Rabu, 27 November 2013

TEORI FEMINIS Sejarah dan Keragaman Pemikiran Feminis


Disusun untuk Memenuhi Syarat pada Matakuliah Relasi Gender dalam Agama-Agama
Oleh :
Fahmi Dzilfikri
(1111032100030)
Hodari
(1111032100031)




JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2013

I.                   Pendahuluan
Miss world, belum lama ini sering diperbincangkan media, baik cetak maupun elektronik. Antra pro-kontra mempunyai argumennya masing-masing. Tak kalah menarik, tokoh sosial, politik, dan agama yang ada di Indonesia, tidak ingin ketinggalan dalam menyikapi atau merespon ajang kecantikan dunia yang akan diadakan di Bali, Indonesia.
Makalah ini, memang tidak membahas mengenai “Miss World” itu sendiri, melainkan tentang gerakan yang memperjuangkan hak-hak wanita dalam bahasa kerennya Feminisme. Diantara argumen yang menolak Miss World ini, mereka (perempuan) merasa dieksploitasi secara legal. Dengan demikian apakah gerakan ini disebut feminisme? Lalu apakah yang dimaksud dengan feminisme dan sejarahnya? Dan bagaimana pengaruhnya terhadap perempuan?
II.                Pengertian dan Sejarah Feminisme
A.    Pengertian Feminisme
Sejarah perkembangan budaya masyarakat dan pemikiran manusia ternyata telah menyadarkan manusia untuk menggugat setiap nilai lama yang mereka anggap tidak relevan lagi. Inilah salah satu aspek yang menyebabkan manusia berbeda dengan makhluk lainnya, karena ia menyadari entitas dirinya.[1]

Kesadaran ini pula yang melatarbelakangi para pelopor gerakan feminis. Mereka sadar bahwa selama ini jarang terjadi kesetaraan peran antara dua jenis kelamin (pembedaan peran antara dua jenis kelamin yang lebih bersifat sosial kultur ini kemudian lebih populer dengan istilah gender).[2]
Feminisme adalah sebuah fenomena sosial. Berbicara tentang feminis, tentu akan berbicara tentang perempuan. Feminisme memang lebih identik dengan perempuan, terutama menyakut perjuangan mereka untuk memperoleh kesetaraan (peran) dengan lelaki. Feminis mempunyai banyak makna, diantaranya menurut Dr. Ratna Megawangi seorang feminis Indonesia, feminisme dalam pengertian yang lebih luas adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. (In its broadest sense, feminism is a women’s movement which rejects the marginal, subordinated and underestimated things by the dominating culture either in politics, economics or social life in general).[3]
Gerakan feminisme adalah suatu gerakan yang meminta persamaan hak wanita dan lelaki atau juga yang disebut dengan gerakan kesetaraan gender berasal dari pandangan hidup masyarakat Barat. MenurutThe New Encyclopedia of Britanica disebutkan bahwa : “Feminism is the belief, largely originating in the West, in the social, economic, and political equality of the sexes, represented worldwide by various institutions committed to activity on behalf of women’s rights and interests”. (Feminisme adalah keyakinan yang berasal dari Barat berkaitan dengan kesetaraan sosial, ekonomi dan politik antara lelaki dan perempuan yang tersebar keseluruh dunia melalui organisasi yang bergerak atas nama hak-hak dan kepentingan perempuan ).[4]
Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary, feminism is the belief and aim that women should have the same rights and opportunities as men.[5] Feminis ini tentang kebebasan perempuan dan persamaan peran antara perempuan dan lelaki dalam hal tanggung jawab dan hak istimewa (privileges) dalam masyarakat. Feminis ini mempunyai banyak definisi tergantung perspektif yang digunakan, karena itu lebih tepat digunakan istilah “feminisms” dari pada “feminism”. Intinya sudut pandang feminis mempunyai dua motif penting. Pertama, nilai feminis sama pentingnya dan manfaatnya dengan nilai kemanausiaan. Kedua, feminis mengakui kebutuhan perubahan sosial yang merekonstruksi kembali pemahaman yang sudah ada tentang perempuan.[6]
B.     Historis Feminisme
Sejarah munculnya gerakan feminis ini tidak dapat terlepas dari filsafat, yang merupakan cikal bakal pengetahuan, realitas, keadilan, dan kebijaksanaan. Setidaknya fungsi filsafat ini ada dua :
1.      Filsafat menawarkan alat untuk dapat berfikir secara jernih, kritis dan konseptual.
2.      Membuat segala sesuatu menjadi masuk akal dengan perhitungan rasional dan kebijaksanaa.
Pertanyaanya, apakah benar filsafat ini telah memenuhi janjinya? Pemunculan filsafat terutama filsafar Barat yang dianggap tidak bijaksana. Filsafat Barat tidak bijaksana dalam memperhitungkan suara feminisme. Pandangan tentang perempuan seringkali bias, seksis atau sama sekali diabaikan. Sejak abad 17 telah ditemukan karya-karya filusuf perempuan, seperti dalam bidang metafisika, epistimlogi, teori moral dan lain-lain.
Menurut Waithe, sejak tahun 600-500 SM, karya-karya filsafat perempuan Yunani telah muncul, penulisnya seperti Themistoclea, Theano I dan II, Arignote, Aesara, Phintys, Perictione I dan II, Aspasia, Makrina, Hipatia, Arete, Cleobullina, Axiothea, Julia Domma, Mary Wallstoneccraft. Pada abad 17, Anna Maria Schurman buku tentang pendidikan. Mengapa nama-nama filusuf perempuan tersebut sangat jarang muncul ke permukaan? Di sinilah, nampaknya ada peminggiran terhadap filusuf-filusuf perempuan.[7]
Munculnya gerakan feminisme pada masyarakat Barat tidak terlepas dari sejarah masyarakat Barat yang memandang rendah terhadap kedudukan perempuan, dan kekecewaan masyarakat Barat terhadap pernyataan kitab suci mereka terhadap perempuan.
Pakar sejarah Barat, Philip J.Adler dalam buku “World Civilization” menggambarkan bagaimana kekejaman masyarakat Barat dalam memandang dan memperlakukan perempuan. Sampai abad ke 17, masyarakat Eropa masih memandang perempuan sebagai jelmaan syaitan atau alat bagi syaitan untuk menggoda manusia, dan meyakini bahawa sejak awal penciptaannya, perempuan merupakan ciptaan yang tidak sempurna. Oleh sebab itu perempuan disebut dengan “female” yang berasal dari bahasa Greek. Ayat “femina” berasal dari kata “fe” dan “minus”. “Fe” bermakna “fides”, atau “faith” yang berarti kepercayaan atau iman. Sedang “mina” berasal dari kata “minus” yang berarti “kurang”. Maka “femina” adalah “seseorang yang mempunyai iman yang kurang”.[8]
Sikap Kitab suci Bible terhadap perempuan mengakibatkan sikap gereja yang merendahkan perempuan sebagaimana dinyatakan oleh Paderi St.John Chrysostom (345-407) “Wanita adalah syaitan yang tidak dapat dihindari, suatu kejahatan dan bencana yang abadi dan menaik, sebuah risiko rumah tangga.[9] Thomas Aquinas, dalam tulisannya“Summa Theologia” setuju dengan pernyataan Aristotle yang menyatakan bahwa :“Perempuan adalah lelaki yang cacat atau memiliki kekurangan (defect male)”. Sedangkan Imanuel Kant menyatakan bahwa :“Perempuan mempunyai perasaan yang kuat tentang kecantikan dan keanggunan dan sebagainya, tetapi kurang dalam bidang kognitif dan tidak dapat memutuskan tindakan moral”[10]
Lahirnya gerakan feminisme yang dipelopori oleh kaum perempuan terbagi menjadi tiga gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki perkembangan yang sangat pesat. Pergerakan paling awal ditemui sejak abad ke-15, Christine de Pizan pernah menulis ketidakadilan yang dialami perempuan.
Tahun 1800-an, muncul MRPK, pergerakan yang cukup signifikan, di sini tokoh yang muncul Susan dan Elizabeth telah memperjuangkan hak-hak politik, yaitu hak untuk memilih. Diawali dengan kelahiran era pencerahan yang terjadi di Eropa dimana Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoracet sebagai pelopornya. Menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negara-negara penjajahan Eropa dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood.[11]
1.      The First Feminist Wave : Votes for Women
Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan olehaktivis sosialis utopis yaitu Charles Fourier padatahun 1837. Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerikadan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul The Subjection of Women (1869) karya John Stuart Mill, danp erjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme pada gelombang pertama.
Maka, dari latar belakang demikian, di Eropa berkembang gerakan untuk menaikkan derajat kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan Politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. Tahun 1792 Mary Wolllstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of theright of Woman yang isinya dapat dikatakan meletakan dasar prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak –hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka memberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini dinikmati oleh kaum laki-laki[12].
Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut ini yang menjadi momentum perjuangannya adalah gender inequality, hak-hak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualita.
2.      The Second Feminist Wave : The Personal Is Political
Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan lahirnya Negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan negara-negara Eropa maka lahirlah gerakan Feminisme gelombang kedua pada tahun 1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan diikutsertakannya kaum perempuan dan hak suara perempuan dalam hak suara parlemen. Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dari selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan.
Akhir 1960-an dan awal 1970-an menjadi saksi meningkatnnya aktivisme kaum kiri yang bersemangat di seluruh dunia Barat. Inilah konteks kemunculan Gerakan Pembebasan Perempuan, bersamaan dengan gerakan-gerakan lain seperti Gay Liberation dan Black Power.[13] Feminisme liberal gelombang kedua dipelopori oleh para feminis Perancis seperti Helene Cixous (seorang yahudi kelahiran Algeria yang kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran dekontruksionis, Derrida. Dalam the laugh of the Medusa, Cixous mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai maskulin. Sebagai bukan white-Anglo-American Feminist, dia menolak essensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida.[14]
Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuan-perempuan yang teropresi di dunia ketiga, dengan asumsi bahwa semua perempuan adalah sama.


3.      The Third Feminist Wave :Transversal Politics
Gelombang ketiga feminism sangat dipengaruhi oleh gelombang kedua. Gelombang ketiga ini didorong oleh kebutuhan pengembangan teori dan politik aktivis feminis.
Feminisme sebagai kegiatan politik akar rumputnya tidak hilang. Kaum perempuan tetap aktif hingga sekarang dalam kampanye-kampanye dengan isu tunggal seputar, misalnya pornografi, hak reproduksi, kekerasaan terhadap perempuan dan hak-hak legal perempuan. Kaum feminisi juga terlibat dan memberikan kontribusi yang khas terhadap gerakan gerakan sosial yang lebh luas, seperti gerakan perdamaian dan kampanye menuntut hak-hak kaum lesbian dan gay. Gagasan-gagasan feminis juga memiliki pengaruh dalam politik arus utama dan berbagai perdebatan publik yang lebih luas.[15]
III.             Teori-Teori Feminisme
Teori feminis yang kita kenal sekarang berasal dari periode sebelumnya, namun telah dikembangkan dan mengalami pemberagaman melalui proses debat, kritik dan refleksi yang tak kunjung henti[16]. Hasilnya, berbagai cabang teori dan objek penyelidikan teoritis baru telah muncul dalam waktu yang berlainan selam proses tersebut.
Karena gerakan feminisme ini merupakan sebuah ideologi yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi kaum perempuan untuk mencapai kesetaraan sosial, feminism berkembang menjadi tiga mazhab yang paling dikenal adalah feminisme liberal, radikal dan sosialis. Ketiga mazhab mainstream ini kemudian berkembang menjadi beberapa sub-mazhab seperti feminisme lesbian (lesbian feminist theory), feminisme kultural, eco-feminisme, wanitaisme (womanism atau African-American women’s feminist theory), feminisme pascamodern (postmodern feminist theory), dan feminisme global[17]. Feminisme lesbian dan kultur, misalnya lahir sebagai reaksi terhadap feminisme liberal, keduanya merupakan perluasan dari mazhab feminisme radikal.
Secara umum teori feminisme dikelompokan dalam tabel di bawah ini :
TEORI FEMINISME
Gelombang Awal Feminisme
Gelombang Kedua Feminisme
Gelombang Ketiga Feminisme
v  Feminisme Liberal
v  Feminisme Radikal
v  Feminisme
v  Feminisme Eksistensialis
v  Feminisme Gynosentris
v  Feminisme postmoderen
v  Feminisme Multikultural
v  Feminisme global
v  Ecofeminisme

1.      Gelombang Awal Feminisme
A.    Feminis Liberal
Teori feminis liberal meyakini bahwa masyarakat telah melanggar nilai tentang hak-hak kesetaraan terhadap wanita terutama dengan cara mendefinisikan wanita sebagai sebuah kelompok ketimbang sebagai individu-individu. Mazhab ini mengusulkan agar wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Para pendukung feminisme liberal sangat banyak, antara lain John Stuart Mill, Harriet Taylor, Josephine St. Pierre Ruffin, Anna Julia Copper, Ida B. Wells, Frances E. W. Harper, Mary Church Terrel dan Fannie Barrier Williams.[18]
Gerakan utama feminisme liberal tidak mengusulkan perubahan struktur secara fundamental, melainkan memasukan wanita ke dalam struktur yang ada berdasarkan prinsip kesetaraan dengan laki-laki. Lebih kepada perjuangan yang harus menyentuh kesetaraan politik antara wanita dan laki-laki melalui penguatan perwakilan wanita di ruang-ruang publik.
Para feminis liberal aktif memonitor pemilihan umum dan mendukung laki-laki yang memperjuangankan kepentinga wanita. Berbeda dengan para pendahulunya, feminis liberal saat ini cenderung lebih sejalan dengan model liberalisme kesejahteraan atau egalitarian yang mendukung sistem kesejahteraan negara (welfare state)[19] dan meritokrasi.
B.     Feminis Radikal
Feminis radikal lahir dari aktivitas dan analis politik mengenai hak-hak sipil dan gerakan-gerakan perubahan sosial pada tahun 1950-an; serta gerakan-gerakan wanita yang semarak pada tahun 1960-an dan 1970-an. Namun demikian, mazhab ini dapat dilacak pada para pendukungnya yang lebih awal. Lewat karyanya, Vindication of the Rights of Women, Mary Wollstonecraff pada tahun 1797 menganjurkan kemandirian wanita dalam bidang ekonomi[20]. Maria Stewart, salah satu feminis kulit hitam pertama, pada tahun 1830-an mengusulkan penguatan relasi diantara wanita kulit hitam. Elizabeth Cuddy Stanton pada tahun 1880-an menentang hak-hak seksual laki-laki terhadap wanita dan menyerang justifikasi keagamaan yang menindas wanita.
Feminis radikal juga dikembangkan dari gerakan-gerakan Kiri Baru (New Left) yang menyatakan bahwa perasaan-perasaan keterasingan dan ketidakberdayaan pada dasarnya diciptakan secara politik dan karenanya transformasi personal melalui aksi-aksi radikal merupakan cara dan tujuan yang paling baik. Mazhab ini secara fundamental menolak agenda feminisme liberal mengenai kesamaan hak wanita;dan menolak strategi kaum liberal yang bersifat tambal sulam, incremental, dan tidak menyeluruh. Berseberangan dengan feminis liberal yang menekankan kesamaan antara wanita dan laki-laki. Misalnya, wanita dan laki-laki mengkonseptualisasikan kekuasaan secara berbeda. Bila laki-laki berusaha untuk mendominasi dan mengontrol orang lain; wanita lebih tertarik untuk berbagi dan merawat kekuasaan.
Inti ajaran feminis radikal diantaranya, the persona is politcal sebagai slogan yang kerap digunakan oleh feminis radikal.[21] Maknannya : bahwa pengalaman-pengalaman individual wanita mengenai ketidakadilan dan kesengsaraan yang oleh para wanita dianggap sebagai masalah-masalah personal, pada hakikatnya adalah isu-isu politik yang berakar pada ketidakseimbanga kekuasaan antara wanita dan laki-laki. Memprotes eksploitasi wanita dan pelaksanaan peran sebagai istri, ibu dan pasangan sex laki-laki, serta menganggap perkawinan sebagai bentuk formalisasi pendiskriminasian terhadap wanita. Menolak sistem hierarkis yang berstrata berdasarkan garis gender dan kelas, sebagaimana diterima oleh feminis liberal.
C.    Feminis Marxis atau Sosialis
Feminis sosialis mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Menurut Jagga, mazhab ini merupakan sintesa dari pendekatan historis-materialis Marxisme dan Engels dengan wawasan the personal is political dari kaum feminis radikal,[22]meskipun banyak pendukung mazhab ini kurang puas dengan analisis Marx dan Engels yang tidak menyapa penindasan dan perbudakan terhadap wanita.
Marx menyatakan kondisi material atau ekonomi merupakan akar kebudayaan dan organisasi sosial. Cara-cara hidup manusia merupakan hasil dari apa yang mereka produksi dan bagaimana mereka memproduksinya. Maka, semua sejarah politik dan intelektual dapat difahami dengan mengetahui mode of econmic production yang dilakukan oleh bangsa manusia. Kesadaran dan diri berubah mengikuti perubahan lingkungan material. Marx berargumen, “it is not consciousness that determines life but life that determines consciousness”. Menurut Engels, wanita dan laki-laki memiliki peranan-peranan penting dalam memelihara keluarga inti. Namun karena tugas-tugas tradisional wanita mencakup pemeliharaan rumah dan penyiapan makanan, sedangkan tugas laki-laki mencari makanan, memiliki dan memerintah budak, serta memiliki alat-alat yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas tersebut, laki-laki memiliki akumulasi kekayaan yang lebih besar ketimbang wanita. Akumulasi kekayaan ini menyebabkan posisi laki-laki di dalam keluarga menjadi lebih penting daripada wanita dan pada gilirannya mendorong laki-laki untuk mengeksploitasi posisinya dengan menguasai wanita dan menjamin warisan bagi anak-anaknya.
Feminis sosialis lebih menekankan wanita tidak dimasukan analisis kelas, karena pandangan bahwa wanita tidak memiliki hubungan khusus dengan alat-alat produksi. Karenanya, perubahan alat-alat produksi merupakan necessary condition, meskipun bukan sufficient condition dalam mengubah faktor-faktor yang mempengaruhi penindasan terhadap wanita.
Teori feminis menjadi kian beragam dan cenderung menitiberatkan perhatian pada persoalan-persoalan khusus ketimbang berusaha memotret kondisi perempuan secara umum. Pengakuan akan adanya perbedaan antara kaum perempuan itu sendiri menjadi isu teoritis utama.
2.      Gelombang Kedua Feminisme
A.    Feminisme Eksistensialis
Feminisme eksistensialis melihat ketertindasan perempuan dari beban reproduksi yang di tanggung perempuan, sehingga tidak mempunyai posisi tawar dengan laki-laki.
B.     Feminisme Gynosentris
Feminisme Gynosentris melihat ketertindasan perempuan dari perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan, yang menyebabkan perempuan lebih inferior dibandingkan laki-laki.

3.      Gelombang Ketiga Feminisme
A.    Feminisme Postmoderen
Postmodern menggali persoalan alienasi perempuan seksual, psikologis, dan sastra dengan bertumpu  pada bahasa sebagai sistem.
B.     Feminisme Multikultural
Feminisme multikultural melihat ketertindasan perempuan sebagai “satu definisi” dan tidak melihat ketertindasan terjadi dari kelas dan ras, preferensi sosial, umur, agama, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
C.    Feminisme Global
Feminisme global ini lebih menekankan ketertindasannya dalam konteks perdebatan antara feminisme di dunia yang sudah maju dan feminisme di dunia yang sedang berkembang.
D.    Ecofeminisme
Ecofeminisme ini berbicara tentang ketidakadilan perempuan dalam lingkungan, berangkat  dari adanya ketidakadilan yang dilakukan manusia terhadap non-manusia atau alam.
Impelentasi teori feminisme ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Aplikasi teori feminisme dalam pembangunan adalah dengan dikembangkannya alat analisis berpersfektif feminisme yang dikenal dengan “Teknik Analisis Gender TAG”.

IV.             Teologi Feminis dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Perempuan
Mengulas suatu topik pembahasan, terlebih dahulu harus bisa mendefinisikan topik tersebut. Jika tidak, pembahasan akan rancu. Begitu juga dengan sub-judul di atas. Saya sebagai penulis artikel ini akan mendefinisikannya terlebih dahulu.
Teologi berasal dari kata teo dan logos. Teo berarti Tuhan sedangkan logos berarti pemikiran. Jadi, teologi berarti pemikiran tentang Tuhan; agama[23]. Feminisme berarti gerakan perempuan (yang katanya) membela hak-haknya. Jadi, teologi feminisme berarti asas-asas doktrin agama atas gerakan perempuan.
Teologi feminisme ini punya banyak macam, sesuai banyaknya agama yang memiliki gerakan perempuan. Tapi, pada pembahasan kali ini, saya takakan membahas semua macam itu.  Sebab keterbatasan waktu dan kemampuan.Saya hanya akan membahas teologi feminism dalam Islam.
Berangkat dari kegelisahan Anita M. Weiss melihat realitas suatu kota di Lahore, Wallet City. Dia menulis buku The Slow Yet Steady Path to Women’s Empowerment in Pakistan. Yang kira-kira di dalam buku itu, dia ingin mengatakan bahwa kami (kaum perempuan) di dunia, di Pakistan khususnya, mengalami deskriminasi. Dari itu, mereka merasa perlu mewacanakan pentingnya membela hak-hak mereka.
Wacana feminism lahir sebab adanya deskriminasi terhadap perempuan. Awalnya diskursus ini mulai mencuat di Amerika Serikat pada tahun 1963. Hal ini ditandai dengan terbitnya buku Betty Frieddan, The Feminine Mystique. Kemudian beresonansi ke dalam ranah pemikiran Islam modern.[24] Sebut saja beberapa nama seperti Amina Wadud-Muhsin, Laila Ahmed, Riffat Hassan, Fatimah Mernisi, Asghar Ali Engineer, Nasaruddin Umar, dan lain-lain.
Mereka adalah orang-orang yang berani melakukan interpretasi baru terhadap Islam untuk mengikuti tren pemikiran gerakan feminis. Perempuan dalam pandangan mereka adalah orang yang tedeskriminasi. Deskriminasi terhadap mereka tak hanya di ranah tradisi sosial, seringkali dilegitimasi oleh dokrtin agama. Pertama, bahwa ciptaan Tuhan yang utama adalah laki-laki bukan perempuan, karena telah diyakini bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam), sehingga secara ontologis bersifat derivatif dan sekunder. Kedua, bahwa perempuan adalah penyebab utama jatuhnya Adam dari surga, karena itu anak perempuan Hawa harus dipandang dengan rasa benci, curiga dan jijik. Ketiga, bahwa perempuan tidak saja dicipta dari laki-laki namun juga untuk laki-laki, sehingga eksistensinya bersifat instrumental dan tidak memiliki makna yang mendasar.[25]
Jadi, teologi femenisme merupakan dasar pemikiran para intelektual maupun aktivis feminis untuk memperjuangkan ideologi mereka. Mereka melakukan reinterpretasi kitab suci mereka (sesuai agamanya masing-masing), jika interpretasi mainstream mereka anggap tak sesuai dengan pemikiran mereka. Tak lain dan tak bukan tujuan mereka adalah menarik massa sebanyak-banyknya. Tapi sayangnya di Indonesia harapan mereka bukan malah direspon tapi malah dibenci.











DAFTAR PUSTAKA
Adler, Philip J., World Civilization, (Belmont, Warworth ). 2000
Achmadi Asmoro, Filsafat Umum (edisi revisi), (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Cet-II. 2010
Aripurnami, Sila. Perempuan dan Pemberdayaan.(Jakarta:Obor). 1997.
Ariva, Gadis. Pembongkaran Wacana Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif Feminism, (Disertasi Fakulti Ilmu Pengetahuan Budaya, Universiti Indonesia). 2002
Crawford, Mary dan Rhoda Unger.Women and Gender : A Feminist Psychology.(New York : McGraw-Hill) 2004 4rd,
Engineer, Asghar Ali, Hak-HakPerempuandalam Islam, Yogyakarta: LSPPA, 2000.
Fatima MernisidanRiffat Hassan, Setara di Hadapan Allah, (terj.) Tim LSPPA, Yogyakarta: LSPPA, 2000.
Fakih, Mansour, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar) 1995.
Jackson, Stevi dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), (Bandung : Jalasutra) 2009.
Megawangi, Ratna. Membiarkan Berbeda? (Bandung : Mizan) 1999.
Maududi, Abul A’la, AlHijab, (Bandung : Gema Risalah Press). 1995.
Oxford Learner’s Pocket Dictionary. Inggris : Oxford University Press. 4 th. 2008
Rowbotham, Sheila, Women in Movement: Feminism and Social Action, (New York :McGrawHill) 2000.
Saulnier, Christine Flynn, Feminist Theories and Sosial Work : Approaches and Applications, (New York : The Haworth Press, 2000)
The New Encyclopedia Britanica, Chicago, 15th edition,




[1] Asmoro Achmadi dalam Pendahuluan Buku Filsafat Umum (edisi revisi), (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010) Cet-II. h.vii-viii
[2]Simone De Beuvoir, The Second Sex (terjemahan Adriana Venny Aryani) dalam Sila Aripurnami, Perempuan dan Pemberdayaan, (Jakarta : Obor, 1997), h. 230
[3]Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda? (Bandung : Mizan, 1999) h. 1-11
[4]The New Encyclopedia Britanica, Chicago, 15th edition, h.723
[5] Oxford Learner’s Pocket Dictionary. (Inggris : Oxford University Press, 2008) 4 th. h. 163
[6]Mary Crawford dan Rhoda Unger, Women and Gender : A Feminist  Psychology,(New York : McGraw-Hill, 2004) 4rd, h. 8
[7] Gadis Ariva, Pembongkaran Wacana Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif Feminism, Disertasi Fakult iIlmu Pengetahuan Budaya, Universiti Indonesia, 2002, h.94
[8]Philip J.Adler, World Civilization, Belmont, Warworth, 2000, h. 289
[9]Abul A’la Maududi, AlHijab, (Bandung : Gema Risalah Press, 1995), h. 23
[10]Gadis Ariva, Pembongkaran Wacana Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif Feminism, Disertasi Fakult iIlmu Pengetahuan Budaya, Universiti Indonesia, 2002, h.95
[11]Mary Crawford dan Rhoda Unger, Women and Gender : A Feminist Psychology, h.4
[12]Rowbotham, Sheila, Women in Movement: Feminism and Social Action, (New York, McGrawHill, 2000), h.6-7
[13]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), (Bandung : Jalasutra, 2009) h. 5-6
[14]Mary Crawford dan Rhoda Unger, Women and Gender : A Feminist Psychology, h. 4
[15]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), h.5-6
[16]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), h. 10
[17]Christine Flynn Saulnier, Feminist Theories and Sosial Work : Approaches and Applications, (New York : The Haworth Press, 2000)
[18]Christine Flynn Saulnier, Feminist Theories and Sosial Work : Approaches and Applications,
[19]Thoenes mendefinisikan Welfare state sebagai “a form of society characterised by a system of democratic goverment-sponsored welfare placed on a new footing and offering a guarantee of collective social care to its citizens, concurrently with the maintenance of a capitalist system of production” (Suharto, 2005)
[20]Rowbotham, Sheila, Women in Movement: Feminism and Social Action, h.6-7
[21]Stevi Jackson dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah Jalasutra), h. 6
[22]Mansour Fakih, Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), h. 85
[23]Dalam agama Islam istilah teologi digukan sebagai nama departement of God debat tidak untuk pembahasan lainnya. Karena masing-masing pembahasan punya istilahnya sendiri. Sedangkan di dalam agama selain Islam istilah ini digunakan sebagai nama departement of religion. Jadi, mencakup semua ajaran-ajaran di dalamnya.Tetapi dewasa ini, istilah itu di dalam Islam sendiri akhirnya mengikuti jejak agama-agama yang lain; juga digunakan sebagai departement of Religion. Salah satu contohnya adalah pembahasan feminisme kali ini.
[24]Asghar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan dalam Islam, (Yogyakarta: LSPPA, 2000), 63
[25]Fatima Mernisi dan Riffat Hassan, Setara di Hadapan Allah, Op. Cit., 54.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar