Makalah ini Disusun
untuk Memenuhi Syarat pada Matakuliah Relasi Gender dalam Agama-Agama
Oleh:
Ika Wahyu. S
1111032100039
Ratna Hildia. A
11110321000
JURUSAN
PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
I
|
Pendahuluan
Setiap agama mengalami evolusi sikap-sikap terhadap perempuan
secara historis, begitu pula dengan Yahudi. Kultur keagamaan Israel yang
bersifat al-kitabi mempunyai rentang waktu mungkin 1000 tahun (1200-200 SM),
tetapi masih banyak tradisi-tradisi yang terekam dalam Bible Ibrani. Puncak
kematangan kultur Israel berpusat pada monoteisme yang kuat dengan berdasarkan
pada keyakinan bahwa Tuhan yang benar-benar Esa telah menjadikan orang-orang
Israel sebagai manusia-manusia pilihan-Nya.
Orang Yahudi menekankan prokreasi (reproduksi) dan kehidupan
keluarga karena mereka telah melakukan suatu perjanjian dimana perjanjian itu berupa aturan-aturan
yang menyerupai kontrak yang dibuat antara Tuhan dan Musa, sebagai wakil rakyat
(lihat keluhan exodus dan Deuteronomy). Perjanjian tersebut memberi mereka
suatu identitas yang istimewa dan suatu alasan yang istimewa pula untuk
bertahan hidup.[1]
A.
Gambaran Proses Penciptaan dalam Al-Kitab
Genesis, 1: 2-2:4,[2]
“ 1:2 Now the earth was unformed and void, and darkness was upon
the face of the deep; and the spirit of God hovered over the face of the
waters. A 1:3 And God said: 'Let there be light.' And there was light. 1:4 And
God saw the light, that it was good; and God divided the light from the
darkness ”.[3]
Genesis, 2:
4b-25,[4]
“ B 2:21 And the
LORD God caused a deep sleep to fall upon the man, and he slept; and He took
one of his ribs, and closed up the place with flesh instead thereof. 2:22 And
the rib, which the LORD God had taken from the man, made He a woman, and brought
her unto the man. 2:23 And the man said: 'This is now bone of my bones, and
flesh of my flesh; she shall be called Woman, because she was taken out of
Man.' 2:24 Therefore shall a man leave his father and his mother, and shall
cleave unto his wife, and they shall be one flesh. 2:25 And they were both
naked, the man and his wife, and were not ashamed ”.[5]
Ayat-ayat diatas menguraikan
tentang bagaimana jenis kelamin pertama kali diciptakan dan kemudian “ jatuh ”
ke dalam kondisi manusia sekarang. Manusia ada melalui tindakan atau campur
tangan Tuhan, dan manusia merupakan wujud ciptaan tertinggi.[6]
Dalam surat dan ayat Genesis diatas juga mengajarkan bhawa laki-laki dan
perempuan saling melengkapi, sehingga dpat ditarik kesimpulan bahwa terciptanya
manusia yang sempurna melalui penyatuan manusia, yaitu laki-laki dan perempuan.
Secara simbolik, perempuan diciptakan dari tulang iga laki-laki.[7]
Dengan demikian, dapat ditarik benang merah bahwa seorang perempuan merupakan “
penolong ” yang tepat untuk laki-laki.
Penjelasan-penjelasan Genesis menggambarkan asumsi-asumsi
patriarkhal tentang kekuasaan laki-laki, pandangan seperti ini diakui karena
bila dipahami uraian diatas menggambarkan perempuan secara sangat positif.
Jadi, dapat dipahami bahwa Genesis sebagai bagian dari isi Torah mengilhamkan
suatu dasar kesetaraan antara dua jenis kelamin tersebut dan saling berbagi
kesetaraan dalam martabat kemanusiaan. Para feminis dari Al Kitab menganggap
simbolisme ini lebih kepada sekutu daripada musuh.[8]
Interpretasi bahwa laki-laki dan perempuan itu setara juga
berpegang teguh kepada Kitab Perjanjian 3 tentang dosa-dosa manusia dan
keterbelahan (pribadinya). Misanthropi (kebencian terhadap orang lain) mengenai
apapun yang tersembunyi dalam kejatuhan ini, secara spesifik bukanlah merupakan
suatu misogini, kebencian terhadap perempuan.[9]
Namun sebaliknya penjelasan mengenai kejatuhan ini menggambarkan Adam dan Hawa
sebagai tipe-tipe perilaku orang Israel awal, kedua-duanya salah menanggapi
tanda perintah Tuhan.[10]
Hawa sebagai perempuan yang cerdas, dan praktis, memutuskan bahwa
buah tersebut enak untuk dimakan, menyenangkan untuk dilihat dan sumber
kebijaksanaan yang potensial. Dengan kata lain, ia melihatnya sebagai suatu
tawar-menawar. Adam hanya memakan apa yang diletakkan istrinya didepannya,
dengan pertimbangan bahwa masalah kerumahtanggaan adalah urusan Hawa.
Kedua-duanya secara sadar mengabaikan perinyah Tuhan. Oleh karena itu,
kedua-duanya berdosa dan pantas dihukum.
Genesis juga menguraikan berbagai peristiwa putusnya kedekatan
dengan Tuhan yang primodial, serta putusnya kesempurnaan surgawi, merupakan
sebab awal yang menyakitkan dalam kehidupan yang dialami laki-laki dan
perempuan sekarang. Laki-laki harus bekerja keras, mencari makan dengan
keringat dari keningnya, sementara perempuan harus melahirkan anak-anak dalam
kesakitan.
Dalam perkembangan trsdisi selanjutnya, memperlihatkan gambaran
yang tidak enak tentang perempuan, misalnya “ perempuan-perempuan asal mula
dosa dan melalui perempuan kita semua mati ” hal ini tercantum dalam
Ecclesiasticus 25:24.[11]
Namun cerita yang asli cenderung memperlakukan setara jenis-jenis kelamin
tersebut secara setara, dengan mengatakan bahwa mereka sama-sama
bertanggungjawab bagi suatu kehidupan, jauh lebih kecil dari intuisi yang berkata
itu “ harus ”.
B.
Gambaran Secara Umum Perempuan dalam Al-Kitab
Dalam Al-Kitab cinta seorang ibu yang notabene disini adalah
perempuan, menjadi suatu metafora yang sangat kuat dalam Teologi Al-Kitab,
dengan melibatkan satu Psalm “ Dari rahim perempuan sampai kepada cinta kasih
Tuhan ” (Trible 1978, 34, 38). Dalam kitab-kitab suci Ibrani, rahim perempuan
adalah milk Tuhan. Dalam cerita pengkhianatan Abraham terhadap Sarah (Genesis
20: 1-18[12]).
Tuhan, “ menutup setiap rahim dari rumah keluarga Abimelech,” yang telah
menyakiti Sarah yang tak berdosa, lantaran Abraham. Ketika semuanya dibuat
benar, Than membuka rahim yang telah ditutup. Hal yang hamper sama dalam
Genesis 29: 31-34,[13]
Tuhan membuka rahim Leach, yang dibenci secara tidak adil oleh suaminya Yacob yang
lain dan Tuhan membuka rahimnya (Genesis 30:22)[14].
Dalam I Samuel 1: 2-20, kita menemukan Hannah, yang walaupun
dicintai oleh suaminya ia bersedih karena mandul. Hannah bersabar terhadap
ejekan saingan-saingan dia yang subur dan berdoa kepada Tuhan dan ketika itu
juga Yahweh, yang secara misterius telah menutup rahimnya, mengingat dia dan
memberinya seorang anak. Oleh Karena itu permasalahan pertama yang patut
dicatat adalah, bahwa Tuhan mengendalikan kesuburan. Kesuburan manusia adalah
suatu rahmat yang misterius yang dirahasiakan pada kedalaman kreativitas Tuhan.[15]
Memang, Tuhan sendiri bekerja di dalam rahim untuk menciptakan
kehidupan manusia. Demikian pula, dalam puisi Jeremiah, Tuhan berkata kepada
nabi: “ Sebelum Aku menciptakanmu didalam rahim, Aku sendiri sudah mengetahui
kamu, sebelum kamu dilahirkan Aku mentahbiskanmu, aku mengangkatmu sebagai
sebagai seorang nabi bagi bangsa-bangsa (I: 4-5, NEB). Job (31-15) mempunyai
pendapat yang sama: “ Tuhan menciptakan masing-masing kita di dalam rahim ibu
kita. Ketika Jeremiah meratapi nasibnya, ia mengutuk hari kelahirannya, sambil
mengangankan bahwa Tuhan telah membuat rahim ibunya sebagai kuburannya (20:17).
Job lagi-lagi punya pikiran yang sama dengan mengangankan bahwa dia belum
dilahirkan dari rahim tersebut tetapi telah mati (3:11). Psalm 22 berbicara
tentang Tuhan sebagai seorang yang telah membawa kita dari rahim, seorang yang
menjadi Tuhan kita (sejak) dari rahim ibu kita. (V.10). akhirnya, Isaiah (46:
3-4) menggunakan perumpamaan rahim sebagai bagian dari sebuah simbolisme yang
puitis bagi kemahabesaran Tuhan. Trible (1978, 38) meringkas pasal-pasal Al-Kitab
ini: “ Tuhan menyusun rencana di dalam rahim; Tuhan menumbukannya dalam rahim;
tuhan mengeluarkan dari rahim dan Tuhan membawa dari rahim sampai kepada rambut
putih. Menurutnya organ tubuh yang dimilki seorang perempuan tersebut menjadi
sarana yang menunjukkan cinta kasih Tuhan.”[16]
Kasih Tuhan merupakan satu sifat yang paling utama. Kenyataannya,
ungkapan “ Yahweh yang pengasih dan pemurah ” muncul memenuhi seluruh Al-Kitab
Ibrani sebagai suatu tanda ketuhanan. Akar kata sifat pengasih (rahum)
berarti rahim. Oleh karena itu, secara konkret kata tersebut mengandung
konotasi bergerak di dalam rahim seseorang.
Isaiah kedua, pengarang Isaiah 49, adalah suara kenabian yang lain
yang menggunakan perumpamaan keibuan. Untuk memperlihatkan kepedulian Tuhan
pada orang Israel, ia muncul dengan figure pemelihara: “ Dapatkah seorang
perempuan melupakan anak yang didadanya atau ibu yang mencintai anak yang ada
di rahimnya? Bahkan jika perempuan tersebut lupa bagaimanapun aku takkan
melupakannya” (V. 15. NEB). Isaiah ketiga, pengarang bab 63, juga menggunakan
rahim dalam mengasosiakan kasih. Trible (1978, 53) menyatakan “ getaran rahimmu
dan kasihmu”.[17]
Secara umum istilah keibuan ini memastiakn bahwa Tuhan Al-Kitab
Ibrani adalah laki-laki dan sekaligus perempuan. Dengan kata lain, ketika ia
sampai pada ungkapan segi ketuhanannya, bahkan kultur Israel Al-Kitab yang
sangat patriarkhispun dapat memberi kesan keibuan yang bersifat ketuhanan ke
dalam jiwa. Tetapi seberapa banyak ia berpegang kembali kepada agama-agama
kesuburan, yang di situ Tuhan-Tuhan perempuan menampakkan berbagai aspek “ Ibu
Pertiwi ”, agama Israel dapat dipahami lewat pandangan ini (Genesis 1: 26-28)
bahwa manusia, laki-laki dan perempuan diciptakan dalam gambaran Tuhan.[18]
Kebijaksanaan Tuhan mendominasi buku sapiential
(kebijaksanaan) dari Al-Kitab Ibrani, dan biasanya kebijaksanaan digambarkan
sebagai sifat feminisne karena Kebijaksanaan meletakkan dasar suatu pandangan
yang positif terhadap intelegensi perempuan. Kekayaan hidup yang sebenarnya
adalah Kebijaksanaan itu sendiri: ketajaman pikiran, pengetahuan dan
kehatian-hatian.[19]
Di bidang aktivitas keagamaan, perempuan Israel jauh lebih setara dengan
laki-laki, tetapi mereka benar-benar memilki kebebasan. Misalnya, perempuan
dapat membuat ramalan. Oleh karena itu, ketika dihadapkan dengan kharisma,
anugerah langsung dari Tuhan, perempuan keluar dari hambatan-hambatan social
yang normal.[20]
Namun, selain perihal diatas Al-Kitab juga menyebutkan bahwa
perempuan perupakan seorang pemurung (Jeremiah 9:17), dukun beranak (Genesis
35:17)[21],
pelantun lagu-lagu ruhani (Ezra 2:65), dan perawat (Ruth 4:14). Karena
masyarakat Israel mentolelerir pelacuran, beberapa perempuan bekerja sebagai
pelacur dan mereka memilki status yang rendah. Ilmu sihir juga diasosiasikan
dengan perempuan dan merupakan suatu profesi yang berbahaya, karena Deuteronomy
(18:12)[22]
menyebutkan sebagai “ Sesuatu yang sangat dibenci Tuhan “. Dan Kitab Keluaran
(22:18) mengatakan bahwa tukang sihir perempuan tidak diizinkan untuk hidup.
Sehingga perempuan dianggap sebagai ancaman untuk mendatangkan kemurkaan yang
besar.[23]
C.
Bias Gender dalam Al-Kitab
a.
Pekawinan,
Poligami, dan Perceraian
Pada
masa awal Al-Kitab, perhatian orang Yahudi terhadap kehidupan keluarga yang
stabil membawa kepada satu usaha keras untuk mengendalikan seksualitas
perempuan. Perempuan-perempuan Yahudi tidak diberi peluang menjadi terkemuka
secara kultus dan kultus itu sendiri menekankan seksualitas perempuan, karena
laki-laki khawatir kontrol terhadap garis-garis keturunan dan warisan, begitu
juga kependetaan, lambat laun akan habis.
Sehingga
keluarga di Israel menekankan perkawinan dini. Seorang perempuan muda dilaksanakan
saat perempuan menginjak pubertas. Pengantin perempuan diharapkan masih perawan
(hal ini tidak berlaku bagi pengantin laki-laki). Apabila suaminya dapat
membuktikan bahwa seorang perempuan tidak perawan, maka seorang suami dapat
merajam perempuan tersebut. Pembahasan mengenai hal ini dibahas dalam
Deuteronomy 22 :13-21:
“ Ai
22:13 If any man take a wife, and go in unto her, and hate her, 22:14
and lay wanton charges against her, and bring up an evil name upon her, and
say: 'I took this woman, and when I came nigh to her, I found not in her the
tokens of virginity'; 22:15 then shall the father of the damsel, and her
mother, take and bring forth the tokens of the damsel's virginity unto the
elders of the city in the gate. 22:16 And the damsel's father shall say
unto the elders: 'I gave my daughter unto this man to wife, and he hateth her; 22:17
and, lo, he hath laid wanton charges, saying: I found not in thy daughter
the tokens of virginity; and yet these are the tokens of my daughter's
virginity.' And they shall spread the garment before the elders of the city. 22:18
And the elders of that city shall take the man and chastise him. 22:19 And
they shall fine him a hundred shekels of silver, and give them unto the father
of the damsel, because he hath brought up an evil name upon a virgin of Israel;
and she shall be his wife; he may not put her away all his days. {S} 22:20 But
if this thing be true, that the tokens of virginity were not found in the
damsel; 22:21 then they shall bring out the damsel to the door of her
father's house, and the men of her city shall stone her with stones that she
die; because she hath wrought a wanton deed in Israel, to play the harlot in
her father's house; so shalt thou put away the evil from the midst of thee”.[24]
Dari kutipan
ayat diatas menjelaskan bahwa orang-orang Israel berusaha menjaga pengantin
perempuan dari tuduhan-tuduhan palsu. Namun ayat diatas juga memperlihatkan
bahwa dasar bagi hukum rajam bagi pengantin perempuan bila terbukti sudah tidak
perawan. Dimana ketidak-perawanannya ini membuktikan bahwa ia telah melakukan “
suatu kebiadaban di Israel dengan melakukan pelacuran di rumah ayahnya ” (NEB).[25]
Dengan kata lain, perempuan ini telah menodai hak-hak dan nama orang-orang yang
bertanggung jawab atas kehidupannya, yaitu ayahnya.
Jika seorang
perempuan yang telah menikah, dia diserahkan dalam pengawasan suaminya, dan
seorang istri ini dianggap sebagai harta milik suaminya.
Menurut
Al-Kitab istri bukanlah kekasih suaminya yang pertama. Al-Kitab lebih
menekankan membina rumah tangga dengan anak-anak daripada hanya sekedar
kepuasan erotik suami. Yang paling utama bagi seorang perempuan Israel adalah
melayani suaminya, bangsanya, dan Tuhannya dengan melahirkan anak-anak (ciri
lain dari patriarkhi kultur Al-Kitab adalah kesukaannya akan keturunan
laki-laki). Seorang ibu dari anak laki-laki Israel ikut memutuskan dalam
memilih istri anaknya, dan seorang ibu juga berperan dalam pengabdian keturunan
suaminya untuk berbakti kepada Tuhannya.[26]
Dalam sejarah
Perjanjian Lama banyak menjelaskan dampak ketidak-adilan dan permusuhan yang
terjadi dalam keluarga-keluarga poligami, yang mana pengaruhnya sampai ke
keturunan mereka yang jauh. Misalnya, permusuhan yang terjadi pada keturunan Lut
yang sekalipun bebas dari dosa Sodom dan Gomorah, kemudian berpoligami dengan
kedua putrinya dengan alasan langkahnya pria yang mendiami kota yang sudah
dihancurkan oleh hukum Tuhan. Contoh khas poligami lainnya yang terjadi dalam
diri Abraham yang beristri Sarah dan Hagar dan beberapa lainnya. Keturunan
Ishak (dari Sarah) dan Ismael (dari Hagar) berseteru dengan melibatkan bangsa
besar Yahudi dan Arab.[27]
Al-Kitab
memperkenankan umat kawin lagi, namun dengan syarat yang cukup berat, yaitu
bila pasangannya meninggal atau berzinah. Namun disamping itu firman Tuhan juga
mengajarkan agar dalam pernikahan ada pengampunan bila pasangan sekali waktu
terjatuh dalam dosa.[28]
Ditegaskan dalam Alkitab
bahwa Allah sangat menentang perceraian. Selama beberapa pria Israel
menceraikan istri mereka, Allah menyatakan melalui nabi Maleaki:[29]
“ Sebab Aku membenci perceraian , ….. juga orang yang menutupi
pakaiannya dengan kekerasan, ……Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!
(Maleakhi 2:16).”
Allah
yang penuh kasih dan keadilan, atau siapapun yang tahu sesuatu tentang
bagaimana perceraian berakibat buruk kepada suami, istri dan anak-anak. Kita
harus tanyakan tentang karakter moral dari siapapun yang mendukung perceraian.
Allah adalah kasih (lihat 1 Yohanes 4:8), sehingga Ia benci perceraian. Dalam
Kitab Kejadian pasal 2, perceraian bukanlah kehendak Allah dalam pernikahan.
b.
Perzinahan
Dalam
Al-Kitab seorang pezina laki=laki atau perempuan dapat dilempari sampai mati.
Hal ini tercantum dalam Leviticus 20: 10-11,[30]
“ 20:10 And the man
that committeth adultery with another man's wife, even he that committeth
adultery with his neighbour's wife, both the adulterer and the adulteress shall
surely be put to death. 20:11 And the man that lieth with his father's
wife--he hath uncovered his father's nakedness--both of them shall surely be
put to death; their blood shall be upon them.”[31]
Laki-laki
yang berzina dengan istri orang lain berarti melanggar hak milik suami
perempuan tersebut. Namun berbeda halnya dengan laki-laki yang berzina dengan
perempuan yang belum kawin, hanya diwajibkan untuk mengawininya setelah
memperoleh persetujuan ayah perempuan tersebut serta membayar mas kawin.
Sebagai hukuman yang lebih jauh atas perbuatannya, laki-laki ini tidak dapat
menceraikan perempuan tersebut, hal ini terdapat pada Deuteronomy 22: 28-29[32],
berbunyi:
“ 22:28 If a man find a
damsel that is a virgin, that is not betrothed, and lay hold on her, and lie
with her, and they be found; 22:29 then the man that lay with her shall
give unto the damsel's father fifty shekels of silver, and she shall be his
wife, because he hath humbled her; he may not put her away all his days.”[33]
Jika seorang
laki-laki mencurigai istrinya telah melakukan perzinaan tetapi tidak dapat
membuktikannya, maka laki-laki tersebut dapat mengajukan perkara itu ke
pengadilan dengan ancaman hukuman yang berat, hal ini terdapat pada Numbers 5:
11-13[34],
berbunyi:
“
5:11 and the LORD
spoke unto Moses, saying: 5:12 Speak unto the children of Israel, and
say unto them: If any man's wife go aside, and act unfaithfully against him, 5:13
and a man lie with her carnally, and it be hid from the eyes of her
husband, she being defiled secretly, and there be no witness against her, neither
she be taken in the act.”[35]
Hukuman berat
itu berupa -- meminum air yang dipersepsikan dengan upacara – hal itu tidak
sakit, namun beban psikologis dari doa-doa kependetaan, pengambilan sumpah, dan
kepercayaan umum bahwa seorang perempuan yang bersalah akan disucikan kembali
sudah barang tentu sangat berat. Pada zaman dahulu suami-suami yang menuduh
istrinya secara tidak benar tampaknya tidak dihukum.
Namun dalam
perkembangannya laki-laki ini dikenai dan dipaksa untuk membayar denda (yang
diberikan kepada ayah perempuan tersebut). Laki-laki tidak dapat tunduk pada
hukuman berat semacam hal diatas karena istri-istri tak dapat menuduh
suami-suami mereka karena ketidaksetiaan (meskipun pelacur-pelacur difitnah,
pelacur dianggap memperturutkan hawa nafsunya).
Oleh karena itu
prinsip dasar Al Kitab, hukum, dan adat Israel terhadap perempuan, adalah seorang
perempuan menjadi milik ayahnya atau suaminya. Kedudukan perempuan berbeda
dengan budak, meskipun budak memilki hak hukum tertentu, mereka merupakan
anggota masyarakat yang lebih kecil dibanding orang-orang Israel yang merdeka.
Perempuan juga memilki proteksi tertentu dalam hukum Israel. Misalnya, meskipun
perempuan tidak dapat mengajukan perceraian, perempuan tidak dapat diceraikan
tanpa alasan yang subtansial atau satu dekrit yang formal, Deuteronomy 21: 1-4[36],
berbunyi:
“ C
21:1 If one be found
slain in the land which the LORD thy God giveth thee to possess it, lying in
the field, and it be not known who hath smitten him; 21:2 then thy
elders and thy judges shall come forth, and they shall measure unto the cities
which are round about him that is slain. 21:3 And it shall be, that the
city which is nearest unto the slain man, even the elders of that city shall
take a heifer of the herd, which hath not been wrought with, and which hath not
drawn in the yoke. 21:4 And the elders of that city shall bring down the
heifer unto a rough valley, which may neither be plowed nor sown, and shall
break the heifer's neck there in the valley.”[37]
Seorang
perempuan yang memiliki ayah kaya atau seorang yang berintegensi tinggi akan
senantiasa mendapat penghargaan dalam masyarakat, karena kekayaan, intelegensi
dan keinginan yang kuat merupakan sifat-sifat yang dipuji oleh Israel Al
Kitabi. Suami-suami diperintahkan untuk mencintai istri-istrinya dengan lebih mesra.[38]
Ikatan perkawinan suami/ istri disimbolkan “ satu daging.” Karena alasan itu,
ikatan perkawinan digunakan oleh nabi-nabi (seperti Hosea) untuk mensimbolkan
perjanjian antara Yahweh (suami) dan Israel (istri).
c.
Kesucian
dan Spiritual
Kesucian
merupakan sesuatu yang sangat ditekankan dalam Yahudi. Ketidaksucian seorang
perempuan mengakibatkan perempuan Israel tersingkirkan dari kependetaan.
Perempuan diakui sebagi seorang penderma yang murah hati terhadap tempat
peribadatan, tetapi menstruasi dipandang tidak sesuai dengan peribadatan di
altar bagi korban binatang. Permasalahan ini tercantum dalam kitab Exodus 35:
22-29,[39]
berbunyi:
“ 35:22
And they came, both men and women, as many as were willing-hearted,
and brought nose-rings, and ear-rings, and signet-rings, and girdles, all
jewels of gold; even every man that brought an offering of gold unto the LORD. 35:23
And every man, with whom was found blue, and purple, and scarlet, and fine
linen, and goats' hair, and rams' skins dyed red, and sealskins, brought them. 35:24
Every one that did set apart an offering of silver and brass brought the
LORD'S offering; and every man, with whom was found acacia-wood for any work of
the service, brought it. 35:25 And all the women that were wise-hearted
did spin with their hands, and brought that which they had spun, the blue, and
the purple, the scarlet, and the fine linen. 35:26 And all the women
whose heart stirred them up in wisdom spun the goats' hair. 35:27 And
the rulers brought the onyx stones, and the stones to be set, for the ephod,
and for the breastplate; 35:28 and the spice, and the oil, for the
light, and for the anointing oil, and for the sweet incense. 35:29 The
children of Israel brought a freewill-offering unto the LORD; every man and
woman, whose heart made them willing to bring for all the work, which the LORD
had commanded by the hand of Moses to be made.”[40]
Seperti halnya orang-orang kuno lain, orang
Israel zaman dahulu memandang darah dengan suatu penghormatan dan rasa takut
yang khusus. Seorang perempuan Israel dianggap tidak suci selama masa
menstruasi dan selama tujuh hari selanjutnya. Sebaliknya, mengeluarkan mani
menyebabkan seorang laki-laki tidak suci hanya sampai malamnya saja. Hal ini
tercantum dalam Leviticus 15:16,[41]
berbunyi:
“ 15:16 And if the
flow of seed go out from a man, then he shall bathe all his flesh in water, and
be unclean until the even.”[42]
Setelah
melahirkan anak, seorang perempuan dianggap dalam kondisi menstruasi selama
tujuh hari dan kemudian selama tiga puluh tiga hari lagi bila anaknya
laki-laki. Jika anak tersebut seorang perempuan, kedua jumlah bilangan tersebut
menjadi berlipat ganda. Setelah masa pensucian ini dia harus mencari seorang
pendeta untuk membuat penebusan dosa untuknya. Tercantum dalam Leviticus 12:
1-8,[43]
berbunyi:
“ 12:1 And the LORD spoke unto
Moses, saying: 12:2 Speak unto the children of Israel, saying: If a
woman be delivered, and bear a man-child, then she shall be unclean seven days;
as in the days of the impurity of her sickness shall she be unclean. 12:3 And
in the eighth day the flesh of his foreskin shall be circumcised. 12:4 And
she shall continue in the blood of purification three and thirty days; she
shall touch no hallowed thing, nor come into the sanctuary, until the days of
her purification be fulfilled.
12:5 But if she bear
a maid-child, then she shall be unclean two weeks, as in her impurity; and she
shall continue in the blood of purification threescore and six days.
12:6 And when the
days of her purification are fulfilled, for a son, or for a daughter, she shall
bring a lamb of the first year for a burnt-offering, and a young pigeon, or a
turtle-dove, for a sin-offering, unto the door of the tent of meeting, unto the
priest. 12:7 And he shall offer it before the LORD, and make atonement
for her; and she shall be cleansed from the fountain of her blood. This is the
law for her that beareth, whether a male or a female.
12:8 And if her
means suffice not for a lamb, then she shall take two turtle-doves, or two
young pigeons: the one for a burnt-offering, and the other for a sin-offering;
and the priest shall make atonement for her, and she shall be clean. {P}.”[44]
Secara
umum, perempuan dan laki-laki berpegang pada aturan-aturan moral dan makan
(Leviticus II). Kemurtadan merupakan kematian bagi kedua jenis kelamin manapun.
Tidak diwajibkan bagi perempuan untuk mengikuti tiga ziarah tahunan, tetapi
mereka wajib menghadiri majlis tujuh tahunan. Sepanjang suami mereka tidak
keberatan, mereka boleh melakukan kaul Nazaret tentang pensucian khusus dari
Tuhan. Tercantum dalam Numbers 30: 4-16,[45]
berbunyi:
“ B 30:4 Also when a woman voweth a vow unto the LORD, and
bindeth herself by a bond, being in her father's house, in her youth, 30:5 and
her father heareth her vow, or her bond wherewith she hath bound her soul, and
her father holdeth his peace at her, then all her vows shall stand, and every
bond wherewith she hath bound her soul shall stand.
C 30:6 But if her
father disallow her in the day that he heareth, none of her vows, or of her
bonds wherewith she hath bound her soul, shall stand; and the LORD will forgive
her, because her father disallowed her.
D30:7 And if she be
married to a husband, while her vows are upon her, or the clear utterance of
her lips, wherewith she hath bound her soul; 30:8 and her husband hear
it, whatsoever day it be that he heareth it, and hold his peace at her; then
her vows shall stand, and her bonds wherewith she hath bound her soul shall
stand.
E30:9 But if her
husband disallow her in the day that he heareth it, then he shall make void her
vow which is upon her, and the clear utterance of her lips, wherewith she hath
bound her soul; and the LORD will forgive her.
F30:10 But the vow of
a widow, or of her that is divorced, even every thing wherewith she hath bound
her soul, shall stand against her. 30:11 And if a woman vowed in her
husband's house, or bound her soul by a bond with an oath, 30:12 and her
husband heard it, and held his peace at her, and disallowed her not, then all
her vows shall stand, and every bond wherewith she bound her soul shall stand.
G30:13 But if her
husband make them null and void in the day that he heareth them, then
whatsoever proceeded out of her lips, whether it were her vows, or the bond of
her soul, shall not stand: her husband hath made them void; and the LORD will
forgive her.
H 30:14 Every vow, and
every binding oath to afflict the soul, her husband may let it stand, or her
husband may make it void. 30:15 But if her husband altogether hold his
peace at her from day to day, then he causeth all her vows to stand, or all her
bonds, which are upon her; he hath let them stand, because he held his peace at
her in the day that he heard them. 30:16 But if he shall make them null
and void after that he hath heard them, then he shall bear her iniquity. 30:17
These are the statutes, which the LORD commanded Moses, between a man and
his wife, between a father and his daughter, being in her youth, in her
father's house. {P}.”[46]
Jika seorang laki-laki disucikan, ia
berharga 50 shekel. Jika seorang perempuan disucikan, dia berharga 30 shekel.
d.
Hukum
Waris
Ketika bangsa Israel
berhenti di dataran Moab di tepi sungai Yordan dekat Yerikho, Anak-anak
perempuan Zelafehad ini mendekat dan berdiri di depanMusa, imam Eleazar, dan di depan para pemimpin dan segenap umat Israel dekat pintu Kemah
Pertemuan, serta berkata: "Ayah kami telah mati di padang gurun, walaupun
ia tidak termasuk ke dalam kumpulan yang bersepakat melawan TUHAN, ke dalam
kumpulan Korah, tetapi ia telah mati karena dosanya sendiri, dan ia tidak
mempunyai anak laki-laki. Mengapa nama ayah kami harus hapus dari tengah-tengah
kaumnya, oleh karena ia tidak mempunyai anak laki-laki? Berilah kami tanah
milik di antara saudara-saudara ayah kami." Lalu Musa menyampaikan perkara
mereka itu ke hadapan TUHAN.[47]
Maka berfirmanlah TUHAN
kepada Musa: "Perkataan anak-anak perempuan Zelafehad itu benar; memang engkau
harus memberikan tanah milik pusaka kepadanya di tengah-tengah saudara-saudara
ayahnya; engkau harus memindahkan kepadanya hak atas milik pusaka ayahnya. Dan
kepada orang Israel engkau harus berkata:
·
Apabila seseorang mati dengan tidak mempunyai anak laki-laki, maka haruslah
kamu memindahkan hak atas milik pusakanya kepada anaknya yang perempuan.
·
Apabila ia tidak mempunyai anak perempuan, maka haruslah kamu memberikan
milik pusakanya itu kepada saudara-saudaranya yang laki-laki.
·
Apabila ia tidak mempunyai saudara-saudara lelaki, maka haruslah kamu
memberikan milik pusakanya itu kepada saudara-saudara lelaki ayahnya. *Apabila
ayahnya tidak mempunyai saudara-saudara lelaki, maka haruslah kamu memberikan
milik pusakanya itu kepada kerabatnya yang terdekat dari antara kaumnya, supaya
dimilikinya."
Itulah yang harus menjadi
ketetapan hukum bagi orang Israel, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa (Bilangan 27:6-11).
D.
Bias Gender dalam Talmud
Talmud adalah ringkasan yang lengkap yang terdiri dari 63 volume.
Isinya mencakup pemikiran hukum, cerita rakyat, keilmuan, teori kedokteran dan
teori ilmiah, filsafat, teologi, biografi, anekdot, dll. Talmud dapat disebut
juga sebagai ensiklopedia kebudayaan Yahudi. Kata Talmud sendiri berarti “
ajaran-ajaran ”, dan kata tersebut disebutkan untuk mengingatkan pada Torah.
Bimbingan Tuhan bagi kehidupan perjanjian. Kita bisa memulai penelitian tentang
sikap-sikap Talmud dengan mencatat bagaimana orang-orang Pharisi memandang
perempuan. Karena kelompok Pharisi merupakan kelompok yang memberikan mata
rantai antara Judaisme pra-Diaspora dengan Judaisme Diaspora.[48]
Swindler (1876), menggunakan uraian tentang buku-buku pseudepigraphal
yang kemungkinan buku itu ditulis oleh orang Pharisi serta tulisan-tulisan
Flavius Yosephus, berpandanga bahwa: “ orang Pharisi menganggap perempuan dalam
segala hal bersifat inferior terhadap laki-laki”, dan sifat “buruk” perempuan
seolah-olah menguasainya untuk berbuat zina melebihi laki-laki, juga
orang-orang yang di dalam hatinya bersekongkol melawan laki-laki”, dan bahwa
setiap laki-laki hati menjaga perasaannya dari setiap perempuan” (56).[49]
Dari dua karya pseudepigraphal yang dia (Swidler) teliti,
yaitu kitab Jubilee dan Perjanjian 12 Patriakh, muncul ide yaitu: menghindarkan
diri dari berbuat zina, khususnya dengan orang-orang asing. Kedua pengarang itu
telah mencampur-adukkan xenophobia (kebencian terhadap orang asing).
Serangan terhadap hubungan seksual dengan perempuan asing semakin meningkat,
dengan menuduh bahwa semua orang yang terlibat dalam perkawinan campuran,
termasuk seorang ayah Yahudi yang mengizinkan anak perempuannya kawin campur
harus dibunuh (30:17). Alas an dari sikap ini adalah bahwa orang Israel suci
dihadapan Tuhan dan perkawinan dengan orang asing akan mencemarkan kesucian
tersebut.[50]
Kesimpulan umum Swidler yang ditarik dari keseluruhan studi tentang
sikap terhadap perempuan dalam literatur awal, adalah bahwa pandangan positif
yang ditemukan orang dalam Al-Kitab Ibrani, terutama dalam penggambaran tentang
perempuan sebelum peristiwa perbuatan dosa oleh Adam, melapangkan kepada
pandangan yang lebih negatif. Pandangan Yahudi awal tidak seluruhnya negatif
dan pandangan Al-Kitab, jauh dari positif meskipun telah mengalami perubahan.
Perubahan-perubahan yang muncul untuk melawan kecenderungan-kecenderungan Mesir
kontemporer serta budaya Hellenistik dan Romawi, yang didalamnya nasib
perempuan lebih baik. Terlepas dari kekhususan yang disebutkan di atas, tidak
jelas mengapa Judaisme harus menentang kecenderungan yang sedang terjadi.[51]
Yacob Neusner (1979) memberikan penjelasan lain tentang pandangan
Yahudi awal terhadap perempuan. Karena Mishnah menjadi dasar bagi Talmud
Babilonia dan Palestina, dan mishnah menjadi dokumen yang mempunyai pengaruh
besar bagi sejarah. Dalam Mishnah sendiri terdapat enam bagian
undang-undang hukum yang dibentuk di akhir abad kedua Masehi. Dokumen tersebut
berlaku sebagai suatu konstitusi bagi Judaisme atas dukungan yuda Sang
Patriach, pemimpin komunitas Yahudi di Palestina, dan perempuan adalah satu
dari enam bagian yang tercakup di bawah dunia Yahudi. Neusner berusaha membuat
suatu deskripsi sistematik tentang pandangan dunia yang berdasarkan Mishnah,
dengan mencoba memperlihatkan bagaimana teks ini “ mendefinisikan posisi
perempuan dalam realitas social ekonomi Israel yang natural dan supranatural” (85).[52]
Seorang perempuan menjadi suci dan berhenti menjadi suci bagi
seorang laki-laki ditentukan Mishnah. Hal ini mungkin menciptakan kultur yang
cenderung menghilangkan separuh kesempatan masyarakatnya meraih penghibur yang
bersifat relijius secara mendalam. Kemungkinan tersebut menjadi alasan bagi
kemarahan feminis-feminis Yahudi sekarang.[53]
Para Pendeta Yahudi
telah memberikan sembilan kutukan yang dibebankan kepada wanita sebagai hasil
dosa Adam & Hawa:
"Kepada wanita
Tuhan memberikan sembilan kutukan dan kematian;
1.
Beban berupa darah menstruasi dan,
2.
Darah keperawanan,
3.
Kehamilan,
4.
Kelahiran,
5.
Membesarkan anak,
6.
Penutupan kepala dalam dalam berkabung,
7.
Menjadi budak ang melayani tuannya,
8.
Tidak dipercaya kesaksiannya dan,
9.
Setelah itu semua adalah kematian."[54]
a.
Pekawinan,
Perceraian, Poligami
Perkawinan,
memang menjadi hal yang normal, baik bagi kaum perempuan maupun laki-laki.
Secara umum terdapat pandangan bahwa: “ Seorang laki-laki yang tidak kawin
bukanlah seorang laki-laki ”, karena dia hidup “ Tanpa kesenangan, tanpa
rahmat, tanpa kebaikan ” (Jeb.62a).[55] Seorang
perempuan tanpa suami dianggap golem, suatu gumpalan darah yang tidak
berbentuk. Begitu pentingnya perkawinan dalam agama Yahudi seseorang diizinkan
untuk menjual satu gulungan Torah untuk memperoleh suatu perkawinan, (Meg. 27a),
dan seorang biro jodoh merupakan seorang figur yang sedemikian penting dalam
komunitas Yahudi, karena Yang Maha Suci disebutkan telah menciptakan dunia
dalam enam hari dan sibuk untuk mengatur perkawinan.[56]
Istilah dalam Talmud yang lazim
untuk perkawinan adalah kiddushin (penyucian), yang cocok dengan skema
Mishnah. Suami mensucikan istrinya, dengan menjadikannya seseorang yang
berbakti pada tempat suci (Kid 2b). Istri juga pantas menerima kehormatan
karena rahmat mengalir ke dalam rumah atas tanggungannya (B.M. 59a). Memang, “
Seorang pria harus lebih hemat membelanjakan kekayaannya untuk makan dan minum
agar bisa lebih menyejahterakan istri dan anak-anaknya ”, (Chul. 84b).[57]
Oleh karena itu tidak mengherankan jika istri-istri mempunyai hak-hak nyata
untuk mendapatkan kepuasan hubungan suami istri (Kid. 19b), dukungan financial,
pelayanan medis, sejumlah uang khusus karena perceraian tau kematian suami dan
penguburannya.[58]
Kewajiban istri yang esensial kepada
suaminya adalah menyediakan kebutuhan fisik suaminya dan memungkinkan suaminya
untuk studi Torah. Memberi kepuasan seksual kepada laki-laki adalah penting,
karena Talmud berpandangan bahwa laki-laki mudah tergoda (Seorang laki-laki
hendaknya berjalan dibelakang seorang perempuan). Oleh karena itu, istri yang
pandai selalu memperhitungkan bagaimana meminimalisir gangguan menstruasi yang
selama waktu tersebut hubungan seksual dilarang.
Beberapa sumber berpendapat bahwa
seorang laki-lakiwajib mengajari anak perempuannya Torah, tetapi pendapat yang
umum menyatakan tidak: “ Siapapun yang mengajari anak perempuannya Torah
seolah-olah mengajarkan kecabulan ” (Smt. III. 4), dan “ biarkan kata-kata
Torah dimakan api daripada diajarkan pada perempuan ” (Smt. 19a). Hal ini
berakibat seorang istri bertugas memberi kebebasan suaminya untuk belajar Torah
daripada ia sendiri mempelajarinya. Laki-laki dianjurkan untuk menghargai
pengorbanan ini, seperti dalam cerita Rav. Rachumai, yang begitu asyik dengan
buku-bukunya sehingga ia lupa pulang pada hari penebusan dosa. Pada tetes
pertama air mata istrinya, balkon tempat ia duduk runtuh dan ia jatuh lalu mati
(Ket. 62b).[59]
Seperti pada zaman Al-Kitab,
kesucian adalah suatu beban terberat bagi perempuan Talmud. Menjadi seorang
istri yang tidak memilki anak dianggap orang mati (Gen R71: 6). Sebaliknya,
rahmat kesubutan dirayakan dengan ucapan yang berlebih-lebihan bahwa “ Di
akhirat nanti perempuan akan melahirkan anak setiap hari ” (Shab. 30b). Rabbi
mengizinkan pencegahan kehamilan andaikata kehamilan dimungkinkan akan
mencelakakan sang ibu (Jeb. 12), tetapi mereka (Rabbi) menekankan bahwa
anak-anak (banim) adalah pendiri (bonim) kelurga maupun bangsa
sekaligus (Ber. 64a). Anak-anak adalah anugerah istimewa dari Tuhan, seperti
Beruriah istri Rabbi Meir yang terkenal yang mengingatkan ia akan kematian
kedua anak laki-lakinya: “ Tuhan member dan Tuhan yang telah mengambilnya, Maha
Suci Tuhan ”. Anak laki-laki bagaimanapun juga merupakan anugerah yang lebih
baik dari anak perempuan: “ Bahagia yang mempunyai anak laki-laki dan
terkutuklah dia yang ananya perempuan ” (BB 16b). perhatian utama bagi seorang
ibu terhadap anak laki-laki adalah menjadikannya seorang terpelajar.
Demikianlah ibu Rabbi Desa Ben Harkianas membawa keranjang bayinya ke sekolahan
agar bayi tersebut dapat mendengar Torah sejak dari masa kanak-kanak.[60]
Perceraian memperoleh prhatian yang
besar dari Talmud. Menurut mereka hanya perempuan zina yang harus dicerai, dan
pengacara-pengacara Talmud cenderung memberi kesempatan untuk rekonsiliasi bagi
kedua pasangan tersebut. Prosedur yang rinci untuk mempersiapkan get,
atau uang perceraian, dan membayar ketubbah, atau penyelesaian
perkawinan, juga dijaga dari ketergesaan. Tetapi perempuan yang melakukan
skandal yaitu tampil di muka umum tanpa menggunakan tutup kepala (kerudung),
berbicara keras atau berputar-putar di jalan (Ket 7:6).
Untuk
meringankan keadaan istri yang menderita, Rabbi-rabbi berpendapat bahwa: “ Pengadilan
mungkin akan melakukan tekanan-tekanan yang kuat terhadap sang suami sampai dia
mengatakan, “ Saya mau menceraikan istri saya ” (Arach 5:6). Dan sebab-sebab
yang memungkinkan pengadilan memenangkan petisi perceraian bagi seorang
perempuan adalah suami yang impoten, menolak berhubungan seksual, dan pergi
jauh meninggalkan rumah lebih lama dari tuntutan urusannya. Sebab-sebab lain
yang masuk didalamnya adalah suami-suami yang menderita lepra, gondok dan
bisulan. Jika suaminya seorang penyamak kulit, pandai tembaga atu pengumpul
kotoran anjing, bahkan istri yang tahu sebelum perkawinan bahwa pekerjaan
suaminya akan membuat dia bau tidak dapat membela: “ Saya piker sebelumnya saya
akan tahan, tetapi sekarang saya merasa tak tahan ” (Ket, 7:10). Tetapi
pembelotan tidak dapat menyebabkan perceraian. Jika seorang perempaun tidak
dapat mengumpulkan dua saksi laki-laki untuk memberi kesaksian terhadap
kematian suaminya, maka dia tidak dapat menikah lagi (satu interpretasi yang
lebih ringan kadang mengurangi hukum ini menjadi satu saksi dan bahkan seorang
saksi perempuan).[61]
Dalam hukum perkawinan agama Yahudi poligami diharuskan dan
jumlahnya tidak dibatasi, karena tidak terdapat larangan dan batasan untuk itu.[62]
Yahudi hidup dalam kelompok masyarakat yang sudah terbiasa dengan poligami
sampai akhirnya terdapat ketetapan gereja yang melarang poligami, untuk menekan
kehidupan masyarakat pada saat itu. Ketetapan tersebut terjadi kurang lebih
pada abad sebelas yang dipublikasikan oleh Dewan Gereja dikota Warmes, Jerman.
Pada mulanya ketetapan ini hanya berlaku bagi orang Yahudi di Jerman dan
diutara Perancis. Yang kemudian menyebar keseluruh umat Yahudi di Eropa.
Undang-undang perdataYahudi telah memtuskan untuk melarang poligami, dan
mengharuskan untuk bersumpah setia ketika mengadakan akad nikah. Apabila
seorang laki-laki ingin menikah dengan perempuan lain lagi, maka dia harus
menceraikan isteri pertamanya dan memberikan semua hak-haknya, kecuali apabila
isterinya membolehkan untuk menikah lagi, dan dengan lapang hati untuk
berkeluarga dengan dua isteri dan berbuat adil antara keduanya. Mereka juga
dibolehkan untuk berpoligami, apabila isterinya mandul.[63]
Dalam Yudaisme terdapat kelompok orang sulit untuk mendapat pengampunan, seperti mereka yang
berbuat zina, serta orang-orang yang memfitnah orang lain.
b.
Kesucian
dan Spiritual
Perempuan
dalam Talmud tidak tercakup ke dalam perintah-perintah positif yang membawa kepada
perbuatan-perbuatan pada waktu-waktu khusus (seperti sembahyang), karena
perbuatan ini dapat bertabrakan dengan kewajiban-kewajiban rumah tangga.
Perempuan tidak termasuk dalam munyan, jumlah sepuluh wajib bagi
pelaksanaan sembahyang. Meskipun tidak ada hukum yang melarang memanggil
perempuan untuk membaca Torah, mereka tidak dipanggil, karena “ martabat
komunitas tersebut ” (Meg. 23a). Bahkan peran keagamaan yang kecil tidak
dianjurkan, karena Talmud memasukkan perkataan keras, “ Terkutuklah laki-laki
yang mengizinkan istrinya membawa rahmat baginya pada Jum’at malam ” (Ber.
20b).[64]
Meskipun
demikian, perempuan wajib membacakan doa-doa menyambut dan melepaskan hari
Sabbath tersebut, menghadiri sader, perjamuan pada hari Paskah Yahudi,
dan mendengarkan pembacaan kitab Ester tentang Purim. Mereka juga
wajib mandi ritual tujuh hari setelah menstruasi, membagi-bagi adonan untuk
membuat roti Sabbath, dan menyalakan lilin-lilin Sabbath. Kerena mereka bertanggung
jawab untuk mempersiapkan makanan,
banyak perempuan menjadi sangat ahli dalam hukum tentang halal. Secara umum,
wilayah perempuan adalah dirumah dan keluarga dipandang bersifat material.
Sementara wilayah laki-laki adalah spiritual relijius, belajar dan beribadat
dari sudut citra diri yang diberikan kepada perempuan, Talmud mempunyai uraian
yang sempurna mengenai hal itu.
Perempuan
dapat menjadi orang suci, meskipun naluri yang berdasarkan Talmud mengatakan
bahwa untuk kesucian perlu belajar. Mereka juga dapat menjadi pintar. Misalnya,
seorang laki-laki yang berniat menceraikan istrinya karena mandul berkata
kepada istrinya bahwa ia dapat mengambil barang apa saja yang ia sukai untuk
dibawa pulang ke rumah ayahnya. Ketika laki-laki tersebut bangun, ia
mendapatkan dirinya berada dirumah istrinya.[65]
Beruriah,
seorang istri Rabbi Meir terpandang sebagai seorang perempuan terpelajar, “
Perkecualian yang membuktikan kebiasaan tersebut ” (Swidler 1976, 97-10) bahwa
perempauntidak belajar. Dia dicatat sebagai perempuan yang menguasai 300 hukum
sehari dan sangat bersemangat dalam mengejar keilmuan sampai-sampai ia
menendang seorang pelajar yang belajar secara diam-diam, karena ia tahu bahwa
pembacaan secara lisan dapat meningkatkan belajar. Tetapi, ketika Beruriah
mencemooh perkataan Rabbinik “ Perempuan berpikir dangkal ” (Kid. 18b), dia
memancing suaminya untuk mengetes dia. Menurut cerita berikutnya, mungkin
tradisi yang mencemarkan, dia diserahkan kepada seorang pelajar yang disurh
oleh suaminya untuk menggodanya, dan kemudian ia bunuh diri karena malu. Dengan
cara yang sama para perempuan terkemuka lain muncul mewarisi pencemaran
misoginistik. Demikianlah Deborah disebut dengan “ Si Congkak ” dan “ Si Kerbau
” serta Huldah disebut dengan “ Si Musang.”[66]
Para
Rabbi mengeluarkan pendapat bahwa perempuan adalah seorang penggoda karena
pandangan mereka yang sangat negatif. Suara perempuan, rambut dan kaki
perempuan adalah benar-benar membuat susah. Orang bijak cenderung memandang
perempuan secara seksual, tidak pernah puas serta mengakui suatu mitiologi
tentang nafsu penggoda perempuan. Demikianlah seorang membacakan “ Dilarang
bagi laki-laki tidur sendirian di rumah, dan barang siapa tidur sendirian di
rumah akan diterkam oleh Lilith ” (Shab. 15b), prototype perempuan yang tak
setia.
Selanjutnya
mereka menganggap perempuan melepaskan suatu kekuatan yang negatif. Banyak
bicara dengan perempuan dapat menyebabkan laki-laki kehilangan ingatan baiknya,
dan jika seorang perempuan yang sedang menstruasi lewat diantara dua ilmuwan
pada waktu awal menstruasinya, dia akan membunuh satu dari ilmuwan tersebut.
Dua perempuan yang duduk-duduk berhadapan dipersimpangan jalan sudah pasti
mereka sedang berpratik guna-guna (Pes IIIa), karena “ mayoritas perempuan
cenderung untuk bermain guna-guna ” (Sanh. 67a). Sifat-sifat negatif ini
membawa kepada semacam karakter yang mematikan seperti “ empat sifat yang
dianggap berasal dari perempuan yakni mereka rendah, suka mendengar rahasia
orang, malas dan pencemburu ” (Gen. R 58.2). dalam nada bicara yang sama, “ 10
ukuran pembicaraan yag diturunkan ke dunia ; perempuan mengambil Sembilan dan
laki-laki mengambil satu ” (Kid. 47.b).[67]
c.
Hukum
Waris
Dalam
Yahudi anak laki laki bukan sekedar mewarisi harta kekayaan orang tua. Bahkan
meliputi hak untuk mewarisi janda saudara laki laki, karena janda sebagai
wanita tergolong harta warisan dari saudara laki laki, oleh karena itu, secara
paksa janda dapat dikawini saudara laki laki mendiang suami, sekiranya dia
tidak ingin mengawini, berhak mengawinkannya kepada laki laki diluar
keluarganya, dan untuk itu ia mendapat imbalan mahar dari lelaki dimaksud.[68]
Kalau anak laki-laki ini banyak maka yang tertua lah yang lebih utama, dan
memperoleh warisan dua kali lipat dari bagian saudara-saudara yang lain.
Sedangkan anak perempuan yang belum berumur dua belas tahun tidak berhak
menerima warisan.[69]
E.
Rekonstruksi Peran Perempuan
Sikap Talmud terhadap perempuan terbentuk hampir terjadi di seluruh
kultur Yahudi sampai abad ke-19, ketika ide-ide pencerahan dan emansipasi mulai
mempengaruhi golongan Yahudi tradisional Eropa. Perempuan biasanya dihargai dan
diperlakukan dengan hormat, tetapi Maimon memperlakukan perempuan sebagai orang
bodoh dalam sebuah hukum.[70]
Gerakan mistik Yahudi abad pertengahan disebut dengan Kabbalah,
gerakan ini menekankan suatu aspek yang bersifat perempuan dalam ketuhanan.
Namun disamping itu orang Kabbalis juga menyetarakan sifat feminin dengan
kepasifan, sisi kiri dari realitas, yang merupakan suatu sisi yang rentan
terhadap pengaruh jahat. Selain gerakan Kabbalah juga terdapat gerakan Hasidisme,
merupakan gerakan kesalehan abad ke-18 yang muncul di Eropa Timur. Kedua
gerakan ini tidak memberi jalan pada perempuan untuk mempelajari Torah,
meskipun kedua gerakan ini menekankan pada emosi-emosi taraf tertentu
mengimbangi kekeringan Talmud. [71]
Beruriah
(namanya adalah standar nama perempuan Yahudi yang berarti 'kejelasan Allah’)
adalah Tanna disebutkan namanya dalam Talmud, secara lisan nama ini telah
ditransmisikan sebagai perempuan, dan disebut dalam teks menggunakan yang
nekeva (feminin bahasa Ibrani dan Aram) kata sifat dan kata keterangan. Dalam
Talmud dia dipuji dan terkenal sebagai jenius karena ia mempelajari " tiga
ratus Halachot dari tiga ratus orang bijak hanya dalam satu hari" (Pesachim
62b).[72] Beruriah merupakan salah satu perempuan yang terkemuka diantara
perempuan Talmud, sebagaimana Oudil yang lebih dikenal dikalangan Hasidisme.
Oudil adalah salah satu dari anak Baal Shem Tov, pendiri Gerakan Hasidisme.
Oudil merupakan seorang yang dapat bersosialisasi, ia juga memberikan satu
dimensi tambahan berupa kemudahan dan pesona pada gerakan ini. Hasidisme
memberi penghormatan pada Oudil seolah-olah ia seorag Rabbi. Dia selalu
disamping ayahnya, penuh dengan kehidupan, ide dan antusiame. Hasidisme,
yang mencintai kehidupan dan semangat, menganggap bahwa shekinah[73]
tercermin dalam wajahnya. Ia menjadi istri dari seorang Rabbi, dan ibu dari
kedua anak laki-lakinya. Selain itu dia juga membuka sebuah toko makanan. Suatu
ketika ia pergi bersama ayahnya ke suatu perayaan ia melihat seorang anak
keluar dari barisan kelompok tarinya karena sepatunya rusak. Ayahnya berkata
padanya: “ Janjikan ia sepasang sepatu baru jika ia menjanjikanmu seorang anak
laki-laki lain”. Begitulah Oudil menjadi sang ibu dari Rabbi Baruch yang Agung.[74]
Pada tahun 1846 Judaisme Reformasi mengadakan konferensi Breslau,
ini merupakan suatu gerakan yang muncul untuk menjadikan perempuan setara di
semua bidang keagamaan. Namun gerakan tersebut hanya mendapat perhatian yang
kecil sekali, bahkan dalam kalangan Yahudi Reformasi sendiri.
Henrietta Szold, ia seorang perempuan yang mandiri, dan pendiri
dari organisasi medis Hadassah, gerakan ini membatasi perempuan pada bidang
domestik. Rabbi Isaac Mayer Wise, pendiri sekolah tinggi persatuan Ibrani di
Cincinati sebagai sebuah seminari teologi reformasi. Dan ia merupakan salah
satu dari orang Yahudi Amerika pertama yang memperjuangkan hak-hak perempuan.
Selama kepemimpinanya di sekolah tinggi persatuan Ibrani, ia mendorong
perempuan untu ikut berpartisipasi dalan sekolah ini. Tetapi tak seorangpun
mahasiswa perempuan yang mendapat pentahbisan. Isu mengenai perempuan sebagai
Rabbi baru muncul kepermukaan pada tahun 1921. Kepemimpinan sekolah tinggi
persatuan Yahudi memperdebatan permasalahan tersebut. Sejumlah dosen menerima
resolusi tersebut, tetapi tetap disertai dengan komitmen yang dinyatakan oleh
Judaisme Reformasi terhadap kesetaran perempuan secara relijius: “ Dipandang
dari kenyataan bahwa Judaisme Reformasi dalam beberapa hal telah meninggalkan
praktik-praktik tradisional, maka secara logis dan konsisten tak dapat menolak
pentahbisan perempuan ” (Umansky 1979, 340). Sejumlah perempuan menyelasaikan
kuliah teologi, tetapi baru pada tahun 1972, seorang perempuan diakui sebagai
Rabbi Umansky, salah satunya yaitu Sally Priesand.[75]
Dalam Judaisme Konserfatif dan Ortodoks posisi perempuan berkembang
lebih lambat. Buku Synagogue Life karya Samuel Heilman, sebuah studi sosioligis
terhadap sinagog Ortodoks di Amerika bagian Utara, memperlihatkan bahwa
perbedaan jenis kelamin ini terus berlanjut sampai tahun 1973.[76]
Yudaisme Ortodoks mengatur peran dan kewajiban agama
untuk pria dan wanita. Perempuan Ortodoks memilki beberapa tanggung jawab yang
positif , namun mereka menunaikan kewajiban ritual publiknya melalui laki-laki
mereka. Laki-laki memakai jubah sembahyang yang disucikan, memimpin sembahyang
, menyanyikan lagu Torah, dan melantunkan doa syukur pada perjamuan. “ Suasana
di ruang makan (kiddush) yang terpisah, contohnya, beberapa perempuan yang
berdiri mengelilingi laki-laki yang memegang minuman di tangannya. Melalui cara
tersebut laki-laki mengadakan doa syukur Kiddush, semua orang termasu
perempuan, harus mendengarkannya sebelum makan, tetapi hanya laki-laki yang
boleh membacakannya. Perempuan masih terikat dengan minyan, dan perempuan bebas
dari kewajiban-kewajiban hukum, kecuali kewajiban hukum di rumah, yang tanpa
kewajiban tersebut sinagog (shul).[77]
Tuntutan yang
gencar dari kaum feminis disampaikan kepada yudaisme konservatif dan yudaisme
Ortodoks baru-baru ini saja. Gelombang imigran Yahudi yang besar ke Amerika
Serikat sebelum Perang Dunia kedua, sebagian besar membawa cara-cara tradisional
shtet (kampong kecil) dan mereka meloloskan diri dari Hitler cenderung
melepaskan keyakinan mereka sepenuhnya atau memperkokoh kembali nilai-nilai
yang sangat tradisional. Setelah melalui gerakan protes pada tahun 1960-an dan
awal tahun 1970-an, orang Yahudi benar-benar mengembangkan suatu kesadaran yang
kuat akan ketidakadilan seksual yang didapati dalam agama mereka. Banyak orang Yahudi yang terpelajar
telah mempercayakan secara serius mengenai kepercayaan Ortodoks sejak masa
penceraha, tetapi inferioritas perempuan Yahudi
yang diukur dari sudut kekuasaan dan status resmi institusional, sangat
lambat menjadi perhatian masyarakat. Tetapi sejak tahun 1970-an banyak feminis
Yahudi, baik perempuan meupun laki-laki, merupakan kritikus-kritikus vocal
terhadap masalahan perbedaan jenis kelamin tradisional.
Talmud yang
senantiasa menjadi sumber utama Judaisme, secara tegas membatasi peran
perempuan dan memberikan mereka satu citra diri ambivalen. Oleh karena itu,
banyak usaha untuk meningkatkan status perempuan memusatkan pada reinterpretasi
legislasi yang mendasarkan pada Talmud (berkovits 1978). Jika perempuan
diharuskan melaksanakan seluruh perintah, menjadi rabbi, berinisiatif
melaksanakan perceraian, menjadi saksi dalam pengadilan dan lain-lain, maka halakah
(hukum Yahudi) harus direvisi.
Secara
spesifik, pembaharu-pembaharu beragumentasi secara persuasive bahwa perempuan
Yahudi sekarang tidak perlu dibebaskan dari kewajiban-kewajiban yang diikat
waktu, karena dua alasan yakni pekerjaan rumah tangga mereka lebih ringan dari
pada masa lalu, dan laki-laki Yahudi harus berbagi beban yang ada. Di balik
argument ini, keyakinan para pembaharu bahwa pembebasan, pada zaman modern
telah cenderung memberi isyarat pada perempuan bahwa sembahyang tidak penting.
Perempuan pembaharu hendak membuka shul (sinagog) untuk perempuan, membuat perempuan
memenuhi syarat untuk minya, untuk aliyah (naik membaca torah) dan lain-lain.
Secara khusus perempuan yang tidak memiliki suami untuk di doakan, seperti
perempuan yang sendirian, janda-janda, perempuan-perempuan yang dicerai, butuh
suatu kesempatan untuk bernuat sebagai bagian dari komunitas agama.[78]
Belajar Al-kitab dan Talmud itu begitu penting dalam Judaisme, perempuan
tidak pernah menjadi setara dengan lak-laki tanpa akses yang penuh terhadap
torah. Agar sampai perempuan-perempuan Yahudi benar-benar setara dengan
laki-laki secara fungsional dan institusional sehingga mereka menjadi Rabbi dan
hakim, seseorang tidak akan melihat bahwa pembaharu-pembaharu hukum yang
diperlukan untuk menghapus misginisme masa lalu.[79]
Dalam bidang kejiwaan, kaum feminis sekarang memikirkan ritual-ritual
keagamaan baru sehingga citra perempuan Yahudi menurut pandangan mereka sendiri
dan masyarakat, bisa berubah dari seorang bawahan menjadi seorang anggota yang
matang dan sejajar. Contohnya dalam upacara perkawinan tradisional, penganten
perempuan sama sekali diam, yang menggambarkan citra penghapusan atau peniadaan
kepribadian. Ritual feminis yang baru bermaksud memperlihatkan bahwa perempuan
dan laki-laki adalah mitra, dalam semangat penegaskan Genesis bahwa menciptakan
manusia laki-laki dan perempuan. Dalam semangat yang sama kaum feminis
merencanakan ritual-ritual baru bagi siklus kehidupan perempuan sehingga
saat-saat penting dalam kehidupan seorang anak perempuan akan dilangsungkan
upacara, sebagaimana halnya yang dilakukan terhadap anak laki-laki. Perubahan
ini berarti merayakan jika melahirkan anak perempuan itu dengan suatu rahmat
yang istemewa, dengan menyamakan dengan pemberian anugerah “penyelamat” bagi
anak laki-laki yang sama dengan anak perempuan, dengan melakukan ritual bat-mitsvah.
Dalam ritual tersebut anak perempuan membaca torah ketika menginjak dewasa. Ini
adalah masalah keadilan sosial untuk memberi perempuan-perempuan muda
pengalaman-pengalaman ini, dan menuntut kaum feminis banyak orang Yahudi
sekarang tampak siap menerimanya.[80]
Di bidang pekerjaan perempuan Israel
masih di proteksi “sebagai permpuan”. Pengaruhnya adalah mereka dilarang untuk
terlibat dalam kerja-kerja malam hari atau kerja yang berat-berat, dan mereka
juga mendapat pensiun lebih cepat dari laki-laki. Karena pemeliharaan anak
setelah melahirkan serta membesarkannya masih sepenuhnya dibebankan kepada
perempuan, legislasi kerja hanya berbuat sedikit sekali untuk memecahkan
stereotip seksual. Bahkan dalam kibbutz, praktek kesetaraan yang
digembar-gemborkan, perempuan tidak berbagi pekerjaan yang sama dengan
laki-laki. Dalam studi baru-baru ini, kurang dari sepuluh persen perempuan kibbutz
bekerja dibidang produksi yang dihargai, yang dikaitkan dengan peran
kepemimpinan serta pekerjaan tim yang penting. Akibatnya adalah bahwa kibbutzim
pada umunya dijalankan oleh laki-laki sendiri, sementara staf-staf perempuan
adalah bidang keperawatan, mencuci dan dapur.[81]
Kita
bisa menarik kesimpulan bahwa tradisi Yahudi menawarkan kepada perempuan untuk
mengembangkan kesejajaran yang penuh dengan laki-laki lewat sumber-sumber yang
sangat luas. Sumber-sumber Al-kitab dan
Talmud ini bisa jadi memungkinkan perempuan–perempuan Yahudi untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang paling sulit yakni merubah suatu sistem ritual
dan mitologis yang kokoh tanpa merusaknya. Bahkan rahasia bahwa banyak feminis
radikal benar-benar ingin membuang agama tradisional.
F.
Feminis
Yahudi
Feminisme Yahudi adalah gerakan yang
berusaha untuk meningkatkan agama, hukum, dan status sosial perempuan dalam Yudaisme dan membuka
peluang baru bagi pengalaman keagamaan dan kepemimpinan bagi perempuan
Yahudi. Gerakan feminis, dengan berbagai pendekatan dan keberhasilan,
telah membuka di semua cabang utama Yudaisme.
Dalam bentuk modern, gerakan feminis Yahudi
dapat ditelusuri ke awal 1970-an di Amerika Serikat. Menurut Judith Plaskow , yang
telah difokuskan pada feminisme dalam Reformasi Yudaisme , isu-isu
utama bagi para feminis Yahudi awal adalah pengecualian dari kelompok doa semua
laki-laki atau minyan ,
pembebasan positif terikat waktu mitzvot , dan
ketidakmampuan perempuan untuk berfungsi sebagai saksi dan untuk memulai perceraian .[82]
Sebagai sebuah
basis idea atau teori, feminisme menampakkaneksistensinya pada era liberalisme
di Eropa dan saat terjadinya Revolusi Perancis di Abad ke-XVIII yang gemanya
kemudian melanda ke Amerika Serikat dan seluruh dunia. Pada tahun 1792, Mary
Wollstonecraft (1759-1799),10 menulis sebuah karya tulis berjudul,
"Vindication of the right of women", yang isinya dapat dikatakan
meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme di kemudian hari.[83]
Pada
tahun-tahun 1830-1840-an sejalan dengan pemberantasan praktik perbudakan,
hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai
diperbaiki, mereka diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak
pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki. Sebagai
sebuah gerakan, feminisme muncul sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20 di
Amerika.
Menurut Erich
Fromm seorang Yahudi, seorang Psikoanalisis Sosial berkebangsaan Jerman yang
juga merupakan anggota Partai Sosialis Amerika era 1950-an, ia menyatakan bahwa
hubungan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan adalah hubungan
antara sebuah kelompok yang menang dan yang kalah.
Di Amerika
Serikat tahun 1949 hal ini dianggap lucu ketika mengatakan demikian, apalagi di
zaman sekarang ini. Karena sudah jelas bisa kita lihat, kaum perempuan di
kota-kota besar tentu saja tidak tampak, tidak merasa, dan tidak bertindak
seperti layaknya kelompok yang kalah. Dia menambahkan kaum perempuan telah
menyelesaikan emansipasinya, dan oleh sebab itu berada sejajar dengan kaum
laki-laki, dan membuatnya bisa tampil.[84]
Gerakan ini
difokuskan pada satu isu, yakni untuk mendapatkan hak memilih (the right to
vote). Setelah untuk memilih ini diberikan pada tahun 1920, gerakan
feminisme tenggelam. Sampai pada tahun 1950, ada satu anggapan bahwa kedudukan
perempuan yang ideal adalah menjadi ibu rumah tangga, walaupun pada periode
tersebut sudah banyak perempuan yang bekerja di luar rumah.
Barulah pada
tahun 1960-an, bersamaan dengan terbitnya buku Betty Frieden yang berjudul
"The Feminine Mystique" gerakan feminisme mendapatkan momentum dan
menjadi kejutan besar bagi masyarakat. Dari gerakan inilah muncul satu
kesadaran baru, terutama bagi kaum perempuan bahwa peran tradisionalnya
ternyata menempatkan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan, yakni apa
yang disebut sebgagi sub-ordinasi perempuan. Buku Freidan pun terjual
laris. The Feminine Mystique berubah menjadi “kitab suci” bagi kaum
wanita dan Freidan pun digadang-gadang menjadi pencetus feminisme gelombang
kedua setelah ombaknya pernah menyapu dunia abad 18. Friedan mengkritik habis
peran ibu rumah tangga penuh waktu yang baginya sangat mengekang dan jauh dari
penghargaan terhadap hak wanita
Betty Friedan
sendiri terlahir dengan nama Betty Naomi Goldstein pada tanggal 4 Februari
tahun 1921. Friedan
adalah seorang tokoh feminis liberal yang ikut mendirikan dan kemudian diangkat
sebagai presiden pertama National
Organization for Woman pada
tahun 1966. Ia menjadi pemimpin aksi massa
perempuan untuk mendobrak UU di Amerika yang melarang aborsi dan pengembangan
sifat-sifat maskulin oleh wanita.
Akan tetapi,
sekalipun telah menapaki karir yang sangat memuncak dalam dunia feminism,
gagasan Freidan pun juga menjadi sasaran kritik. Menariknya orang yang
mengkritik Friedan adalah seorang feminis lainnya bernama Zillah Eisenstein.
Eisenstein sendiri adalah Profesor Politik dan aktivis feminis dari Ithaca New
York. Ia menulis kritikan tajam terhadap gagasan konsep wanita bekerja milik
Friedan hingga akhirnya Friedan Dalam bukunya, Radical future of Liberal Feminism, Eisenstsein mengkritik,“Tidak pernah jelas apakah pengaturan
ini seharusnya meringan beban ganda perempuan (keluarga dan pekerjaan) atau
secara signifikan menstruktur ulang siapa yang bertanggung jawab atas
pengasuhan anak. Bagaimana tanggung jawab ini dilaksanakan?"
Perdebatan
antara Eisenstein dan Freidan yang sama-sama aktivis feminis hampir tidak
pernah ditemukan dalam dunia Islam. Karena Islam bukanlah sebuah produk dari
akal manusia, tidak juga lekang dimakan waktu, lebih-lebih relatif dalam
standar manusia. Namun Islam adalah agama genuine yang langsung turun dari
Allah SWT.
Penindasan
terhadap wanita adalah kebohongan. Pembagian peran berdasar jenis kelamin tak
pernah sekaku yang dipropagandakan kaum feminis. Wanita bebas mengejar karir
jika mereka mau. Bedanya, dahulu peran mereka sebagai isteri dan ibu dipahami,
dan disahkan secara sosial, sebagaimana mestinya. Hingga Gloria Steinem dan CIA
datang bersama-sama,” jelas Makow panjang lebar.[85]
peran perempuan
dalam Yudaisme tradisional telah terlalu disalahpahami. posisi perempuan dipahami
dipandang rendah dalam Yudaisme oleh orang-orang yang berpikir modern, padahal
posisi perempuan dalam halakhah (hukum Yahudi) sangat berpengaruh pada periode
alkitabiah.[86]
Di abad ke-20
M, justru banyak pemimpin wanita penting dari orang Yahudi (misalnya, Gloria
Steinem dan Betty Friedan) dan beberapa komentator telah menyarankan bahwa ini
bukan kebetulan atau yang pertama kali, penghormatan yang diberikan kepada
perempuan dalam tradisi Yahudi adalah bagian dari etnis budaya Yahudi. dalam
Yudaisme tradisional, perempuan sebagian besar dipandang sebagai bagian yang
terpisah namun setara. kewajiban dan tanggung jawab wanita berbeda dari pria,
tapi tidak kalah pentingnya (pada kenyataannya, dalam beberapa hal, tanggung
jawab perempuan dianggap lebih penting, seperti yang akan kita bahas).
Daftar
Pustaka
v Ali Mukti. Agama-agama di Dunia,() h. 327
v Fromm Erich. Cinta,
Seksualitas, dan Matriarki. Yogyakarta
dan Bandung: Jalasutra. 2007
v http://wwwke_kadnet_org/web/index.php?option=com_content&view=article&id=1958:pandangan-alkitab-mengenai-poligami&catid=98.theology&Itemid=99, diakses pada Senin 18
November 2013, pukul 22.45
v http://www.heavensfamily.org/uploads/Fi/Nv/FiNv4OKuJJg_Rjdpit42EA/13.pdf, diakses pada, Sabtu 16 November 2013, pukul 18.30
v http://faisal-wibowo.blogspot.com/2013/01/relasi-gender-dalam-yahudi.html, diakses pada Selasa 26 November 2013, pukul 20.30
v http://rayhanmogerz.blogspot.com/2012/02/kemasyarakatan-peranan-wanita-yahudi.html, diakses pada Selasa 26 November 2013, pukul 21.00
v Kline Moshe. The Structured Torah. http://www.chaver.com/Torah-New/English/Text/The%20Structured%20Torah%20(JPS%201917).pdf, diakses pada. Rabu 20 November2013. pukul 22.35
v Sharma Arvind. Women in World Religions, ditejemahkan oleh: Syafaatun
Al-Mirzanah. Dkk. Jakarta: Diperta Depag RI. 2002. cet. 1
v Swidler Leonard J. Woman in Judaism: the Status
of Woman in Formative Judaism. Metuchen. N.J: Scarecrow Press. 1976
[1] Arvind Sharma,
Women in World Religions, ditejemahkan oleh: Syafaatun Al-Mirzanah, dkk,
(Jakarta: Diperta Depag RI, 2002), cet. 1, h. 219
[2] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 221
[3] Moshe Kline, The Structured Torah, h. 6, http://www.chaver.com/Torah-New/English/Text/The%20Structured%20Torah%20(JPS%201917).pdf, diakses pada, Rabu 20 November2013, pukul 22.35
[4] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 222
[5] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 7
[6] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 222
[7] Ibid
[8] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 222
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Dalam Moshe
Kline, The Structured Torah, h. 18, berbunyi “ 20:18 For the
LORD had fast closed up all the wombs of the house of Abimelech, because of
Sarah Abraham's wife.”
[13] Dalam Moshe
Kline, The Structured Torah, h. 26, berbunyi “29:31 And the
LORD saw that Leah was hated, and he opened her womb; but Rachel was barren. 29:32
And Leah conceived, and bore a son, and she called his name Reuben; for she
said: 'Because the LORD hath looked upon my affliction; for now my husband will
love me.' 29:33 And she conceived again, and bore a son; and said:
'Because the LORD hath heard that I am hated, He hath therefore given me this
son also.' And she called his name Simeon. 29:34 And she conceived
again, and bore a son; and said: 'Now this time will my husband be joined unto
me, because I have borne him three sons.' Therefore was his name called Levi.”
[14] Dalam Moshe
Kline, The Structured Torah, h. 26, berbunyi “ 30:22 And God
remembered Rachel, and God hearkened to her, and opened her womb.”
[15] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 225
[16] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 225-226
[17] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 226
[18] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 226-227
[19] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 227
[20] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 228
[21] Dalam Moshe
Kline, The Structured Torah, h. 30, berbunyi “ 35:17 And it
came to pass, when she was in hard labour, that the mid-wife said unto her:
'Fear not; for this also is a son for thee.”
[22] Dalam Moshe
Kline, The Structured Torah, h. 160, berbunyi “18:12 For
whosoever doeth these things is an abomination unto the LORD; and because of
these abominations the LORD thy God is driving them out from before thee.”
[23] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 228
[24] Moshe Kline, The Structured Torah, h. 162
[25] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 220
[26] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 224
[27] http://wwwke_kadnet_org/web/index.php?option=com_content&view=article&id=1958:pandangan-alkitab-mengenai-poligami&catid=98.theology&Itemid=99, diakses pada Senin 18 November 2013, pukul
22.45
[28] Ibid
[29] http://www.heavensfamily.org/uploads/Fi/Nv/FiNv4OKuJJg_Rjdpit42EA/13.pdf, diakses pada,
Sabtu 16 November 2013, pukul 18.30
[30] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 220
[31] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 98
[32] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 221
[33] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 162
[34] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 221
[35] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 115
[36] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 221
[37] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 161
[38] Lihat Genesis
2: 24, berbuyi: “ 2:24 Therefore
shall a man leave his father and his mother, and shall cleave unto his wife,
and they shall be one flesh.” Dalam buku: Moshe Kline, The Structured
Torah, h 7
[39] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 228
[40] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 72
[41] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 228
[42] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 92
[43] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h 229
[44] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 87
[45] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h 229
[46] Moshe Kline, The
Structured Torah, h. 138-139
[48] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 231
[49] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 232
[50] Ibid
[51] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 233
[52] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 233
[53] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 236
[54] Leonard J. Swidler, Woman in
Judaism: the Status of Woman in Formative Judaism, (Metuchen, N.J:
Scarecrow Press, 1976), h. 115
[55] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 236
[56] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 236
[57] Ibid
[58] Ibid
[59] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 237
[60] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 237
[61] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 238
[62] Mukti. Ali, Agama-agama
di Dunia,() h. 327
[63] http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/04210012.pdf, diakses pada,
Jum’at 22 November 2013, pukul 23.08
[64] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 238
[65] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 239
[66] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 239
[67] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 240
[68] Kedudukan Wanita Dalam Sejarah Hukum Kewarisan, Oleh:Drs.H.Adnan
Qohar, SH
[69]Mukti. Ali, Agama-agama
di Dunia,() h. 327
[70] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 240
[71] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 241
[72] http://en.wikipedia.org/wiki/Women_in_Judaism, diakses pada
Senin 18 November 2013, pukul 22.15
[73] Shekinah,
yang dihormati oleh orang Kabbalis dengan membacakan Proverb 31: 10-31, pujian
terhadap seorang istri yang baik. Lihat,
Arvind Sharma, Women in World Religions, h. 241
[74] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 241
[75] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 242
[76] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 242
[77] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 242-243
[81] Arvind Sharma,
Women in World Religions, h. 246
[83]
ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/egalita/article/download/1951/pdf
[84] Erich Fromm, Cinta,
Seksualitas, dan Matriarki. (Yogyakarta
dan Bandung: Jalasutra., 2007), hal. 144
[85] http://faisal-wibowo.blogspot.com/2013/01/relasi-gender-dalam-yahudi.html, diakses pada
Selasa 26 November 2013, pukul 20.30
[86] http://rayhanmogerz.blogspot.com/2012/02/kemasyarakatan-peranan-wanita-yahudi.html, diakses pada
Selasa 26 November 2013, pukul 21.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar