara tentang perempuan. Feminisme memang lebih identik dengan
perempuan, terutama menyakut perjuangan mereka untuk memperoleh kesetaraan
(peran) dengan lelaki. Feminis mempunyai banyak makna, diantaranya menurut Dr. Ratna
Megawangi seorang feminis Indonesia, feminisme dalam pengertian yang lebih luas
adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan,
baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. (In its broadest sense, feminism is a women’s movement which rejects the marginal, subordinated
and underestimated things by the dominating culture either in politics, economics
or social life in general).[3]
Gerakan feminisme adalah
suatu gerakan yang meminta persamaan hak wanita dan lelaki atau juga yang
disebut dengan gerakan kesetaraan gender berasal dari pandangan hidup masyarakat
Barat. MenurutThe
New Encyclopedia of Britanica disebutkan bahwa : “Feminism is the belief, largely originating in the West, in the social,
economic, and political equality of the sexes, represented worldwide by various
institutions committed to activity on behalf of women’s rights and interests”.
(Feminisme adalah keyakinan yang berasal dari Barat berkaitan dengan kesetaraan sosial, ekonomi dan politik antara lelaki dan perempuan
yang tersebar keseluruh dunia melalui organisasi yang bergerak atas nama hak-hak dan kepentingan perempuan ).[4]
Dalam kamus
Oxford Advanced Learner’s Dictionary, feminism
is the belief and aim that women should have the same rights and opportunities
as men.[5] Feminis
ini tentang kebebasan perempuan dan persamaan peran antara perempuan dan lelaki
dalam hal tanggung jawab dan hak istimewa (privileges)
dalam masyarakat. Feminis ini mempunyai banyak definisi tergantung perspektif
yang digunakan, karena itu lebih tepat digunakan istilah “feminisms” dari pada
“feminism”. Intinya sudut pandang feminis mempunyai dua motif penting. Pertama,
nilai feminis sama pentingnya dan manfaatnya dengan nilai kemanausiaan. Kedua,
feminis mengakui kebutuhan perubahan sosial yang merekonstruksi kembali
pemahaman yang sudah ada tentang perempuan.[6]
B.
Historis Feminisme
Sejarah munculnya
gerakan feminis ini tidak dapat terlepas dari filsafat, yang merupakan cikal
bakal pengetahuan, realitas, keadilan, dan kebijaksanaan. Setidaknya fungsi
filsafat ini ada dua :
1.
Filsafat menawarkan alat untuk dapat berfikir secara
jernih, kritis dan konseptual.
2.
Membuat segala sesuatu menjadi masuk akal dengan
perhitungan rasional dan kebijaksanaa.
Pertanyaanya, apakah benar filsafat ini telah memenuhi
janjinya? Pemunculan filsafat terutama filsafar Barat yang dianggap tidak
bijaksana. Filsafat Barat tidak bijaksana dalam memperhitungkan suara
feminisme. Pandangan tentang perempuan seringkali bias, seksis atau sama sekali
diabaikan. Sejak abad 17 telah ditemukan karya-karya filusuf perempuan, seperti
dalam bidang metafisika, epistimlogi, teori moral dan lain-lain.
Menurut Waithe, sejak tahun 600-500 SM, karya-karya
filsafat perempuan Yunani telah muncul, penulisnya seperti Themistoclea, Theano
I dan II, Arignote, Aesara, Phintys, Perictione I dan II, Aspasia, Makrina,
Hipatia, Arete, Cleobullina, Axiothea, Julia Domma, Mary Wallstoneccraft. Pada
abad 17, Anna Maria Schurman buku tentang pendidikan. Mengapa nama-nama filusuf
perempuan tersebut sangat jarang muncul ke permukaan? Di sinilah, nampaknya ada
peminggiran terhadap filusuf-filusuf perempuan.[7]
Munculnya gerakan
feminisme pada masyarakat Barat tidak terlepas dari sejarah masyarakat Barat
yang memandang rendah terhadap kedudukan perempuan, dan kekecewaan masyarakat
Barat terhadap pernyataan kitab suci mereka terhadap perempuan.
Pakar sejarah
Barat, Philip J.Adler dalam buku “World Civilization” menggambarkan bagaimana
kekejaman masyarakat Barat dalam memandang dan memperlakukan perempuan. Sampai
abad ke 17, masyarakat Eropa masih memandang perempuan sebagai jelmaan syaitan
atau alat bagi syaitan untuk menggoda manusia, dan meyakini bahawa sejak awal
penciptaannya, perempuan merupakan ciptaan yang tidak sempurna. Oleh sebab itu perempuan
disebut dengan “female” yang berasal dari bahasa Greek. Ayat “femina” berasal dari
kata “fe” dan “minus”. “Fe” bermakna “fides”, atau “faith” yang berarti kepercayaan
atau iman. Sedang “mina” berasal dari kata “minus” yang berarti “kurang”. Maka
“femina” adalah “seseorang yang mempunyai iman yang kurang”.[8]
Sikap Kitab suci
Bible terhadap perempuan mengakibatkan sikap gereja yang merendahkan perempuan
sebagaimana dinyatakan oleh Paderi St.John Chrysostom (345-407) “Wanita
adalah syaitan yang tidak dapat dihindari, suatu kejahatan dan bencana yang
abadi dan menaik, sebuah risiko rumah tangga”.[9] Thomas Aquinas, dalam tulisannya“Summa Theologia” setuju dengan pernyataan
Aristotle yang menyatakan bahwa
:“Perempuan adalah lelaki yang cacat atau memiliki kekurangan (defect male)”.
Sedangkan Imanuel Kant
menyatakan bahwa :“Perempuan mempunyai perasaan yang kuat tentang kecantikan dan keanggunan dan sebagainya, tetapi kurang dalam bidang kognitif dan tidak dapat memutuskan tindakan moral”[10]
Lahirnya gerakan feminisme yang dipelopori oleh kaum perempuan terbagi menjadi
tiga gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki perkembangan yang
sangat pesat. Pergerakan paling awal ditemui sejak abad ke-15, Christine de
Pizan pernah menulis ketidakadilan yang dialami perempuan.
Tahun 1800-an, muncul MRPK, pergerakan yang cukup signifikan, di sini tokoh
yang muncul Susan dan Elizabeth telah memperjuangkan hak-hak politik, yaitu hak
untuk memilih. Diawali dengan kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa dimana
Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoracet sebagai pelopornya. Menjelang
abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negara-negara penjajahan Eropa dan memperjuangkan
apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood.[11]
1. The First Feminist Wave : Votes for Women
Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan olehaktivis sosialis utopis
yaitu Charles Fourier padatahun 1837. Kemudian pergerakan yang berpusat di
Eropa ini pindah ke Amerikadan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku
yang berjudul The Subjection of Women (1869) karya John Stuart Mill, danp
erjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme pada gelombang pertama.
Maka, dari latar belakang demikian, di Eropa berkembang gerakan untuk
menaikkan derajat kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di
Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan Politik, perhatian terhadap hak-hak
kaum perempuan mulai mencuat. Tahun 1792 Mary Wolllstonecraft membuat karya tulis
berjudul Vindication of theright of Woman yang isinya dapat dikatakan meletakan
dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840
sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak –hak kaum perempuan mulai
diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka memberi kesempatan
ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini dinikmati oleh
kaum laki-laki[12].
Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini
yang menjadi momentum perjuangannya adalah gender
inequality, hak-hak perempuan,
hak reproduksi,
hak berpolitik,
peran gender, identitas gender dan seksualita.
2. The Second Feminist Wave : The Personal Is Political
Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang
ditandai dengan lahirnya Negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan
negara-negara Eropa maka lahirlah gerakan Feminisme gelombang kedua pada tahun
1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan diikutsertakannya kaum
perempuan dan hak suara perempuan dalam hak suara parlemen. Pada tahun ini merupakan
awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dari selanjutnya ikut mendiami ranah politik
kenegaraan.
Akhir 1960-an dan awal 1970-an menjadi saksi
meningkatnnya aktivisme kaum kiri yang bersemangat di seluruh dunia Barat.
Inilah konteks kemunculan Gerakan Pembebasan Perempuan, bersamaan dengan
gerakan-gerakan lain seperti Gay Liberation dan Black Power.[13]
Feminisme liberal gelombang kedua dipelopori oleh para feminis Perancis seperti
Helene Cixous (seorang yahudi kelahiran Algeria yang kemudian menetap di
Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di
Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekontruksionis, Derrida. Dalam the
laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi
oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan white-Anglo-American Feminist, dia menolak
essensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki
pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh
Foucault dan Derrida.[14]
Dengan keberhasilan gelombang kedua ini,
perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan
perempuan-perempuan yang teropresi di dunia ketiga, dengan asumsi bahwa semua
perempuan adalah sama.
3.
The Third Feminist Wave :Transversal Politics
Gelombang ketiga feminism sangat dipengaruhi
oleh gelombang kedua. Gelombang ketiga ini didorong oleh kebutuhan pengembangan
teori dan politik aktivis feminis.
Feminisme sebagai kegiatan politik akar
rumputnya tidak hilang. Kaum perempuan tetap aktif hingga sekarang dalam
kampanye-kampanye dengan isu tunggal seputar, misalnya pornografi, hak
reproduksi, kekerasaan terhadap perempuan dan hak-hak legal perempuan. Kaum
feminisi juga terlibat dan memberikan kontribusi yang khas terhadap gerakan
gerakan sosial yang lebh luas, seperti gerakan perdamaian dan kampanye menuntut
hak-hak kaum lesbian dan gay. Gagasan-gagasan feminis juga memiliki pengaruh
dalam politik arus utama dan berbagai perdebatan publik yang lebih luas.[15]
III.
Teori-Teori
Feminisme
Teori feminis yang kita kenal sekarang berasal
dari periode sebelumnya, namun telah dikembangkan dan mengalami pemberagaman
melalui proses debat, kritik dan refleksi yang tak kunjung henti[16].
Hasilnya, berbagai cabang teori dan objek penyelidikan teoritis baru telah
muncul dalam waktu yang berlainan selam proses tersebut.
Karena gerakan feminisme ini merupakan sebuah
ideologi yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi kaum perempuan untuk
mencapai kesetaraan sosial, feminism berkembang menjadi tiga mazhab yang paling dikenal adalah feminisme liberal,
radikal dan sosialis. Ketiga mazhab mainstream ini kemudian
berkembang menjadi beberapa sub-mazhab seperti feminisme lesbian (lesbian
feminist theory), feminisme kultural, eco-feminisme, wanitaisme (womanism
atau African-American women’s feminist theory), feminisme pascamodern (postmodern
feminist theory), dan feminisme global[17].
Feminisme lesbian dan kultur, misalnya lahir sebagai reaksi terhadap feminisme
liberal, keduanya merupakan perluasan dari mazhab feminisme radikal.
Secara umum teori feminisme dikelompokan dalam
tabel di bawah ini :
TEORI FEMINISME
|
||
Gelombang Awal Feminisme
|
Gelombang Kedua Feminisme
|
Gelombang Ketiga Feminisme
|
v
Feminisme Liberal
v
Feminisme Radikal
v
Feminisme
|
v
Feminisme Eksistensialis
v
Feminisme Gynosentris
|
v
Feminisme postmoderen
v
Feminisme Multikultural
v
Feminisme global
v
Ecofeminisme
|
1. Gelombang Awal Feminisme
A. Feminis Liberal
Teori feminis liberal meyakini bahwa
masyarakat telah melanggar nilai tentang hak-hak kesetaraan terhadap wanita
terutama dengan cara mendefinisikan wanita sebagai sebuah kelompok ketimbang
sebagai individu-individu. Mazhab ini mengusulkan agar wanita memiliki hak yang
sama dengan laki-laki. Para pendukung feminisme liberal sangat banyak, antara
lain John Stuart Mill, Harriet Taylor, Josephine St. Pierre Ruffin, Anna Julia
Copper, Ida B. Wells, Frances E. W. Harper, Mary Church Terrel dan Fannie
Barrier Williams.[18]
Gerakan utama feminisme liberal tidak
mengusulkan perubahan struktur secara fundamental, melainkan memasukan wanita
ke dalam struktur yang ada berdasarkan prinsip kesetaraan dengan laki-laki.
Lebih kepada perjuangan yang harus menyentuh kesetaraan politik antara wanita
dan laki-laki melalui penguatan perwakilan wanita di ruang-ruang publik.
Para feminis liberal aktif memonitor pemilihan
umum dan mendukung laki-laki yang memperjuangankan kepentinga wanita. Berbeda
dengan para pendahulunya, feminis liberal saat ini cenderung lebih sejalan
dengan model liberalisme kesejahteraan atau egalitarian yang mendukung sistem
kesejahteraan negara (welfare state)[19]
dan meritokrasi.
B. Feminis Radikal
Feminis radikal lahir dari aktivitas dan
analis politik mengenai hak-hak sipil dan gerakan-gerakan perubahan sosial pada
tahun 1950-an; serta gerakan-gerakan wanita yang semarak pada tahun 1960-an dan
1970-an. Namun demikian, mazhab ini dapat dilacak pada para pendukungnya yang
lebih awal. Lewat karyanya, Vindication of the Rights of Women, Mary
Wollstonecraff pada tahun 1797 menganjurkan kemandirian wanita dalam bidang
ekonomi[20].
Maria Stewart, salah satu feminis kulit hitam pertama, pada tahun 1830-an
mengusulkan penguatan relasi diantara wanita kulit hitam. Elizabeth Cuddy
Stanton pada tahun 1880-an menentang hak-hak seksual laki-laki terhadap wanita
dan menyerang justifikasi keagamaan yang menindas wanita.
Feminis radikal juga dikembangkan dari
gerakan-gerakan Kiri Baru (New Left) yang menyatakan bahwa
perasaan-perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan pada dasarnya diciptakan
secara politik dan karenanya transformasi personal melalui aksi-aksi radikal
merupakan cara dan tujuan yang paling baik. Mazhab ini secara fundamental
menolak agenda feminisme liberal mengenai kesamaan hak wanita;dan menolak
strategi kaum liberal yang bersifat tambal sulam, incremental, dan tidak
menyeluruh. Berseberangan dengan feminis liberal yang menekankan kesamaan
antara wanita dan laki-laki. Misalnya, wanita dan laki-laki
mengkonseptualisasikan kekuasaan secara berbeda. Bila laki-laki berusaha untuk
mendominasi dan mengontrol orang lain; wanita lebih tertarik untuk berbagi dan
merawat kekuasaan.
Inti ajaran feminis radikal diantaranya, the
persona is politcal sebagai slogan yang kerap digunakan oleh feminis
radikal.[21]
Maknannya : bahwa pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai
ketidakadilan dan kesengsaraan yang oleh para wanita dianggap sebagai
masalah-masalah personal, pada hakikatnya adalah isu-isu politik yang berakar
pada ketidakseimbanga kekuasaan antara wanita dan laki-laki. Memprotes
eksploitasi wanita dan pelaksanaan peran sebagai istri, ibu dan pasangan sex
laki-laki, serta menganggap perkawinan sebagai bentuk formalisasi
pendiskriminasian terhadap wanita. Menolak sistem hierarkis yang berstrata
berdasarkan garis gender dan kelas, sebagaimana diterima oleh feminis liberal.
C. Feminis Marxis atau Sosialis
Feminis sosialis mulai dikenal sejak tahun
1970-an. Menurut Jagga, mazhab ini merupakan sintesa dari pendekatan historis-materialis
Marxisme dan Engels dengan wawasan the personal is political dari kaum
feminis radikal,[22]meskipun
banyak pendukung mazhab ini kurang puas dengan analisis Marx dan Engels yang
tidak menyapa penindasan dan perbudakan terhadap wanita.
Marx menyatakan kondisi material atau ekonomi
merupakan akar kebudayaan dan organisasi sosial. Cara-cara hidup manusia
merupakan hasil dari apa yang mereka produksi dan bagaimana mereka
memproduksinya. Maka, semua sejarah politik dan intelektual dapat difahami
dengan mengetahui mode of econmic production yang dilakukan oleh bangsa
manusia. Kesadaran dan diri berubah mengikuti perubahan lingkungan material. Marx
berargumen, “it is not consciousness that determines life but life that
determines consciousness”. Menurut Engels, wanita dan laki-laki memiliki
peranan-peranan penting dalam memelihara keluarga inti. Namun karena
tugas-tugas tradisional wanita mencakup pemeliharaan rumah dan penyiapan
makanan, sedangkan tugas laki-laki mencari makanan, memiliki dan memerintah
budak, serta memiliki alat-alat yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas
tersebut, laki-laki memiliki akumulasi kekayaan yang lebih besar ketimbang
wanita. Akumulasi kekayaan ini menyebabkan posisi laki-laki di dalam keluarga
menjadi lebih penting daripada wanita dan pada gilirannya mendorong laki-laki
untuk mengeksploitasi posisinya dengan menguasai wanita dan menjamin warisan
bagi anak-anaknya.
Feminis sosialis lebih menekankan wanita tidak
dimasukan analisis kelas, karena pandangan bahwa wanita tidak memiliki hubungan
khusus dengan alat-alat produksi. Karenanya, perubahan alat-alat produksi
merupakan necessary condition, meskipun bukan sufficient condition dalam
mengubah faktor-faktor yang mempengaruhi penindasan terhadap wanita.
Teori feminis menjadi kian beragam dan
cenderung menitiberatkan perhatian pada persoalan-persoalan khusus ketimbang
berusaha memotret kondisi perempuan secara umum. Pengakuan akan adanya
perbedaan antara kaum perempuan itu sendiri menjadi isu teoritis utama.
2. Gelombang Kedua Feminisme
A. Feminisme Eksistensialis
Feminisme eksistensialis melihat ketertindasan
perempuan dari beban reproduksi yang di tanggung perempuan, sehingga tidak mempunyai
posisi tawar dengan laki-laki.
B. Feminisme Gynosentris
Feminisme Gynosentris melihat ketertindasan
perempuan dari perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan
perempuan lebih inferior dibandingkan laki-laki.
3. Gelombang Ketiga Feminisme
A. Feminisme Postmoderen
Postmodern menggali persoalan alienasi
perempuan seksual, psikologis, dan sastra dengan bertumpu pada bahasa sebagai sistem.
B. Feminisme Multikultural
Feminisme multikultural melihat ketertindasan
perempuan sebagai “satu definisi” dan tidak melihat ketertindasan terjadi dari
kelas dan ras, preferensi sosial, umur, agama, pendidikan, kesehatan dan
lain-lain.
C. Feminisme Global
Feminisme global ini lebih menekankan
ketertindasannya dalam konteks perdebatan antara feminisme di dunia yang sudah
maju dan feminisme di dunia yang sedang berkembang.
D. Ecofeminisme
Ecofeminisme ini berbicara tentang
ketidakadilan perempuan dalam lingkungan, berangkat dari adanya ketidakadilan yang dilakukan
manusia terhadap non-manusia atau alam.
Impelentasi teori feminisme ini bertujuan
untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan.
Aplikasi teori feminisme dalam pembangunan adalah dengan dikembangkannya alat
analisis berpersfektif feminisme yang dikenal dengan “Teknik Analisis Gender
TAG”.
IV.
Teologi Feminis
dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Perempuan
Mengulas suatu topik pembahasan, terlebih dahulu harus bisa
mendefinisikan topik tersebut. Jika tidak, pembahasan akan rancu. Begitu juga dengan
sub-judul di atas. Saya sebagai penulis artikel ini akan mendefinisikannya terlebih
dahulu.
Teologi berasal dari kata teo dan logos. Teo berarti
Tuhan sedangkan logos berarti pemikiran.
Jadi, teologi berarti pemikiran tentang
Tuhan; agama[23]. Feminisme berarti gerakan perempuan (yang katanya)
membela hak-haknya. Jadi, teologi feminisme berarti asas-asas doktrin agama
atas gerakan perempuan.
Teologi feminisme ini punya banyak macam, sesuai banyaknya
agama yang memiliki gerakan perempuan. Tapi, pada pembahasan kali ini, saya takakan
membahas semua macam itu. Sebab keterbatasan waktu dan kemampuan.Saya hanya akan membahas teologi feminism dalam
Islam.
Berangkat dari kegelisahan
Anita M. Weiss melihat realitas suatu kota
di Lahore, Wallet City. Dia menulis buku The
Slow Yet Steady Path to Women’s Empowerment in Pakistan. Yang kira-kira di dalam buku itu, dia ingin mengatakan
bahwa kami (kaum perempuan) di dunia, di Pakistan khususnya, mengalami deskriminasi.
Dari itu, mereka merasa perlu mewacanakan pentingnya membela hak-hak mereka.
Wacana feminism lahir sebab adanya
deskriminasi terhadap perempuan. Awalnya diskursus ini mulai mencuat di Amerika
Serikat pada tahun 1963. Hal ini ditandai dengan terbitnya buku Betty Frieddan, The Feminine Mystique. Kemudian beresonansi ke dalam ranah pemikiran
Islam modern.[24] Sebut saja beberapa nama seperti Amina Wadud-Muhsin, Laila Ahmed, Riffat Hassan, Fatimah
Mernisi, Asghar Ali Engineer, Nasaruddin Umar, dan lain-lain.
Mereka adalah
orang-orang yang berani melakukan interpretasi baru terhadap Islam untuk mengikuti tren pemikiran gerakan feminis. Perempuan dalam pandangan mereka adalah
orang yang tedeskriminasi. Deskriminasi terhadap mereka tak hanya di ranah tradisi
sosial, seringkali dilegitimasi oleh dokrtin agama. Pertama, bahwa ciptaan Tuhan yang utama adalah laki-laki bukan perempuan,
karena telah diyakini bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki
(Adam), sehingga secara ontologis bersifat derivatif dan sekunder. Kedua,
bahwa perempuan adalah penyebab utama jatuhnya Adam dari surga, karena itu anak
perempuan Hawa harus dipandang dengan rasa benci, curiga dan jijik. Ketiga,
bahwa perempuan tidak saja dicipta dari laki-laki namun juga untuk laki-laki,
sehingga eksistensinya bersifat instrumental dan tidak memiliki makna yang
mendasar.[25]
Jadi, teologi femenisme merupakan
dasar pemikiran para intelektual maupun aktivis feminis untuk memperjuangkan ideologi
mereka. Mereka melakukan reinterpretasi kitab suci mereka (sesuai agamanya masing-masing),
jika interpretasi mainstream mereka anggap tak sesuai dengan pemikiran mereka.
Tak lain dan tak bukan tujuan mereka adalah menarik massa sebanyak-banyknya.
Tapi sayangnya di Indonesia harapan mereka bukan malah direspon tapi malah dibenci.
DAFTAR PUSTAKA
Adler, Philip J., World
Civilization, (Belmont,
Warworth ). 2000
Achmadi Asmoro, Filsafat Umum (edisi revisi), (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada. Cet-II. 2010
Aripurnami, Sila. Perempuan dan Pemberdayaan.(Jakarta:Obor). 1997.
Ariva, Gadis. Pembongkaran Wacana
Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif Feminism, (Disertasi Fakulti
Ilmu Pengetahuan Budaya, Universiti Indonesia). 2002
Crawford, Mary dan Rhoda Unger.Women and Gender : A Feminist Psychology.(New
York : McGraw-Hill) 2004 4rd,
Engineer,
Asghar Ali, Hak-HakPerempuandalam Islam, Yogyakarta: LSPPA, 2000.
Fatima
MernisidanRiffat Hassan, Setara di Hadapan Allah, (terj.) Tim LSPPA,
Yogyakarta: LSPPA, 2000.
Fakih, Mansour, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. (Yogyakarta
: Pustaka Pelajar) 1995.
Jackson, Stevi dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim
Penerjemah Jalasutra), (Bandung : Jalasutra) 2009.
Megawangi, Ratna. Membiarkan Berbeda?
(Bandung : Mizan) 1999.
Maududi, Abul A’la, AlHijab,
(Bandung : Gema Risalah Press). 1995.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Inggris :
Oxford University Press. 4 th. 2008
Rowbotham, Sheila, Women in
Movement: Feminism and Social Action, (New
York :McGrawHill) 2000.
Saulnier, Christine Flynn, Feminist Theories and Sosial Work :
Approaches and Applications, (New York : The Haworth Press, 2000)
The New
Encyclopedia Britanica, Chicago, 15th edition,
[1] Asmoro Achmadi dalam Pendahuluan Buku Filsafat Umum
(edisi revisi), (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010) Cet-II.
h.vii-viii
[2]Simone De Beuvoir, The
Second Sex (terjemahan Adriana Venny Aryani) dalam Sila Aripurnami, Perempuan dan Pemberdayaan, (Jakarta : Obor, 1997), h. 230
[3]Ratna Megawangi, Membiarkan
Berbeda? (Bandung : Mizan, 1999) h. 1-11
[6]Mary Crawford dan Rhoda Unger, Women and Gender : A
Feminist Psychology,(New York :
McGraw-Hill, 2004) 4rd, h. 8
[7]
Gadis Ariva, Pembongkaran
Wacana Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif Feminism, Disertasi Fakult
iIlmu Pengetahuan Budaya, Universiti Indonesia, 2002, h.94
[8]Philip J.Adler, World
Civilization, Belmont, Warworth, 2000, h. 289
[10]Gadis Ariva, Pembongkaran
Wacana Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif Feminism, Disertasi Fakult
iIlmu Pengetahuan Budaya, Universiti Indonesia, 2002, h.95
[11]Mary Crawford dan Rhoda Unger, Women and Gender : A
Feminist Psychology, h.4
[12]Rowbotham,
Sheila, Women in Movement: Feminism and Social Action, (New York, McGrawHill,
2000), h.6-7
[13]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist
Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), (Bandung : Jalasutra, 2009) h. 5-6
[14]Mary Crawford dan Rhoda Unger, Women and Gender : A
Feminist Psychology, h. 4
[15]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist
Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), h.5-6
[16]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist
Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), h. 10
[17]Christine Flynn Saulnier, Feminist Theories and Sosial
Work : Approaches and Applications, (New York : The Haworth Press, 2000)
[18]Christine Flynn Saulnier, Feminist Theories and Sosial
Work : Approaches and Applications,
[19]Thoenes mendefinisikan Welfare state sebagai “a
form of society characterised by a system of democratic goverment-sponsored
welfare placed on a new footing and offering a guarantee of collective social
care to its citizens, concurrently with the maintenance of a capitalist system
of production” (Suharto, 2005)
[20]Rowbotham,
Sheila, Women in Movement: Feminism and Social Action, h.6-7
[21]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist
Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), h. 6
[22]Mansour Fakih, Menggeser Konsepsi Gender dan
Transformasi Sosial. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), h. 85
[23]Dalam
agama Islam istilah teologi digukan sebagai nama departement of God debat tidak untuk pembahasan lainnya.
Karena masing-masing pembahasan punya istilahnya sendiri. Sedangkan
di dalam agama selain Islam istilah ini digunakan sebagai nama departement
of religion. Jadi, mencakup semua ajaran-ajaran
di dalamnya.Tetapi dewasa ini,
istilah itu di dalam Islam sendiri akhirnya mengikuti jejak
agama-agama yang lain; juga digunakan sebagai departement of Religion. Salah satu contohnya adalah pembahasan feminisme
kali ini.
[24]Asghar Ali
Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, (Yogyakarta: LSPPA, 2000), 63
[25]Fatima
Mernisi dan Riffat
Hassan, Setara di Hadapan Allah, Op. Cit., 54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar